Umat Islam di Indonesia patut bersyukur karena pada tahun ini tidak ada perbedaan atau terjadi kesamaan antara pemerintah dan ormas-ormas Islam dalam menetapkan Hari Raya `Idul Adha 1432H, yaitu jatuh pada hari Ahad, 6 Nopember 2011. Sebuah kesamaan yang harusnya bisa juga terjadi untuk penetapan Hari Raya `Idul Fihtri.
Umat Islam di Indonesia patut bersyukur karena pada tahun ini tidak ada perbedaan atau terjadi kesamaan antara pemerintah dan ormas-ormas Islam dalam menetapkan Hari Raya `Idul Adha 1432H, yaitu jatuh pada hari Ahad, 6 Nopember 2011. Sebuah kesamaan yang harusnya bisa juga terjadi untuk penetapan Hari Raya `Idul Fihtri.
Syukur yang lain, khususnya bagi umat Islam di Jabodetabek, pada `Idul Adha tahun ini hewan kurban diperkirakan mencapai 65.570 ekor sapi dan 374.442 ekor kambing dan domba yang pengadaannya dilakukan dengan pemeriksaaan yang ketat sehingga kesehatan hewan terjamin. Pemeriksaaan ketat ini bukan hanya sebelum penyembelihan (ante mortem), tetapi juga setelah penyembelihan (post mortem) yang dilakukan oleh 106 dokter hewan yang ditugasi oleh Kementrian Pertanian ditambah dengan tenaga bantuan dari para mahasiswa kedokteran hewan yang berjumlah ratusan.
Walau demikian, tetap saja peran serta masyarakat untuk dapat melakukan pemeriksaaan ante mortem dan post mortem sangat diharapkan dan dibutuhan. Hal ini mengingat di Jakarta ada sekitar 3000 tempat pemotongan hewan kurban dadakan yang terletak di permukiman warga sehingga dapat menularkan penyakit hewan terhadap masyarakat ditambah dengan jumlah dokter hewan hewan dan tenaga bantuan yang keseluruhannya hanya sekitar 406 orang. Terlebih hewan kurban sudah ada di tempat penampungan sementara yang didirikan seadanya pada H-10 atau lebih lama lagi di saat musim hujan ini sehingga hewan kurban yang tadinya sehat sangat rawan untuk sakit. Oleh karenanya masih ada waktu bagi masyarakat, khususnya yang terlibat langsung dalam pemotongan hewan kurban, untuk menambah pengetahuannya tentang tata cara pemotongan hewan yang syar`i dan higienis agar daging hewan kurban yang dikonsumsi tidak tercemar bakteri dan mengandung racun. Salah satu caranya dengan membaca buku yang diterbitkan oleh Jakarta Islamic Centre (JIC) yang berjudul Pedoman Qurban Praktis dan Higienis. Bagi masyarakat yang menginginkan buku tersebut, untuk diterapkan tahun ini atau tahun depan, dapat memesannya di nomor 081314165949.
Di dalam buku tersebut selain menjelasakan tentang tata cara pemotongan hewan kurban yang higienis dari persiapan hingga pengemasan yang mengadosi sistem HACPP, juga dijelaskan fiqih dan kayfiatnya secara syar`i . Sebagai pengetahuan awal dan bekal kepada pembaca yang terlibat dalam proses pemotongan hewan kurban, berikut dijelaskan mengenai fiqih kurban yang ada di buku tersebut berupa syarat-syarat dan tatakrama atau adab penyembelihan hewan menurut syari`at Islam.
Tata cara penyembelihan hewan menurut syariat Islam, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Pertama, orang yang menyembelih harus beragama Islam, dewasa (baligh) dan berakal sehat, baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, jika penyembelihnya tidak beragama Islam (kafir/musyrik/murtad/munafiq), masih kanak-kanak, sedang mabuk atau gila, maka penyembelihannya dinilai tidak sah sehingga dagingnya pun haram dimakan; kedua, letika akan menyembelih harus membaca basmalah; ketiga, alat penyembelihannya harus tajam; dan keempat keempat, hewan harus disembelih di lehernya dengan memutuskan saluran pernafasan (trachea/hulqum), saluran makanan (oesophagus/ marik), dan dua urat leher (wadajain)-nya. Sedangkan hewan yang tidak dapat disembelih di lehernya karena liar atau jatuh ke dalam lubang, maka penyembelihannya dapat dilakukan di mana saja dari badannya asal dapat mati karena luka tersebut.
Di samping tatacara di atas, seseorang yang akan menyembelihan hewan qurban disunnahkan memperhatikan tata krama atau adab penyembelihan sebagai berikut : Pertama, hewan yang akan disembelih, sunnah dihadapkan ke arah qiblat; kedua, hewan yang akan disembelih, sunnah digulingkan ke sebelah rusuknya yang kiri agar mudah disembelih; ketiga, hewan yang panjang lehernya, hendaknya disembelih di pangkal lehernya dengan memotong dua urat yang ada di sebelah kiri dan kanan lehernya. Dengan demikian, diharapkan dapat mempercepat kematiannya; keempat, orang yang akan menyembelih, disunnahkan membaca shalawat kepada Rasulullah SAW dan membaca takbir sebanyak tiga kali, di samping membaca basmalah; kelima, orang yang menyembelih hewan ternak, disunnahkan menjaga kebersihan sehingga tidak mencemari lingkungan.
Sedangkan untuk proses penyembelihan hewan secara mekanis, yaitu sebelum disembelih, hewan dipingsankan terlebih dahulu dengan listrik dan setelah dipingsankan, hewan yang akan disembelih tetap dalam keadaan hidup (bernyawa) sehingga jika tidak jadi disembelih tetap dapat hidup secara normal, maka pada tahun 1976 Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan, bahwa menyembelih hewan secara mekanis dengan memingsankan terlebih dahulu, hukumnya sah dan halal. Oleh karena itu, kaum muslimin tidak perlu meragukan keabsahan sistem penyembelihan hewan secara mekanis tersebut. Bahkan penyembelihan hewan ternak secara mekanis dinilai lebih baik dari pada penyembelihan secara konvensional, karena dapat meringankan rasa sakit hewan yang akan disembelih, memperlancar, mempercepat dan memperbanyak keluarnya darah sehingga dagingnya lebih bersih dan bermutu, mempercepat waktu pemotongan, serta lebih menghemat biaya pemotongan dan investasinya.
Dengan penjelasan singkat di artikel ini dan rtikel sebelumnya yang memang khusus membahas persoalan hewan kurban, diharapkan kaum muslimin dapat menjadi pengawas dan dapat melaksanakan pemotongan hewan dengan benar secara higienis dan syari`i. Akhirulkalam, keluarga besar JIC mengucapkan selamat berkurban dan selamat `Idul Adha 1432H, semoga Allah swt menerima kurban kita. Amin. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC