JIC – Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag) Mohsen al Idrus mengatakan, program wajib belajar Madrasah Diniyah untuk siswa Sekolah Dasar belum diberlakukan secara nasional. Karena itu, program ini baru diberlakukan di beberapa daerah saja seperti Sukabumi, Serang, dan Pasuruan.
“Berlakunya aturan wajib Madrasah Diniyah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Meskipun sebenarnya, Madrasah Diniyah dinilai penting karena menjadi solusi persoalan di masyarakat seperti menangkal radikalisme dan demoralisasi sejak dini,” ujar Mohsen kepada Republika, Ahad (15/5).
Wajib belajar Madrasah Diniyah dinilai penting sebagai upaya pembenahan akhlak. Sejauh ini, menurut Mohsen, pemerintah daerah yang memberlakukan wajib belajar Madrasah Diniyah sangat mendukung program tersebut.
Madrasah Diniyah merupakan kegiatan ekstrakurikuler di luar jam sekolah formal. Mengingat jam pelajaran pendidikan agama di sekolah formal dirasa masih kurang, maka Madrasah Diniyah dinilai dapat menjadi jalan untuk menambah kualitas dan kuantitas pelajaran agama.
Dalam upaya meningkatkan akhlak peserta didik, materi akidah akhlak merupakan bagian penting yang diajarkan di Madrasah Diniyah. Para siswa juga mendapatkan pengajaran membaca, menulis, pemahaman Alquran, dan fikih.
Wajib belajar madrasah diniyah diselenggarakan selama empat tahun sejak siswa duduk di kelas 3 sekolah dasar. Harapannya, saat siswa lulus SD maka ia pun lulus madrasah diniyah. Beberapa daerah mewajibkan lulusan SD yang ingin melanjutkan ke tingkat SMP harus memiliki ijazah madrasah diniyah.
“Pemda (pemerintah daerah) yang memberlakukan program wajar (wajib belajar) madrasah diniyah ini juga secara langsung mendukung lancarnya proses belajar mengajar seperti dukungan fasilitas, tunjangan guru dan honor guru,” jelas Mohsen.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag) Mohsen al Idrus juga mengungkapkan, program wajib belajar Madrasah Diniyah untuk siswa Sekolah Dasar tidak membebani para siswa.
Menurut Mohsen, program Madrasah Diniyah merupakan tambahan pendidikan agama yang dinilai kurang di sekolah formal.
Pihaknya, kata Mosen, tidak akan memasang target dalam menambah daerah yang menerapkan wajib belajar Madrasah Diniyah. Sebab, hal ini merupakan kebutuhan pemerintah daerah dan masyarakatnya.
“Menurut kami, selama didukung masyarakat dan pemerintah, Program Madrasah Diniyah ini akan terus berjalan dan berdampak positif bagi siswa-siswi sekolah dasar,” kaya Mosen al Idrus menjelaskan.
Saat ini, kata dia, jenis dan model Madrasah Diniyah yang sudah dilaksanakan di berbagai daerah bermacam-macam. Beberapa Madrasah Diniyah berbentuk Rumah Tahfiz, Taman Pendidikan Alquran TPQ) dan lain sebagainya.
Terkait kemungkinan untuk menerapkan program ini secara nasional, Mohsen mengatakan, hal itu bisa dilakukan jika pemerintah daerah dan masyarakat mendukung secara penuh. Pihaknya tak keberatan untuk menyiapkan payung hukum bagi penerapan program ini.
Pemerintah pusat, menurutnya, memiliki keterbatasan anggaran untuk mengembangkan program ini. Karena itu, pihaknya mengapresiasi pemerintah daerah yang berinisiatif memberlakukan wajib belajar madrasah diniyah.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Sukabumi, Jawa Barat, Dudi Fathuljawad mengatakan, wajib belajar Madrasah Diniyah di wilayahnya merupakan kebijakan Kemenag Kota Sukabumi. Pemerintah Kota Sukabumi melalui Dinas Pendidikan mendukung program tersebut dengan mewajibkan lulusan SD yang ingin melanjutkan ke SMP harus memiliki ijazah Madrasah Diniyah.
“Bagi siswa-siswi yang Muslim wajib memiliki ijazah Madrasah Diniyah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP),” ungkap Dudi kepada Republika, Ahad (15/5).
Meski demikian, menurut Dudi, para siswa tak merasa terbebani oleh persyaratan ini, karena pengajaran di Madrasah Diniyah dapat diikuti saat sore atau malam hari setelah pulang dari sekolah formal.
Banyak hal positif yang dirasakan peserta didik dari program ini. Dudi yang pernah mengajar di Madrasah Diniyah ini mengatakan, anak-anak mengalami peningkatan kemampuan dalam baca-tulis Alquran, praktik ibadah shalat, dan akhlak mereka pun menjadi lebih baik. Begitu pula, prestasi akademik siswa di sekolah formal, cenderung meningkat.
Dudi menilai, meningkatnya pemahaman agama khususnya dalam menghafal Alquran berdampak positif bagi kemampuan belajar siswa. “Dalam menghadapi radikalisme dan demoralisasi, agama juga dapat menangkal hal itu. Anak-anak lebih memahami mana perbuatan baik dan tidak,” jelas Dudi menambahkan.
Cendekiawan Muslim, Didin Hafidhuddin juga menilai tepat jika anak SD diwajibkan mengikuti pendidikan madrasah diniyah. Pasalnya, pelajaran agama di SD lebih menekankan kepada aspek ilmu pengetahuan.
“Saya kira bagus (pendidikan diniyah),” ujar Didin, saat dihubungi republika, Senin (16/5). Pendidikan diniyah, menurut Didin, dapat memberikan pelajaran moral kepada anak. Hal itu sangat dibutuhkan ditengah kerusakan moral yang marak terjadi pada anak. Kerusakan moral yang terjadi, menurut Didin banyak diakibatkan oleh kesalahan memanfaatkan teknologi. Selain itu, berbagai macam tontonan yang merusak moral.
Karena itu, Didin mengharapkan, pendidikan diniyah dapat mendekatkan pada nilai keagamaan. Sehingga berdampak kepada moral yang baik. “Saya kira saya setuju sekali. Gak apa-apa gak ada masalah. Maslahatnya banyak,” kata Didin. Seperti diketahui, di beberapa Kabupaten mengeluarkan kebijakan agar anak SD diwajibkan mengeyam pendidikan diniyah. Sertifikat diniyah dijadikan syarat agar bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi.
Namun, Didin meminta agar dalam proses pembelajaran tidak terlau berat kepasa aspek pengetahuan. Melainkan lebih kepada aspek pengamalan. Misalnya, murid agar diberikan pelajaran shalat atau mengaji. Untuk itu, Didin menegaskan, aspek pengamalan harus lebih ditekankan. Didin juga mengharapkan pemerintah juga memberi perhatian sama kepada pendidikan diniyah. Pasalnya, Didin menilai, perhatian tersebut belum terlihat.