KEKUATAN ITU BERNAMA IKHLAS PART III

0
266

KEKUATAN ITU BERNAMA IKHLAS PART III

foto: dara

JIC – Kekuatan ikhlas yang lain aku temukan pada seorang sahabat di kota yogya. Dia sempat down menerima kenyataan harus cuci darah dua kali seminggu karena ginjalnya yang sudah rusak. Aku membayangkan pastilah hidupnya jauh dari bahagia. Tapi begitu bertemu, sedikitpun tak terlihat kemurungan di wajahnya. Malah sebaliknya, begitu mudahnya dia tersenyum dan tertawa di saat kami bertukar cerita. Memang setelah bertemu dia tak lagi harus cuci darah seperti sebelumnya. Tapi sebagai gantinya dia harus membawa selang di perutnya. Dokter menganjurkan dia harus mengganti cairan sendiri di rumah sebanyak empat kali sehari. Dan itu harus ia lakukan seumur hidupnya. Bayangkan! Rasa jenuh tentu menghinggapinya di saat harus mengganti cairan setiap harinya. Bayangkan juga dia harus membawa selang kemana-mana bahkan saat dia mengajar para mahasiswanya. Kebetulan profesinya adalah seorang dosen. Tapi dia katakan sedikitpun mahasiwanya tak tahu ada selang diperutnya. Dia juga berkata bahwa sedikitpun dia tak memikirkan penyakitnya hingga dia bisa menikmati hari-harinya. Dia ikhlas menerima penyakitnya dan bersyukur karena masih diberi kesempatan hidup oleh Allah sehingga bisa terus mendampingi istrinya dan bercengkrama dengan kedua anaknya.

Akhirnya kekuatan ikhlas itu mampu membangkitkan semangat hidupku lagi. Bersamanya aku mencoba mengatasi ketakutan dan kecemasanku, aku pun mencoba mengangkat pena lagi. Meski sebenarnya aku tak sanggup menahan kristal bening yang mendesak keluar dari kedua pelupuk mataku di saat ingin menulis lagi kisah keluargaku. Namun kucoba lagi mengingat motivasi dari Mande semasa hidupnya yang membuatku ingin selalu berbagi tulisan yang inspiratif dan penuh manfaat buat dunia. Aku ingat saat pertama kali memulai karirku di dunia tulis menulis. Mandelah orang pertama yang selalu memompa semangatku dengan ucapan yang meneguhkanku.

“Nak, teruslah berjuang mengukir dunia dengan tulisanmu yang penuh manfaat bagi semua orang. Sebab menulis adalah sebuah perjuangan yang akan kau kecap imbalannya di akhirat kelak,” ucapmu berkali-kali di saat semangatku melemah kala tak satupun cerpenku dimuat di media.

Caramu mendukungku sangat indah dan mengharukanku. Hingga terus membekas di hati anak perempuanmu yang paling kecil ini yaitu aku. Masih kuingat waktu bersejarah itu penuh euphoria, kuberitahu padamu tentang cerpenku yang akhirnya dimuat dengan judul ‘Rumah Mande’ di annida-online dan Alhamdulillah menjadi cerpen pilihan pembaca nop 2009 hingga dibuatkan video testimoninya. Dengan antusias Mande memintaku untuk membacakan cerpenku itu untuknya. Berhubung mata Mande sudah kabur dan tak bisa lagi melihat, maka dengan senang hati aku membacakannya untuk Mande. Dengan tekun Mande menyimak sampai ceritanya selesai kubaca. Begitulah, setiap ceritaku dimuat di media, Kaulah Mande, orang pertama yang ingin tahu tentang isi cerpenku. Membuatku semakin termotivasi untuk terus menulis hingga kini. Lagi dan lagi meski tak selalu tulisanku dimuat.

Harusnya aku belajar darimu untuk tak pantang berputus asa. Aku bangkit dari pembaringan dan mengambil sebuah pena dari laci. Lalu kembali menggoreskan pena hingga tak kusangka lahirlah buku-buku dari tanganku. Surprise! Beberapa bulan kemudian diterbitkan secara berturut-turut hingga mendekati 10 buku di penerbit mayor. Alhamdulillah. Janji Allah tak pernah salah asal kita mau terus berjuang dan berusaha. Kini semangat menulisku pun bangkit kembali. Yang berpengaruh juga ke semangat hidupku. Salah satunya novel ‘Rumah Mande’ yang kuangkat dari kisah hidup Mande dan Uda. Selamat jalan Mande…Selamat jalan Uda…

Kalianlah motivator sejatiku…. Aku hanya bisa mengabadikan kisah hidup kalian dalam novel ‘Rumah Mande’ yang aku tulis ini. Semoga kisah kalian bisa membawa inspirasi bagi dunia.

Sumber: Muslimah Inspiring Stories

Pusat Data JIC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

3 × 4 =