MENANGGAPI KRITIK TANPA DENDAM (1)

0
256

JIC,– Mengkritik tanpa kebencian dan tanpa mengolok-olok bukan hal yang mudah. Menanggapi kritik, olok-olok, apalagi fitnah tanpa dendam, jauh lebih sulit. Dikatakan demikian kerena menanggapi kritik, olok-olok, apalagi fitnah tanpa dendam memerlukan kebesaran jiwa. Boleh jadi, ada orang berilmu, berpangkat, dan berjabatan tinggi, tetapi berjiwa kerdil!

Nabi Menanggapi Kritik, Olok-olok, dan Fitnah

Di dalam bukuĀ Etika DiskusiĀ yang ditulis olehĀ World Assembly of Moslem YouthĀ dikemuĀ­kakan contoh etika diskusi yang diterapkan oleh Nabi MuhammadĀ shallallahu ā€˜alaihi wa sallam. Di antara contoh tersebut adalah diskusi ketika membagi harta pampasan perang (hlm. 32-34). Nabi MuhammadĀ shallallahu ā€˜alaihi wa sallamĀ membagi harta pampasan perang lebih banyak kepada kaum Quraisy dan beberapa kabilah Arab dibandingkan dengan yang diterima oleh kaum Anshar.

Berikut ini disajikan penggalan narasi diskusi kaum Nabi RaulullahĀ shallallahu ā€˜alaihi wa sallamĀ dengan kaum Anshar.

…. Melihat kenyataan itu, marahlah sebagian mereka dan ada yang sampai berkata, ā€œDemi Allah! RasulullahĀ shallallahu ā€˜alaihi wa sallamĀ hanya menjumpai kaumnya sendiriā€ Sampai Sa’ad bin Ubadah datang menjumpai beliau seraya berkata, ā€œWahai, RasulullahĀ shaallallahu ā€˜alaihi wa sallam! Sebagian dari kaum Anshar keberatan dengan keputusanmu dalam masalah harta rampasan yang engkau peroleh. Engkau membaginya kepada kaummu dan kepada kabilah Arab dalam jumlah yang sangat besar. Sementara kaum Anshar tidak mendapatan sedikit pun.ā€

RasulullahĀ shallallahu ā€˜alaihi wa sallamĀ berkata, ā€œWahai, Sa’ad! Kamu sendiri bagaimana?ā€

Sa’ad Ā  menjawab, ā€œWahai, Rasulullah! Aku tiada lain kecuali bagian dari kaumku.ā€

RasulullahĀ shallallahu ā€˜alaihi wa sallamĀ menjawab, ā€œKumpulkan kaummu di tempat ini.ā€

Sa’ad lalu keluar dan mengumpulkan kaum Anshar. Setelah berkumpul, RasulullahĀ shallallahu ā€˜alaihi wa sallamĀ berbicara di hadapan mereka. Dengan terlebih dahulu memanjatkan pujian kepada Allah, beliau berkata, ā€œWahai sekalian Anshar! Telah sampai kepadaku berita bahwa kalian marah atas apa yang telah aku putuskan. Bukankah aku telah datang kepada kalian ketika kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberikan petunjuk-Nya, ketika itu kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah mencukupi dengan rezeki-Nya; ketika itu kallian dalam keadaan saling bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hati kalian?ā€

Mereka menjawab, ā€œBenar. Allah serta Rasul-Nya lebih banyak pemberiannya dan lebih utamaā€.

Kemudian RasulullahĀ shallallahu ā€˜alaihi wa sallam bertanya, ā€œWahai, kaum Anshar! Mengapa kalian tidak menjawab pertanyaanku?ā€

Mereka berkata, ā€œWahai, Rasulullah! Dengan apa lagi kami harus menjawab pertanyaĀ­anmu? Sungguh bagi Allah dan Rasul-Nyalah segala pemberian dan keutamaan.ā€

BeliauĀ shallallahu a’alaihi wa sallamĀ kemudian berkata, ā€œDemi Allah! Seandainya kalian mau, kalian bisa menjawab dengan mengatakan sesuatu dan kalian benar adanya jika mengatakan sesuatu tersebut. Kalian bisa mengatakan kepadaku, ā€œBukankah engkau datang kepada kami dalam kedaan didustakan. Lalu, kami membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan terhina. Lalu, kami menolongmu. Engkau diusir dari kampung. Lalu, kami menamĀ­pungmu. Engkau dalam kedaan fakir. Lalu, kami menyantunimu? Wahai, sekalian orang Anshar apakah kalian mempersoalkan harta yang sedikit jumlahnya itu, yang dengannya hati suatu kaum bisa bersatu lalu masuk Islam?

Adapun kalian, saya serahkan kalian kepada keislaman kalian. Wahai sekalian orang Anshar, tidak relakah kalian jika orang lain pulang membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang ke tempat tinggal kalian dengan membawa Rasulullah? Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya jika bukan karena hijrah, niscaya aku adalah bagian dari kaum Anshar. Seandainya suatu kaum melewati lembah, seandainya kaum Anshar melewati lembah yang lain, niscaya aku akan berjalan di lembah yang dilalui oleh kaum Anshar. Ya, Allah! Rahmatilah kaum Anshar, putra Anshar, dan anak cucu Anshar.ā€

Seketika itu, menangislah mereka hingga basah jenggot-jenggotnya sembari berkata, ā€œKami rela Rasulullah sebagai jatah pembagian kami.ā€

 

Satu di antara sekian banyak pelajaran yang harus dipetik oleh umat Islam adalah sikap RasulullahĀ shallallahu ā€˜alaihi wa sallam. Beliau tidak mencela kaum Anshar, padahal menerima kritik dan celaan. Beliau membalas keburukan dengan kebaikan. Hal ini sesuai benar dengan firman AllahĀ Subhhaanahu wa Ta’aalaĀ di dalam surat Fushilat (41): 34,

ā€œDan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang baik sehingga orang yang di antara kamu dan dia tadinya ada rasa permusuhan, seolah-olah teman yang sangat setia.ā€

Di samping surat dan ayat tersebut, ada surat dan ayat lain yang juga harus kita jadikan rujukan untuk menanggapi kritik, olok-olok, celaan, dan/atau fitnah misalnya an-Nahl (16): 125, yang artinya,

ā€œSerulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya, Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.ā€

Sumber : nu.or.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here