KEWAJIBAN MENCINTAI RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM

0
1043
kewajiban-mencintai-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam

JIC- Mencintai Rasulullah hukumnya wajib, bahkan termasuk kewajiban terbesar dalam agama. Tidak sempurna iman seorang hamba, kecuali dengannya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan umat ini untuk mencintai Rasulullah melebihi dirinya, keluarga, harta dan seluruh manusia. Allah berfirman :

قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik” [at Taubat [9] : 24].

Al Qadhi Iyadh menyatakan, ayat ini cukup menjadi anjuran dan bimbingan serta hujjah untuk mewajibkan mencintai beliau dan kelayakan beliau mendapatkan kecintaan tersebut, karena Allah menegur orang yang menjadikan harta, keluarga dan anaknya lebih dicintai dari Allah dan RasulNya dan mengancam mereka dengan firmanNya:

فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ

Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya“, kemudian di akhir ayat menamakan mereka sebagai orang fasiq dan memberitahukan, bahwa orang tersebut termasuk sesat dan tidak mendapatkan petunjuk Allah.

اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri“. [al Ahzab [33]:6].

Ayat ini menunjukkan, orang yang tidak menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih utama dari dirinya sendiri, maka dia termasuk bukan mukmin. Hal ini menunjukkan, bahwa kewajiban mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi dirinya sendiri.

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ

Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah“. [al Baqarah [2] : 165].

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“. [Ali Imran [3]: 31].

Allah telah menjadikan ittiba’ (mengikuti RasulNya) sebagai bukti dan dalil kebenaran cinta Allah. Hal ini dapat diwujudkan, hanya setelah iman kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan iman kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam harus terwujudkan syarat-syaratnya, di antaranya mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diberitakan Abu Hurairah :

فَوَ الَذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِن وَلَدِهِ وَ وَالِدِهِ رواه البخاري

Demi Dzat yang jiwaku di tanganNya. Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian, hingga menjadikan aku lebih ia cintai dari anaknya dan orang tuanya“.

Selain hadits Abu Hurairah ini, hadits-hadits yang memerintahkan demikian cukup banyak. Di antaranya seperti dalam hadits Umar bin Al Khaththab :

Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau dalam keadaan memegang tangan Umar bin Al Khaththab, lalu Umar berkata kepada beliau: “Wahai, Rasululah! Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku,” lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak, demi Dzat yang jiwaku di tanganNya, sampai aku lebih kamu cintai dari dirimu sendiri”. Lalu Umarpun berkata: “Sekarang, demi Allah, sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri,” lalu Nabi SAW bersabda: “Sekarang, wahai Umar!“

Juga hadits Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَمَنْ أَحَبَّ عَبْدًا لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِي النَّارِ

Tiga hal, yang apabila seorang memilikinya, maka akan mendapatkan manisnya; orang yang menjadikan Allah dan RasulNya lebih ia cintai dari selainnya, orang yang mencintai seorang hamba hanya karena Allah, dan orang yang benci pada kekafiran setelah Allah selamatkan darinya sebagaimana benci dilemparkan ke Neraka

Juga hadits yang diriwayatkan sahabat Anas bin Malik lainnya yang berbunyi:

Seorang penduduk badui menjumpai Rasulullah n dan bertanya: “Wahai, Rasulullah! Kapan hari Kiamat terjadi?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?” Ia menjawab,”Aku tidak memiliki persiapan, kecuali aku mencintai Allah dan RasulNya,” maka Rasulullah bersabda,”Sungguh, engkau bersama orang yang engkau cintai.” Lalu kami berkata: “Demikian juga kami?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Ya.” Maka kamipun pada hari itu sangat berbahagia“.

Dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan lafadz:

Anas berkata: “Sungguh aku mencintai Allah, RasulNya, Abu Bakar dan Umar, lalu aku berharap bisa bersama mereka, walaupun aku belum beramal dengan amalan mereka“.

Masih banyak hadits-hadits yang menjelaskan wajibnya mencintai Rasulullah. Sehingga pantaslah bila Syaikhul Islam rahimahullah menyatakan, cinta Allah dan RasulNya termasuk kewajiban iman terbesar dan pokok, dan kaidah iman yang teragung. Bahkan ia merupakan landasan semua amalan iman dan agama.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

13 + eighteen =