KETIKA USIA TELAH LANJUT, JODOHPUN TAK KUNJUNG DATANG (Part II)

0
479

Ketika Usia Telah Lanjut, Jodohpun  Tak Kunjung Datang1

JIC – Doanya terjawab. kini datang kepadanya seorang yang berkedudukan terhormat, berpendidikan tinggi selangit, dan ketampanannya selalu menjadi pemikat bagi semua mata kaum hawa yang melihat. Kedua orang tua Zahra pun sangat bangga dan bahagia karena anak sulungnya akan segera menikah. Telah datang laki-laki yang menjabat sebagai rektor di universitas terkenal dalam negeri. Sebenarnya Zahra juga jatuh hati. Namun, Zahra mengenal betul siapa yang datang.

Dia adalah rektor di universitas tempatnya mengajar, Zahra faham betul perangai dan kebiasaan bersama mahasiswi yang mengelilingi kehidupan laki-laki itu. Dengan modal jabatan, harta dan ketampanannya dia bisa mendekat kepada semua wanita idamannya. Batinnya meronta. Ini masalah prinsip agama. Dia tak boleh menuruti nafsu yang selalu berbisik menerima lamarannya dengan sangat hati-hati, berharap tidak ada hati yang tersakiti, dia tolak lamaran atasannya.

Suatu ketika, Zahra pun meminta saran kepada Murobbiyahnya. Ia berikan sebuah amplop berisi biodata berharap ada solusi di sana. Ia masih terdiam mendengar petuah sang murobbiyah tentang keutamaan menikah. Menata hati, meluruskan niat yang haqiqi, dari sini harapan itu tumbuh. Zahra dipertemukan dengan seorang pemuda yang dari sisi pekerjaan kurang sepadan. Bila diukur dengan materi kurang prestisius dan tidak menjanjikan. Hanya seorang guru kampung yang gajinya hanya cukup untuk makan.  Tapi, Zahra merasa cocok dan tak ada kebimbangan dan alasan sedikit pun untuk menolak. Ia terima dengan sangat bangga, bahwa inilah jodoh yang dikirimkan Allah untuk dirinya. Laki-laki lulusan pesantren yang sederhana. Tidak larut dalam hiruk-pikuk hedonisme dan kehidupan modern yang cenderung melarutkan identitas seorang muslim pada umumnya.

Kini, hatinya tak lagi kosong, ada wajah yang selalu terbayang dalam lamunan. Ada senyum yang selalu menyirami sejuk hati yang selama ini kering kerontang. Cintanya tumbuh subur dalam sanubari terdalamnya. Harinya penuh canda, bertabur bunga, bahagia menyelimuti bingkai seluruh aktifitasnya. Mentari paginya selalu cerah. Cahaya cintanya merekah. Terlihat warna merah merekah di setiap senyum kembangnya membuncah.

Allah menyiapkan kehendak yang lain. Dia benar-benar menguji prinsip hambanya yang beriman. Semakin pohon iman seorang hamba tertancap mengakar kuat, semakin ia akan diterpa dengan berbagai angin badai ujian meluluhlantakkan. Orang tua laki-laki Zahra tidak setuju.

Mendengar itu, langit seakan runtuh, menimpa jasad sang gadis yang ringkih. Langit hatinya mendung kembali. Warna awan harapan menjadi kelabu. Matahari hanya muncul sebentar dalam hidupnya. Malu-malu, kemudian hilang lagi, bersembunyi. Saat itu, Zahra merasa sudah mati. Tak ada kehidupan dalam kembang-kempis nafasnya.

Dadanya sempit terhimpit, ia hanya bisa menyerahkan semua kepada yang memegang kendali semua makhluk. Ratapan-ratapan kecil selalu saja menghiasi lamunannya, namun, dia masih punya banyak sahabat, yang dulu sama-sama aktif di organisasi saat menimba ilmu di kampus. Mereka menjadi tempat tumpahan rasa dan asanya saat berkunjung membesuk Zahra atau sekedar berbagi rasa lewat dunia maya.

Hari–harinya kini, ia gunakan untuk bekerja, mengajar dan melakukan yang ia bisa. Berdoa dan meminta dikuatkan punggungnya untuk berjalan di atas ujian yang terus datang tak kenal henti. Ujian yang terus menarik-narik tubuhnya yang sudah mulai lelah tak bertenaga.

Tahun telah berganti, bertambah lagi satu tahun usianya menanti. Tiada sama sekali yang berganti, malah semakin lama, semakin bertambah panjang ia melajang. Kenapa selalu saja ada ujian sebagai penghalang saat ia akan melangkahkan kaki?

Dalam penantian, Zahra mulai menguatkan kembali pijakan. Menggali memperdalam iman dalam diri, menancapkannya kuat-kuat dalam sanubari. Ia baca kisah Rithah seorang perawan dari Bani Ma’zhum yang patah hati saat ditinggal lari suami. Ia tak mau seperti Rithah yang tak punya iman dalam menentukan jodoh dan pilihan. Keluhan Rithah terngiang saat dia menanti jodoh tak kunjung datang.

“Oh ibu, usiaku sudah lanjut, namun belum datang seorang pemuda pun meminangku. Apakah aku akan menjadi perawan seumur hidup?”.

Kisahnya tragis. Di ujung penantiannya yang  panjang, berakhir dengan penghianatan seorang suami yang tak berakhlak membawa lari harta kekayaan.

Kini, Zahra segera sadar bahwa Allah punya kehendak lain. Dia telah menyiapkan jodoh terbaiknya di belakang nanti. Ia tak boleh patah hati, ia menghibur diri dengan doa yang ditulis oleh Khairil Anwar dalam bait-bait puisi;

Tuhanku
Dalam termangu, aku masih menyebut nama-Mu
Walau susah sungguh
Mengingat kau penuh seluruh.
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk.
Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.

Sumber: www.dakwatuna.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

1 × four =