MEMAHAMI PUASA HARI SYAK DAN KETENTUAN HUKUMNYA

0
1136

JIC – Ketika Syaban sudah lewat pertengahan menuju akhir, terdapat larangan bagi umat Islam untuk melaksanakan puasa sunnah. Larangan ini dimaksudkan untuk mencegah dari ketidaksadaran masuk waktu Ramadan sehingga seseorang berpuasa lebih dari sebulan.

Ketentuan puasa sebulan penuh tanpa ada hari yang boleh dilewatkan hanya ada saat Ramadan. Di luar itu, tidak boleh puasa selama sebulan penuh. Pun demikian ketika Syaban. Meski terdapat anjuran untuk memperbanyak puasa sunah, tidak boleh dilakukan selama sebulan penuh. Harus ada hari-hari di mana seseorang tidak menjalankan puasa saat Syaban.

Sedangkan puasa di hari akhir Syaban sampai Ramadan, para ulama menyatakannya sebagai puasa hari syak. Apakah pengertian hari syak itu sendiri? Dikutip dari Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat Lc., memberikan penjelasan rinci mengenai puasa hari syak. Hari syak diambil dari kata dalam bahasa Arab asy syakku yang artinya ragu-ragu, lawan dari al yaqin yang artinya keyakinan.

Secara istilah, yang dimaksud hari syak sebenarnya adalah tanggal 30 Syaban. Sebabnya, muncul keraguan apakah Syaban berusia 29 atau 30 hari karena hilal 1 Ramadan tidak dapat terlihat. Ketika hilal tidak terlihat, muncul ketidakjelasan apakah sudah masuk Ramadan atau belum. Ketidakjelasan inilah yang disebut syak.

Antara Haram dan Makruh

Puasa di hari tersebut hukumnya dilarang. Dasarnya adalah hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim.

“Janganlah kalian mendahului bulan Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya. Kecuali bila seseorang memang terbiasa melakukan puasa sunnah, maka silakan melakukannya.”

Namun demikian, ternyata ulama berbeda pendapat dalam menetapkan larangan puasa syak antara haram atau hanya makruh. Mazhab yang tegas mengharamkan puasa hari syak adalah Syafi’i, sementara lainnya seperti Hanafi, Maliki, dan Hambali menghukuminya makruh.

Mazhab Syafi’i dan Hanafi

Dalam pandangan Mazhab Syafi’i, puasa syak haram hukumnya. Termasuk pula puasa sunnah di hari syak yang dilaksanakan tanpa adanya sebab. Ini dijelaskan oleh Al Khatib Asy Syarbini (ulama Mazhab Syafi’i) dalam kitabnya Mughni Al Muhtaj.

“Dan tidak halal alias haram dan juga tidak sah berpuasa sunah pada hari syak.”

Mazhab Hanafi lain pandangan. Mazhab ini menghukumi puasa hari syak sebagai amalan makruh. Pendapat tersebut dapat ditemukan, salah satunya dalam kitab Fathul Qadir karya Ibnul Humam (ulama Mazhab Hanafi).

“Dan jangan puasa di hari syak kecuali puasa sunah. Ada tiga bentuk dalam hal ini. Pertama, puasa dengan niat puasa Ramadan maka hukumnya makruh sebagai kami riwayatkan. Kedua, puasa dengan niat puasa wajib yang lain dan hukumnya makruh. Ketiga, puasa dengan niat puasa sunah dan hukumnya tidak makruh.”

Mazhab Maliki dan Hambali

Pun demikian dengan Mazhab Maliki yang juga menghukumi puasa hari syak dengan makruh. Seperti dijelaskan oleh Ibnu Juzai Al Kalbi dalam kitabnya Al Qawanin Al Fiqhiyah.

“Puasa yang makruh: puasa selamanya, puasa hari mengkhususkan Jumat -kecuali puasa sebelum atau sesudahnya-, puasa khusus hari Sabtu -kecuali puasa sebelum atau sesudahnya-, puasa hari Arafah dan puasa hari syak, yaitu hari terakhir bulan Syaban, demi kehati-hatian apabila tidak nampak hilal.”

Mazhab Hambali juga menghukumi puasa hari syak dengan makruh. Seperti dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni.

“Para ahli ilmu memakruhkan puasa pada hari syak, juga menyambut Ramadan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, lantaran larangan dari Nabi SAW atas hal itu.”

Sumber : dream.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

7 + three =