MELALUI GELOMBANG IMIGRASI, ISLAM BERGELIAT DI TANAH AMERIKA

0
271

muslim-amerika-_130718145454-174

JIC, JAKARTA — Selain melalui budak, proses masuknya Islam juga melalui gelombang imigrasi. Edward E  Curtis, dalam Muslims in America: A Short History (2009) menyebutkan, dari 1880-an hingga 1914, ribuan Muslim berimigrasi ke Amerika Serikat dari mantan wilayah Kekaisaran Ottoman dan Kekaisaran Mughal.

Ini merupakan gelombang imigrasi besar dan pertama yang terjadi. Hal ini mengakibatkan populasi Muslim AS mengalami peningkatan dramatis pada abad ke-20.

Motivasi utama migrasi selama periode ini adalah stabilitas ekonomi. Pendatang dari Suriah, Yordania, dan Lebanon sebagian besar tidak memiliki pendidikan formal dan datang mencari pekerjaan sebagai buruh.

Gelombang imigrasi berikutnya dipengaruhi oleh undang-undang.  Aturan memperbolehkan masuknya imigran yang melarikan diri penindasan politik serta mereka yang mencari kesempatan ekonomi.

Terbentuknya negara Israel pada 1948 memicu gelombang pengungsi dari warga Palestina, Mesir, Irak, dan Suriah. Peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya migrasi dari ribuan orang ke Amerika Serikat selama periode yang sama.

Muslim Asia Selatan, termasuk dari Pakistan, merupakan blok imigran besar, meskipun tujuan mereka sebagian besar ekonomi. Gelombang kedua ini terdiri atas masuknya individu dengan gelar profesional serta mereka yang mencari kesempatan pendidikan yang lebih tinggi.

Pertumbuhan jumlah umat Islam di Amerika didorong dengan tingginya angka kelahiran dari komunitas imigran keturunan Arab dan Asia Selatan. Sekitar 72 persen dari Muslim Amerika adalah imigran atau generasi kedua.

Menurut Task Force on Muslim American Civic and Political Engagement, diperkirakan ada 1.500 masjid di Amerika Serikat. Namun, data paling akurat terkait aktivitas keagamaan umat Islam Amerika diterbitkan dalam laporan Pew Research Center 2008.

Menurut Pew Research, warga Amerika kelas menengah mengatakan bahwa keberadaan tempat ibadah merupakan hal yang penting untuk mempraktikkan agama tertentu, termasuk keberadaan tempat ibadah bagi Muslim.

Kendati demikian, prasangka publik terhadap Muslim relatif tinggi. Menurut Barrett dalam American Muslims and the Question of Assimilation, warga Amerika memercayai bahwa Muslim berafiliasi dengan jaringan teroris tertentu.

Mereka meminta umat Islam selalu membawa surat dan ID khusus untuk memastikan mereka bukan merupakan anggota teroris. Sekitar 22 persen rakyat Amerika akan memilih untuk tidak memiliki tetangga Muslim.

Sikap warga Amerika terhadap Muslim sangat dipengaruhi oleh usia dan kedekatan pribadi. Jika seseorang telah mengenal kepribadian Muslim dengan baik, prasangka negatif pada Muslim dan Islam akan menurun secara siginifikan. Dibandingkan mereka yang tidak mengetahui sama sekali tentang Islam dan Muslim.

Kebanyakan Muslim Amerika telah memiliki pengalaman, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan bias dan diskriminasi. Mayoritas Muslim Amerika (59 persen) belum secara langsung mengalami diskriminasi anti-Muslim sejak serangan 9/11.

Namun, kebanyakan dari mereka atau sekitar 57 persen mengetahui rekannya yang telah mengalami perlakuan diskriminasi. Mayoritas insiden ini terjadi di tempat kerja, sekolah, atau lingkungan. Muslim Amerika melaporkan perilaku diskirminasi ini sebagai tindakan serangan terhadap rasialis tertentu.

Sumber ; republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

fifteen − 5 =