JIC,– Mengkritik tanpa kebencian dan tanpa mengolok-olok bukan hal yang mudah. Menanggapi kritik, olok-olok, apalagi fitnah tanpa dendam, jauh lebih sulit. Dikatakan demikian kerena menanggapi kritik, olok-olok, apalagi fitnah tanpa dendam memerlukan kebesaran jiwa. Boleh jadi, ada orang berilmu, berpangkat, dan berjabatan tinggi, tetapi berjiwa kerdil!
Nabi Menanggapi Kritik, Olok-olok, dan Fitnah
Di dalam bukuĀ Etika DiskusiĀ yang ditulis olehĀ World Assembly of Moslem YouthĀ dikemuĀkakan contoh etika diskusi yang diterapkan oleh Nabi MuhammadĀ shallallahu āalaihi wa sallam. Di antara contoh tersebut adalah diskusi ketika membagi harta pampasan perang (hlm. 32-34). Nabi MuhammadĀ shallallahu āalaihi wa sallamĀ membagi harta pampasan perang lebih banyak kepada kaum Quraisy dan beberapa kabilah Arab dibandingkan dengan yang diterima oleh kaum Anshar.
Berikut ini disajikan penggalan narasi diskusi kaum Nabi RaulullahĀ shallallahu āalaihi wa sallamĀ dengan kaum Anshar.
ā¦. Melihat kenyataan itu, marahlah sebagian mereka dan ada yang sampai berkata, āDemi Allah! RasulullahĀ shallallahu āalaihi wa sallamĀ hanya menjumpai kaumnya sendiriā Sampai Saāad bin Ubadah datang menjumpai beliau seraya berkata, āWahai, RasulullahĀ shaallallahu āalaihi wa sallam! Sebagian dari kaum Anshar keberatan dengan keputusanmu dalam masalah harta rampasan yang engkau peroleh. Engkau membaginya kepada kaummu dan kepada kabilah Arab dalam jumlah yang sangat besar. Sementara kaum Anshar tidak mendapatan sedikit pun.ā
RasulullahĀ shallallahu āalaihi wa sallamĀ berkata, āWahai, Saāad! Kamu sendiri bagaimana?ā
Saāad Ā menjawab, āWahai, Rasulullah! Aku tiada lain kecuali bagian dari kaumku.ā
RasulullahĀ shallallahu āalaihi wa sallamĀ menjawab, āKumpulkan kaummu di tempat ini.ā
Saāad lalu keluar dan mengumpulkan kaum Anshar. Setelah berkumpul, RasulullahĀ shallallahu āalaihi wa sallamĀ berbicara di hadapan mereka. Dengan terlebih dahulu memanjatkan pujian kepada Allah, beliau berkata, āWahai sekalian Anshar! Telah sampai kepadaku berita bahwa kalian marah atas apa yang telah aku putuskan. Bukankah aku telah datang kepada kalian ketika kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberikan petunjuk-Nya, ketika itu kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah mencukupi dengan rezeki-Nya; ketika itu kallian dalam keadaan saling bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hati kalian?ā
Mereka menjawab, āBenar. Allah serta Rasul-Nya lebih banyak pemberiannya dan lebih utamaā.
Kemudian RasulullahĀ shallallahu āalaihi wa sallam bertanya, āWahai, kaum Anshar! Mengapa kalian tidak menjawab pertanyaanku?ā
Mereka berkata, āWahai, Rasulullah! Dengan apa lagi kami harus menjawab pertanyaĀanmu? Sungguh bagi Allah dan Rasul-Nyalah segala pemberian dan keutamaan.ā
BeliauĀ shallallahu aāalaihi wa sallamĀ kemudian berkata, āDemi Allah! Seandainya kalian mau, kalian bisa menjawab dengan mengatakan sesuatu dan kalian benar adanya jika mengatakan sesuatu tersebut. Kalian bisa mengatakan kepadaku, āBukankah engkau datang kepada kami dalam kedaan didustakan. Lalu, kami membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan terhina. Lalu, kami menolongmu. Engkau diusir dari kampung. Lalu, kami menamĀpungmu. Engkau dalam kedaan fakir. Lalu, kami menyantunimu? Wahai, sekalian orang Anshar apakah kalian mempersoalkan harta yang sedikit jumlahnya itu, yang dengannya hati suatu kaum bisa bersatu lalu masuk Islam?
Adapun kalian, saya serahkan kalian kepada keislaman kalian. Wahai sekalian orang Anshar, tidak relakah kalian jika orang lain pulang membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang ke tempat tinggal kalian dengan membawa Rasulullah? Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya jika bukan karena hijrah, niscaya aku adalah bagian dari kaum Anshar. Seandainya suatu kaum melewati lembah, seandainya kaum Anshar melewati lembah yang lain, niscaya aku akan berjalan di lembah yang dilalui oleh kaum Anshar. Ya, Allah! Rahmatilah kaum Anshar, putra Anshar, dan anak cucu Anshar.ā
Seketika itu, menangislah mereka hingga basah jenggot-jenggotnya sembari berkata, āKami rela Rasulullah sebagai jatah pembagian kami.ā
Satu di antara sekian banyak pelajaran yang harus dipetik oleh umat Islam adalah sikap RasulullahĀ shallallahu āalaihi wa sallam. Beliau tidak mencela kaum Anshar, padahal menerima kritik dan celaan. Beliau membalas keburukan dengan kebaikan. Hal ini sesuai benar dengan firman AllahĀ Subhhaanahu wa TaāaalaĀ di dalam surat Fushilat (41): 34,
āDan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang baik sehingga orang yang di antara kamu dan dia tadinya ada rasa permusuhan, seolah-olah teman yang sangat setia.ā
Di samping surat dan ayat tersebut, ada surat dan ayat lain yang juga harus kita jadikan rujukan untuk menanggapi kritik, olok-olok, celaan, dan/atau fitnah misalnya an-Nahl (16): 125, yang artinya,
āSerulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya, Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.ā
Sumber : nu.or.id