Ditulis oleh:
Dr. Kautsar Riza Salman, SE., MSA., Ak., BKP., SAS., CA., CPA
Konsep Barakah
Secara ilmu bahasa, al-barakah, berarti berkembang, bertambah dan kebahagiaan (Lisanul Arab). Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya Syarhu Shahih Muslim menjelaskan bahwa: “Asal makna keberkahan, ialah kebaikan yang banyak dan abadi”.
Berikut lima kiat mudah dan praktis untuk mencapai keberkahan usaha: Sedekah, Halal, Jujur, Ta’at, dan Samhan.
Kiat 1: Bersedekah dari hasil usaha
Sedekah merupakan kunci dari keberkahan usaha karena Allah menjamin atau Allah sebagai penjamin bagi siapa saja yang bersedekah, pasti hartanya akan subur dalam arti hartanya akan semakin tumbuh dan berkembang. Hal ini dipertegas dalam Q.S Al-Baqarah ayat 276, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
Al-Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika seorang laki-laki berada di sebuah tanah lapang yang sunyi, dia mendengar sebuah suara di angkasa, “Berilah air pada kebun si Fulan!” Awan itu pun bergerak lalu mencurahkan airnya di satu bidang tanah yang berbatu hitam. Ternyata saluran air dari beberapa buah jalan air yang ada telah menampung air tersebut seluruhnya. Dia pun mengikuti air itu. Ternyata dia sampai kepada seorang pria yang berdiri di kebunnya sedang mengubah aliran air dengan cangkulnya. Laki-laki tadi berkata kepadanya, “Wahai hamba Allah, siapa namamu?”
Petani itu menjawab, “Nama saya Fulan.” Dia menyebutkan nama yang tadi didengar oleh lelaki pertama dari angkasa. Si petani bertanya kepadanya, “Wahai hamba Allah, mengapa Anda menanyakan nama saya?”
Kata lelaki itu, “Sebetulnya, saya tadi mendengar sebuah suara di awan yang airnya baru saja turun dan mengatakan, ‘Berilah air pada kebun si Fulan!’ menyebut nama Anda. Apakah yang Anda perbuat dengan kebun ini?”
Petani itu berkata, “Baiklah, kalau Anda mengatakan demikian. Sebetulnya, saya selalu memerhatikan apa yang keluar dari kebun ini, lalu saya menyedekahkan sepertiganya, sepertiga berikutnya saya makan bersama keluarga saya, dan sepertiga lagi saya kembalikan (untuk modal cocok tanam)….”
Hadits ini menunjukkan pentingnya pengelolaan harta benda secara cermat, dimana sedekah menjadi prioritas utama dalam distribusi laba perusahaan sebab dalam hadits tersebut porsi sedekah sebesar 1/3 dari hasil usaha.
Bila sebuah usaha melakukan praktik yang seperti itu tentu akan diberikan keberkahan sebagaimana kisah pemilik kebun tersebut. Keberkahan merupakan salah satu keutamaan dari sedekah dan berbuat baik kepada orang miskin dan ibnu sabil. Dijelaskan pula keutamaan seseorang makan dan memberi nafkah kepada keluarga dari hasil usahanya sendiri. Di sini, petani itu memisahkan sepertiga hartanya untuk keluarga, sepertiga yang kedua untuk sedekah, dan sepertiga berikutnya untuk modal menanam lagi.
Jika ingin berkah usahanya, maka pengusaha muslim seharusnya memprioritaskan zakat, infak dan sedekah. Indikator suksesnya usaha bukan diukur dari perolehan laba atau keuntungan, tetapi pada indikator pembayaran zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Semakin besar jumlah yang dialokasikan untuk ZIS maka indikator sukses bisnis yang Islami karena akan berdampak pada keberkahan usaha.
Namun, kebanyakan pengusaha lalai dari zakat, infak dan sedekah ini sehingga keberkahan sulit untuk diraih. Mereka hanya memprioritaskan pada keuntungan/laba semata dan transaksi bisnis yang mendatangkan keuntungan. Bahkan mereka tidak menunaikan zakat, infak, dan sedekah.
Pengusaha muslim hendaknya menerapkan prinsip tawazun yaitu keseimbangan dalam berbisnis yaitu antara duniawi dan ukhwari, antara profit dan sosial. Jadi, prinsip tawazun adalah prinsip yang harus dipegang teguh oleh pebisnis muslim.
Kiat 2: Berbisnis yang halal
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena sesunguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram” (HR Abdur-Razaq, Ibnu Hibbanm dan Al-Hakim).
Dari hadits ini, perintah mengambil yang halal adalah perintah wajib dan agar harta usaha kita menjadi berkah. Prinsip dari pebisnis muslim adalah halal adalah harga mati dan tidak bisa ditawar lagi. Sebab usaha yang halal sesungguhnya akan mendatangkan keberkahan. Dan juga rizki, bila dalam perusahaan tidak hanya urusan laba saja, tetapi juga menyangkut kesejahteraan lain yang dapat dirasakan oleh seluruh pegawai, semua sudah Allah atur termasuk rizki yang diterima pebisnis muslim.
Kiat 3: Jadilah pengusaha yang jujur
Dari sahabat Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu” (Muttafaqun ‘alaih).
Dari hadits ini secara tegas, disebutkan bahwa kejujuran mendatangkan keberkahan, sebaliknya kedustaan atau penipuan akan menghilangkan keberkahan harta usaha kita. Maka, jadilah pengusaha yang jujur dan transparan dalam setiap transaksi bisnisnya agar beroleh manfaat keberkahan usaha.
Lawan dari kejujuran adalah penipuan yaitu pengusaha yang curang. Contoh bentuk penipuan yang terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim). Jika dikatakan tidak termasuk golongan kami, maka itu menunjukkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar.
Kiat 4: Jadilah pengusaha yang taat dalam ibadah
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman dalam QS An-Nur ayat 37,
رِجَالٞ لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوۡمٗا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallaahu ‘anhu, dia melihat sebagian pedagang di pasar, ketika dipanggil untuk shalat wajib, segera meninggalkan dagangan mereka dan bangkit. Melihat hal itu, berkatalah Abdullah bin Mas’ud, “Mereka inilah orang-orang yang sebutkan dalam Kitab-Nya:
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual-beli dari mengingati Allah”
Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu ‘Umar ketika berada di pasar, kemudian diserukan iqamah, mereka menutup kedai-kedai mereka lalu memasuki masjid. Kata beliau, “Mengenai merekalah ayat ini turun.”
Pengusaha muslim hendaknya ta’at dalam beribadah kepada Allah dan meneladani praktik para shahabat dalam berbisnis. Para shahabat yang berdagang, bila diseru adzan dan iqamah, mereka menutup kios-kios mereka dan menunaikan sholat berjamaah. Keta’atan dalam beribadah kepada Allah, memprioritas dan tidak meninggalkan kewajiban sholat dan lain-lain, menjadi kunci untuk mencapai keberkahan usaha. Maka jadilah sebagaimana para shahabat Nabi dan teladanilah bagaimana mereka berbisnis, mereka adalah pengusaha sukses dunia akhirat. Semakin sukses perniagaan mereka, mereka semakin ta’at beribadah kepada Allah.
Mengapa mereka bisa bersikap demikian? Semuanya karena bentuk rasa syukur kepada Allah yang telah menjadikan mereka sukses dalam perniagaan, sehingga semakin Allah tambah keberkahan usahanya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS Ibrahim ayat 7,
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Kiat 5: Jadilah pengusaha yang samhan
Hal lain yang menunjukkan keutamaan perniagaan adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada setiap penjula dan pembeli yang senantiasa memudahkan orang lain dalam perniagaannya.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076)
Yang dimaksud dengan “setiap jual beli yang mabrur (diberkahi)” adalah setiap jual beli yang diberi pahala di dalamnya atau secara syar’i, jual beli tersebut adalah jual beli yang sah, tidak ada penipuan di dalamnya, tidak ada khianat dan di dalamnya terdapat kemanfaatan bagi orang banyak dengan menyediakan hal-hal yang mereka butuhkan.
Berdasarkan hadits ini, rahmat dan kasih Allah dilimpahkan kepada mereka memudahkan dalam melakukan jual beli dan menagih hak nya kepada orang yang berutang. Dengan rahmat Allah tersebutlah maka akan diperoleh keberkahan dalam usaha kita. Maka, jadilah pengusaha yang samhan, termasuk samhan (memudahkan) kepada pembeli, memudahkan dalam menunaikan hak pegawai, memudahkan dalam menagih kepada debitur. Semuanya adalah dalam konteks samhan.
Demikianlah lima kiat mudah dan praktis agar usaha kita berkah. Semoga dapat diamalkan dalam kegiatan muamalah kita agar usaha kita semakin berkah serta tumbuh dan berkembang dengan pesat.
Aamiin aamiin Ya Mujibassailin.
Penulis :
Dr. Kautsar Riza Salman, SE., MSA., Ak., BKP., SAS., CA., CPA
Narasumber Radio Jakarta Islamic Centre
(Dosen Universitas Hayam Wuruk (UHW) Perbanas Surabaya
Penulis Buku Akuntansi Syariah
Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Jatim Bidang Akuntansi Syariah)