JIC – Menurut Dr dr Suzy Yusna Desi SpKj, kecanduan gadget ini berasal dari pengalaman yang diulang-ulang dan menimbulkan kenikmatan juga kesenangan. Misalnya, ketika seseorang memperoleh skor tinggi ketika bermaingame, atau seseorang yang aktif di media sosial karena mendapatkan banyak tanggapan positif atas status dan foto yang diunggahnya. “Kesenangan ini lama-lama akan menimbulkan brain circuit di otak, sehingga kerja otak kita hanya mengingat kesenangan itu saja,” jelas Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Herdjan, Jakarta ini.
Tentu kecanduan ini tidak separah yang disebabkan oleh kecanduan narkotika atau alkohol. Namun, kecanduangadget akan membuat pola hidup yang berubah. Salah satunya adalah keluarga yang tidak produktif. “Bagian yang seharusnya berkerja, harusnya menyelesaikan masalah, harusnya mengatur suaru kegiatan, jadinya justru terokupasi monoton pada pikiran yang dia senangi,” ujar Suzy.
Sifat teknologi yang memudahkan dan berubah dengan cepat juga membuat seseorang tidak bisa berpikir dan mencari akal ketika teknologi tersebut tidak ada. Gejala kontraproduktif ini dapat kita lihat ketika seseorang dipisahkan dari gadget-nya untuk beberapa saat. “Jadilah ia merasa malas karena kehilangan daya kreativitasnya dan mudah emosi karena yang dia tahu ada dunia yang lebih membuat dia senang,” tambah Suzy. Hal ini tak hanya berlaku pada orang dewasa, tapi juga anak-anak yang kecanduan gadget.
Buruknya Hubungan Orangtua-Anak
Penggunaan gadget yang berlebihan juga ternyata berdampak pada kualitas bahasa anak, terutama di kalangananak usia dini. Dr Diana Suskind, peneliti dan dokter bedah di University of Chicago, AS, melakukan penelitian dengan merekam pembicaraan orangtua dan anak di enam rumah di Chicago. Para orangtua yang dipilih ini, adalah orangtua yang amat sering melihat layar smartphone mereka.
Dr Suskind merekam setiap keluarga setidaknya 2 kali dengan keadaan smartphone dan komputer menyala, kemudian dengan kedua alat tersebut dalam keadaan mati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mematikansmartphones dan laptop memiliki dampak kuat pada interaksi verbal antara orangtua dan anak di rumah. Pada anak dengan orangtua yang meminimalkan penggunaan gadget pada saat berinteraksi dengan anak, jumlah kata yang mampu diucapkannya jauh lebih banyak daripada anak yang berinteraksi dengan orangtua yang selalu menatap layar gadget.
Trianindari Darmawan, M. Psi memaparkan, kondisi orangtua yang kecanduan gadget juga akan membuat orangtua mengabaikan pengasuhan anaknya, sehingga anak tidak merasakan kasih sayang yang cukup. Ironisnya, jelas Trianindra, tak sedikit orangtua yang menganggap bahwa gadget adalah bentuk pengalihan stres. Padahal, ia juga sudah meninggalkan anaknya seharian untuk bekerja. Lambat laun anak yang melihat kondisi orangtua yang asyik sendiri dengan gadget akan mencari kesenangan pula melalui gadget, dan bukan tak mungkin juga akan menjadi pecandu gadget.
Suzy menambahkan, pada anak, kecanduan gadget juga berdampak pada kesehatannya. “Dia kadang suka menahan diri untuk buang air kecil dan besar, susah diajak mandi, matanya yang selalu melihat layar gadgetakan mengakibatkan rabun, juga malas makan,” paparnya.
Bebas dari Cengkraman Gadget
Menurut Suzy, untuk mengatasi kecanduan gadget, intinya kita harus memiliki motivasi untuk berusaha ke arah yang lebih baik. “Kalau kita sadar itu tak baik, maka obatnya adalah berubah. Caranya, ya kita harus menghindari yang berkaitan dengan gadget,” tegasnya. Selain itu, dibutuhkan pula bantuan dari seluruh anggota keluarga untuk mendukung dan mengingatkan demi kesembuhannya. Berikut ini adalah beberapa langkah untuk menyelamatkan diri dari cengkeraman gadget:
- Berkomitmen menyediakan waktu-waktu khusus bersama keluarga tanpa gadget. Terapkan aturan main seperti mengumpulkan gadgetdi tengah meja makan saat makan bersama. Atau, gunakan metode 1821, yaitu mematikan gadget di jam-jam kumpul keluarga, yaitu mulai jam 18.00 hingga jam 21.00
- Singkirkan kecemasan saat mematikan gadgetJangan khawatirkan bagaimana nanti orang-orang menghubungi Anda, atau Anda akan tidak mengetahui informasi terkini, dll.
- Raih lagi makna berinteraksi. Apakah interaksi melalui media dapat menggantikan interaksi tatap muka secara langsung? Tentu tidak. Ada banyak hal yang tidak tercakup dalam interaksi lewat media, seperti sentuhan, dan bahasa tubuh lainnya—padahal ini berperan sebanyak 80% dalam komunikasi.
- Terapkan komunikasi yang harmonis dalam keluarga. Biasakan untuk saling mendengar dan memerhatikan ketika yang lain berbicara. Bagi orangtua, biasakan untuk menyamakan posisi mata agar sejajar saat berbicara dengan anak.
- Lakukan beragam aktivitas keluarga yang membutuhkan gerak tubuh dan mengasah otak. Misalnya, jalan-jalan ke museum, mendaki gunung, berenang, membuat kerajinan dari barang bekas, berkebun, atau memasak bersama.
- Pada kasus kecanduan gadgetyang parah, menurut Suzy, diperlukan pula penanganan ahli. Di samping mengikuti psikoterapi atau konseling, pecandu gadget juga akan diberikan obat untuk menyeimbangkan kembalineurotransmitter yang bekerja sebagai penghubung antara otak ke seluruh jaringan saraf dan pengendalian fungsi tubuh.
Sumber: Ummionline