DENDA UNTUK NASABAH YANG MEMINJAM DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH, BOLEHKAH?

0
309

JIC, JAKARTA — Kredit dalam pembiayaan syariah menjadi salah satu alternatif masyarakat untuk mendapatkan pinjaman, tetapi tetap dalam kooridor syariah. Penyediaan jasa kredit atau pembiayaan pun menjadi salah satu unggulan lembaga keuangan syariah untuk mendulang pundi.

Pada Semester 1 tahun 2016, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pembiayaan memiliki peran penting untuk ikut mendongkrak industri perbankan syariah. Penyaluran pembiayaan naik 7,47 persen dari tahun 2015 menjadi Rp 220,1 triliun. Sektor pembiayaan yang disalurkan pun beragam dari usaha mikro kecil dan menengah hingga pembiayaan infrastruktur.

Layaknya lembaga keuangan konvensional, lembaga keuangan syariah pun menetapkan denda bagi peminjam yang tidak melunasi kreditnya. Hanya, masih menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat tentang perbedaan riba dengan denda atau sanksi bagi nasabah yang gagal bayar. Apakah menetapkan denda tersebut terhitung halal atau dilarang syariah?

Menurut Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII, riba berarti tambahan atau kelebihan tanpa imbalan jasa atau barang yang diharuskan bagi salah satu dari dua orang pelaku akad. Hukum riba adalah haram menurut QS al-Baqarah: 275. Berbeda dengan kredit atau pinjaman berdasarkan syariah yang berlandaskan prinsip tolong menolong (tabarru’at), bagi hasil (musyarakah), pinjaman dana (qardh), hingga jual beli (ishtishna).

Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, banyak warga yang memerlukan pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah berdasarkan pada prinsip jual beli ataupun akad lain. Pembayarannya dilakukan kepada LKS secara angsuran. Nasabah mampu terkadang menunda-nunda kewajiban pembayaran, baik dalam akad jual beli maupun akad yang lain. Pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan di antara kedua belah pihak.

Di dalam Alquran, Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu..” (QS al-Maidah: 1). Imam Ibnu Katsir menjelaskan, Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan, apa yang dimaksud dengan uqud adalah perjanjian-perjanjian.

Ibnu Jarir meriwayatkan akan adanya kesepakatan mengenai makna ini. Ia mengatakan, ‘uqud’ mengandung arti apa yang biasa mereka cantumkan dalam perjanjian-perjanjian mereka menyangkut masalah hilf (perjanjian pakta pertahanan bersama) dan lain-lainnya.

Janji-janji itu menyangkut hal-hal yang dihalalkan oleh Allah dan hal-hal yang diharamkan-Nya serta hal-hal yang difardukan oleh-Nya dan batasan-batasan yang terkandung di dalam Alquran seluruhnya. Dengan kata lain, jangan kalian berbuat khianat dan janganlah kalian langgar hal tersebut.

Allah pun menguatkan firmannya lewat QS ar-Ra’d ayat 25. Dalam ayat ini, Allah Taala mengancam orang-orang yang merusak janji. “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (jahanam).”

Hadis Nabi riwayat jama’ah (Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim dari Abu Hurairah) pun mempertegas tentang kezaliman nasabah yang menunda pembayaran. “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman.” Di dalam hadis lainnya yang diriwayatkan Imam Nasa’i dari Syuraid bin Suwaid menjelaskan, “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”

Hanya, di dalam ayat lain, Allah Ta’ala menjelaskan kewajiban bagi pemberi pinjaman untuk memberi penangguhan jika peminjam mengalami kesukaran. “..Dan, jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan, menyedekahkan (sebagian atau semua) utang itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui..” (QS al-Baqoroh : 280).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini. Di dalam ayat tersebut, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk bersabar dalam menghadapi orang berutang yang berada dalam kesulitan. Orang ini tidak mempunyai apa yang akan dibayarkannya buat menutupi utangnya. Imam Ahmad pernah meriwayatkan Abu Qatadah yang memiliki piutang kepada seorang lelaki. Setiap kali ia datang untuk menagih utang, lelaki itu pun bersembunyi menghindar darinya. Pada satu hari, dia kembali datang untuk menagih. Dari rumah lelaki itu, keluar seorang anak kecil. Abu Qatadah menanyakan kepada anak itu tentang lelaki tersebut.

Si anak menjawab, “Ya, dia berada di dalam rumah sedang makan ubi (makanan orang miskin).”Lalu, Abu Qatadah menyerunya, “Hai fulan, keluarlah. Sesungguhnya aku telah tahu bahwa kamu berada di dalam rumah.” Maka lelaki itu keluar. Abu Qatadah lantas bertanya, “Mengapa engkau selalu menghindar dariku?” Lelaki itu menjawab, “Sesungguhnya aku dalam kesulitan dan aku tidak memiliki sesuatu pun (untuk melunasi utangmu).” Abu Qatadah berkata, “Beranikah kamu bersumpah dengan nama Allah bahwa kamu benar-benar dalam kesukaran?” Ia menjawab, “Ya”. Maka, Abu Qatadah menangis. Dia pun berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda, barang siapa yang memberikan kelapangan kepada orang yang berutang kepadanya atau menghapuskannya, dia berada di bawah naungan arsy kelak pada hari kiamat. (HR Muslim)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menjelaskan, nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja tanpa ada iktikad baik untuk membayar boleh dikenakan sanksi. Sanksi dikenakan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.  Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan. Sanksi ini dibuat saat akad ditandatangani. Dana yang berasal dari denda diperuntukan sebagai dana sosial.

Hanya, MUI memberi catatan bahwa nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur (kondisi luar biasa) tidak boleh dikenakan sanksi. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, penyelesaiannya dilakukan lewat Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan lewat musyawarah.

Sumber ; republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

16 − twelve =