MANUSIA SUCI DI TENGAH BENCANA

0
278

Kawan saya H. Muhammad Usman, seorang pedagang, bercerita tentang kawan-kawannya dari etnis Cina. Mereka banyak menyinggung soal Gus Dur yang di mata mereka adalah manusia suci, sekalipun mereka bukan muslim. Semasa Gus Dur masih hidup, sebagian dari mereka dan orang-orang seperti mereka pernah datang ke Gus Dur meminta doa agar usaha dan kehidupan mereka diberkahi. Dalam keyakinan mereka, manusia suci di luar agama mereka itu mendatangkan keuntungan. Bagi Muslim, keyakinan demikian agak aneh. Tetapi, begitulah keyakinan, kadang di luar nalar.

Namun, terlepas dari perdebatan apakah Gus Dur dianggap sebagai manusia suci atau bukan, konsepsi manusia suci bukan hanya milik keyakinan yang dianut para pedagang tersebut. Semua agama memiliki konsep manusia suci, termasuk Islam. Syekh Tosun Bayrak Al-Jerrahi Dalam bukunya The Name and The Named yang terjemahannya telah diterbitkan oleh penerbit Serambi menyatakan bahwa salah satu nama Allah dari Al-Asma Al-Husna adalah Al-Quddus yang artinya Maha Suci. Sedangkan orang yang qalbunya telah dibersihkan dan disucikan, dan tidak ada sesuatu di dalamnya kecuali Allah disebut dengan Abdul Quddus. Qalbu dari Abdul Quddus hanya terisi oleh Allah dan suci dari yang lain, sesuai firman Allah SWT di dalam hadits qudsi, “Aku tidak tertampung di langit dan bumi, tetapi Aku tertampung di dalam qalbu hamba-Ku yang beriman.”

Manusia suci dalam khazanah Islam disebut juga dengan insan kamil. Istilah insan kamil diperkenalkan pertama kali oleh Ibnu Arabi dan dikembangkan oleh pengikutnya, Syekh Abdul Karim Al-Jili (1365-1428), melalui bukunya yang berjudul Insan Kamil. Insan kamil artinya manusia paripurna yang  merujuk pada diri Rasulullah SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati dirinya (al-haqiqah al-Muhammad) tidak semata-mata dipahami dalam pengertian  dirinya sebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur atau cahaya Ilahi yang menjadi pangkal dan juga  poros kehidupan di alam semesta. Insan kamil dapat dicapai dengan pelatihan rohani dan pendakian mistik. Tetapi Muhammad Iqbal, pemikir Islam dari Pakistan, tidak setuju dengan konsepsi insan kamil dari Al-Jili yang dipandangnya terlalu mistis. Menurut Iqbal, insan kamil adalah  siapapun dari orang mukmin, yang dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Dia adalah makhluk moralis, yang dianugerahi oleh Allah SWT kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan dalam dirinya, ia senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Ilahi.Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Dengan kata lain, sosok insan kamil ada di setiap tempat dan zaman. Kualitas ruhani mereka bertingkat-tingkat. Di antara mereka ada satu yang paling sempurna, dan yang terkemuka tentu Rasulullah Muhammad SAW. Setelah Rasulullah SAW wafat, status insan kamil terus dijabat oleh orang-orang mukmin yang suci, dekat dengan Allah SWT. Karena hanya status nabi dan rasul saja yang sudah tidak ada lagi setelah Rasulullah SAW wafat, sedangkan staus insan kamil dapat diemban oleh siapa saja dari orang yang beriman.

Manusia suci dalam khazanah Islam juga disebut dengan Waliyullah, kekasih Allah SWT.  Dua ciri utama kekasih Allah SWT disebutkan di dalam Q.S. Yunus ayat 62, yang artinya “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Bagaimana sikap Allah SWT terhadap kekasih-Nya? Hadits riwayat Imam Bukhari ini memberikan gambaran kepada kita: Dari Abu Hurairah ra., ia berkata,” Rasulullah  SAW bersabda Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman, ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (perbuatan) yang Aku sukai seperti bila ia melakukan yang fardhu yang Aku perintahkan kepadanya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk memegang, sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti akan Aku berikan kepadanya.’”

Maka, manusia suci adalah adalah insan kamil yang sudah tentu adalah  Waliyullah, kekasih Allah. Pada peristiwa meletusnya gunung Sinabung, bencana banjir dan tanah longsor di Indonesia, suhu teramat dingin dan membekukan yang terjadi Amerika Serikat, suhu teramat panas yang terjadi di benua Australia, serta gempa bumi yang baru-baru ini terjadi di Selandia Baru,  posisi para manusia suci ini sangat penting. Mereka tersebar di beberapa tempat di permukaan bumi ini. Menurut Prof. Yunasril Ali saat membedah buku Insan Al-Kamil karya Syekh Abdul Karim Al-Jili di Seminar Nasional Filsafat Islam Tasawuf (3/01/2014) di Kampus ICAS, Jakarta Selatan mengatakan bahwa Allah SWT menganugerahkan kehidupan dan kedamaian, termasuk di negeri ini. Eksisny,a alam ini adalah karena masih adanya para insan kamil. Selama masih ada insan kamil ini berarti Tuhan masih ingin melihat alam ini. Alam ini menjadi langgeng karena adanya insan kamil ini. Kalau sosok insan kamil sudah tidak ada lagi, maka selesailah riwayat hidup alam ini.

Akhir kalam, jika terjadi bencana alam di tengah-tengah kita, selain usaha fisik untuk menghentikannya, carilah manusia suci ini untuk mendoakan kita semua. Sebab jelas dari hadits di atas bahwa jika ia memohon kepada Allah SWT, pasti Allah SWT kabulkan. Jangan tertipu dengan penampilan dan gelar-gelar yang disandang seseorang sehingga kita salah menilainya sebagai manusia suci. Rasulullah SAW saja bersabda bahwa Allah SWT tidak melihat jasad dan rupa seseorang, tetapi melihat qalbu orang tersebut. Jangan pula kita beranggapan bahwa manusia suci ini hanya ada negara-negara mayoritas muslim. Mari kita perhatikan di sekeliling kita, siapa tahu manusia suci itu adalah pembantu kita, pesuruh di kantor kita, supir kita, istri kita, suami kita,  ibu kita atau bahkan mungkin dia adalah orang yang tanpa kita sadari telah kita dzolimi dan aniaya selama ini.

Oleh : H. Rakhmad Z. Kiki, S.Ag, MM

Kepala Bidang Pengkajian dan Pendidikan JIC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here