INVESTIGASI BBC: BOCAH-BOCAH ROHINGYA DIJUAL UNTUK PROSTITUSI (2)

0
314

(lanjutan …)

JIC- Sebelum penggerebekan dilangsungkan, kami menghubungi mucikari tersebut dan meminta dua gadis yang kami lihat dalam foto diantarkan ke sebuah hotel ternama di Cox’s Bazar pada pukul 20.00 waktu setempat.

Masih dalam penyamaran sebagai calon pelanggan, seorang anggota Foundation Sentinel menunggu di luar hotel bersama seorang penerjemah. Pada saat bersamaan, sejumlah polisi menunggu kedatangan mucikari di area parkir.

Saat jam mendekati pukul 20.00, mucikari menelepon rekan yang sedang menyamar sebagai calon pelanggan. Sang mucikari ingin agar dia menjauh dari hotel, tapi kami menolak.

Mucikari tersebut kemudian mengirimkan seorang sopir untuk mengantarkan dua gadis ke hotel. Seusai transaksi terjadi, rekan yang sedang menyamar bertanya, “Jika pelayanan malam ini bagus, bisakah kami diantarkan lagi? Sopir itu mengangguk tanda setuju.

Ketika sopir menerima uang, polisi langsung bergerak. Sang sopir ditangkap, kemudian pakar penanganan anak dan perdagangan manusia datang membantu dua gadis yang diantarkan.

Salah seorang gadis menolak dibawa ke tempat penampungan sosial, sedang seorang lainnya, yang mengaku berusia 15 tahun, dibawa ke sana.

Kedua gadis itu tampak bimbang antara kemiskinan dan prostitusi. Mereka mengaku tanpa prostitusi mereka tidak bisa mendapat kebutuhan hidup bagi diri sendiri dan keluarga.

rohingyaHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionDi salah satu kamp pengungsian di Cox’s Bazar, sebanyak 116 janda dan anak yatim-piatu ditempatkan secara khusus sehingga pria dewasa dan anak laki-laki di atas 10 tahun dtidak diperbolehkan masuk.

Memindahkan perempuan dewasa dan anak-anak baik di dalam negeri maupun secara internasional memerlukan jaringan. Internet merupakan alat berkomunikasi antara para anggota jaringan kejahatan perdagan manusia.

Kami menemukan bukti anak-anak Rohingya dibawa ke Chittagong dan Dhaka di Bangladesh, Kathmandu di Nepal, dan Kolkata di India.

Di industri prostitusi Kolkata, anak-anak itu diberikan KTP India dan masuk ke dalam sistem. Identitas asli mereka seketika musnah.

Saat berada di Unit Kejahatan Siber di Dhaka, kepolisian setempat menjelaskan bagaimana para pelaku perdagangan manusia menjual gadis-gadis melalui internet. Grup-grup di Facebook, dari yang terbuka untuk siapa saja hingga yang tertutup, menjadi pintu gerbang ke industri seks anak-anak.

Kami lantas diperlihatkan platform yang digunakan para paedofil berbagi informasi di jaringan internet yang tersembunyi melalui aneka kode. Informasi yang dibagikan, utamanya, adalah pengalaman berhubungan seks dengan anak-anak di seluruh dunia.

Seorang pengguna platform menawarkan panduan untuk mengambil kesempatan di tengah krisis pengungsi, khususnya Rohingya. Dia berbagi informasi tentang cara terbaik menghindari pelacakan, memanfaatkan celah aparat keamanan, dan lokasi terbaik memangsa anak-anak.

Meski deretan tulisan tersebut kemudian dihapus aparat, kami mendapat wawasan mengerikan bahwa krisis pengungsi ternyata menjadi lahan kesempatan bagi para paedofil dan pelaku perdagangan manusia.

Hingga kini jaringan pedagang manusia, mucikari, makelar, dan penyedia jasa transportasi prostitusi tersedia secara online dan offline di Bangladesh. Mereka terus memasok perempuan dewasa dan anak-anak untuk bisnis prostitusi.

Krisis Rohingya tidak menciptakan industri seks di Bangladesh, tapi konflik itu meningkatkan pasokan perempuan dewasa dan anak-anak sehingga harga seorang gadis menjadi rendah dan pada saat bersamaan menguatkan permintaan pasar.

Nama-nama dalam artikel ini telah diubah untuk melindungi identitas narasumber.

Artikel ini merupakan karya:

Produser investigasi : Sam Piranty

Konsultan investigasi : Glenn Devitt

Juru kamera: Nick Woolley

Presenter : Mishal Husain

Produser eksekutif: Jacky Martens

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

seventeen − 6 =