MAQASHID ASY-SYARIAH, HAJI DAN PANDEMI COVID-19 (2)

0
282

JIC, Jakarta– Selanjutnya, agar lebih objektif menilai Diktum (pertimbangan) pembatalan ibadah haji selama masa pandemi Covid 19, kita perlu mendudukan kembali secara utuh pembatalan ibadah Haji di masa pandemi covid 19 dalam perspektif Maqashid Shari’ah . Menurut Jasser auda, Maqashid shari’ah adalah prinsip-prinsip yang menyediakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas dan sejenisnya tentang hukum Islam.

Konsep Maqashid Shari’ah sebenarnya telah dimulai dari masa al-Juwaini yang terkenal dengan Imam Haramain dan oleh Imam al-Ghazali kemudian disusun secara sistematis oleh seorang ahli ushul fikih, yaitu Imam al-Syatibi. Konsep itu ditulis dalam kitabnya yang terkenal, al-Muwwafaqat fi Ushul al-Ahkam, khususnya pada juz II, yang beliau namakan kitab al-Maqashid.

 

Untuk mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan, al-Syatibi kemudian membagi Maqashid ke dalam tiga tingkatan, yaitu: Maqashid dharuriyat, Maqashid Hajiyat dan Maqashid Tahsinat. Dharuriyat artinya harus ada demi kemaslahatan hamba, yang jika tidak ada, akan menimbulkan kerusakan, misalnya rukun Islam.

Sementara Hajiyat maksudnya sesuatu yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesempitan, seperti rukhsah (keringanan) tidak berpuasa bagi orang sakit. Adapun tahsinat artinya sesuatu yang diambil untuk kebaikan kehidupan dan menghindarkan keburukan, semisal akhlak yang mulia, menghilangkan najis dan menutup aurat.

Adapun dharuriyat menurut al-Syatibi, lebih rinci mencakup lima tujuan, yaitu: mejaga agama (hifzh ad-din), menjaga jiwa (hifzh an-nash), menjaga akal (hifzh al-aql), menjaga keturunan (hifzh an-nasl), menjaga harta (hifzh al-mal).

 

Dalam konteks pelaksanaan ibadah haji, ibadah haji merupakan bagian dari prinsip menjaga agama (hifzh ad-din) sebagaimana yang termaktub dalam Qs. Ali Imran: 97, akan tetapi pada teknis penerapannya, implementasi Qs. Ali Imran: 97 di masa pandemi Covid 19, ternyata pelaksanaannya sangat berpotensi bertentangan dengan kesehatan dan keselamatan jemaah haji. Tentu, kesehatan dan keselamatan atas jiwa manusia sebagai dari menjaga jiwa (hifzh al-nafs) menjadi kebutuhan yang harus diprioritaskan (dlaruriyah) dibanding dengan pelaksanaan ibadah haji itu sendiri.

Hemat penulis, pelaksanaan ibadah haji di masa pandemi Covid 19 terdapat benturan antara menjaga agama (hifzh ad-din) hingga menjaga jiwa (hifzh al-nafs) yang menjadikan Maqashid Shari’ah pada persoalan ini akan tercapai.

Pandangan al-Syatibi terhadap pelaksanaan Ibadah Haji tahun 2021 M/ 1442 H, penting untuk kita jadikan renungan. Meski ibadah haji merupakan perintah Allah SWT, sebagaimana yang termaktub dalam Qs. Ali Imran: 97, dan ia merupakan bagian dari prinsip menjaga agama (hifzh al-din).

Akan tetapi pada tataran praktisnya pelaksanaan ibadah haji di masa pandemi Covid 19 ini ternyata sangat berpotensi bertentangan dengan kesehatan dan keselamatan jemaah haji. Tentu kesehatan dan keselamatan atas jiwa manusia sebagai dari menjaga jiwa (hifzh al-nafs) menjadi kebutuhan yang harus diprioritaskan (dlaruriyah) dibanding dengan pelaksanaan ibadah haji itu sendiri.

Selanjutnya pada perspektif qawaidh fiqhiyyah qawaidh fiqhiyyah merupakan pendapat ulama terdahulu, yang sering dijadikan yurisprudensi dalam merumuskan hukum Islam, di antara kaidah fikih yang bisa dijadikan sandaran dalam melihat persoalan ini adalah La Dharara wa La Dhirara (tidak memudaratkan dan tidak pula dimudaratkan). Pada poin ini, pembatalan ibadah haji 2021 sudah tepat. Jemaah haji kita berpotensi tertular maupun menularkan Covid-19 dari atau kepada jemaah sesama haji lainnya. Wallahu a’lam bissawab..

Oleh: M Fadli Feriansyah* (Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah)

Sumber : Republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

14 − two =