AS-SALT YORDANIA: KOTA KECIL ‘AKULTURASI KEKAISARAN OTTOMAN DAN BARAT’ YANG PENUH TOLERANSI BERAGAMA DAN KERAMAHAN WARGANYA (1)

0
339
As-Salt, kota kecil di Yordania yang penuh toleransi beragama dan kemurahan hati. MARTA VIDAL

As-Salt adalah kota kecil di Yordania yang penuh dengan toleransi beragama dan kemurahan hati warganya.

JIC,– Suara Adzan bergema melalui lembah yang masih mengantuk saat cahaya matahari pagi menyinari rumah-rumah batu kapur emas yang berbaris di lereng tiga gunung.

“Allahu Akbar” (“Tuhan Maha Besar”), suara muazin menggema di atas kubah kota. “Hayya ‘ala-s-salah” (“Cepatlah sholat”), berasal dari pengeras suara masjid yang menghiasi lanskap kota.

Beberapa saat kemudian, jalan-jalan kota yang berkelok-kelok dipenuhi dengan bunyi lonceng gereja yang mengumumkan misa pagi.

Kami berada di As-Salt, situs Warisan Dunia UNESCO terbaru di Timur Tengah.

 

As-Salt adalah kota kecil di Yordania di mana masjid dan menara gereja berbagi kaki langit dan dianggap menjadi “tempat atas toleransi dan keramahan masyarakat kota”.

Terletak di persimpangan jalur perdagangan dan ziarah antara Laut Mediterania dan Semenanjung Arab, As-Salt tumbuh menjadi kota yang berkembang di akhir abad ke-19, yaitu periode reformasi untuk “memodernisasi” Kekaisaran Ottoman.

Di pusat kota yang bersejarah, ratusan bangunan batu kapur – berasal dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 – dengan pintu lengkung, tiang berukir, dan jendela tinggi bersinar di bawah sinar matahari.

Thaira Arabiyat menyulam syal di tokonya di As-Salt.

SUMBER GAMBAR,MARTA VIDAL

Keterangan gambar : Thaira Arabiyat menyulam syal di tokonya di As-Salt.

“Bangunan batu kuning itu penting, tapi bukan itu alasan mengapa As-Salt begitu unik,” kata Thaira Arabiyat, pemilik toko yang melatih perempuan lokal dalam menjahit tradisional, sambil menuangkan secangkir kopi harum dengan kapulaga untuk saya.

Kami duduk dan berbincang, dikelilingi oleh gaun bordir dan syal shemagh (tradisional Yordania) di toko kecilnya di pusat kota.

Dia menyela pekerjaannya untuk memberi tahu saya lebih banyak tentang kampung halamannya.

“Yang membuat kota ini begitu istimewa adalah orang-orang di sini, kebaikan mereka,” kata Arabiyat setelah mengisi cangkir saya untuk kedua kalinya.

Dia kemudian bertanya pada saya, “Apakah Anda sudah sarapan? Ayo makan dengan saya.”

Saat menjelajahi jalanan kota yang berliku dan gang-gang sempit, saya berulang kali menerima undangan untuk makan siang, kopi, atau teh.

Tradisi keramahan dan kemurahan hati terhadap pengunjung memiliki akar yang mendalam di As-Salt.

Selama berabad-abad, kota ini merupakan perhentian penting bagi para pedagang dan peziarah dalam perjalanan mereka ke Yerusalem, Damaskus, Baghdad, atau Mekah.

Warga akan menyambut pengunjung dan menawarkan mereka makanan dan penginapan.

Pada abad ke-19, As-Salt menjadi pusat administratif wilayah tersebut, menarik para pedagang dari berbagai latar belakang agama dan budaya.

Banyak yang akhirnya menetap di kota yang terletak di lereng bukit, menciptakan lingkungan yang makmur di mana masyarakat adat setempat, suku Bedouin, bercampur dengan pedagang dan pengrajin Levantine.

As-Salt memiliki sekitar 650 bangunan bersejarah penting yang memamerkan perpaduan gaya Eropa dan Ottoman

SUMBER GAMBAR,MARTA VIDAL

Keterangan gambar ; As-Salt memiliki sekitar 650 bangunan bersejarah penting yang memamerkan perpaduan gaya Eropa dan Ottoman

“As-Salt menjadi tempat pertemuan antara timur dan barat, antara gurun dan pusat kota,” kata Ayman Abu Rumman, mantan direktur pariwisata di kegubernuran Balqa, salah satu dari 12 kegubernuran di Yordania.

Ia menambahkan, keragaman kota adalah tercermin dalam arsitekturnya.

Contoh terbaik dari perpaduan gaya kota Ottoman, pengaruh Eropa, dan tradisi lokal mungkin dapat dilihat di rumah milik Abu Jaber yang mewah.

Rumah itu dibangun di atas batu kapur lokal dengan langit-langit bergaya fresko Italia, jendela kaca patri bergaya Art Nouveau, kolom yang berornamen, dan ubin keramik dari Suriah.

Abu Jaber berasal dari keluarga saudagar kaya yang menetap di As-Salt pada akhir abad ke-19.

Pada tahun 2009, bangunan ini diubah menjadi museum yang membawa pengunjung menelusuri sejarah dan tradisi kota Ottoman.

Ketika Amman dipilih sebagai ibu kota Emirat Transyordania pada tahun 1928, As-Salt kehilangan kepentingan regionalnya.

Tapi, ia terhindar dari urbanisasi yang intens di Amman. As-Salt telah berhasil mempertahankan karakternya.

Bagi arsitek Yordania, Rami Daher, yang menyiapkan file nominasi kota untuk daftar Warisan Dunia, kota ini unik bukan hanya karena bangunan batu kapur yang bersejarah, tetapi juga karena cara melestarikan tradisi keramahan dan toleransi selama berabad-abad.

Sumber : bbcindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

seventeen − three =