Seakan sudah menjadi kalender tetap jika setiap Ramadhan tiba, maka harga-harga pangan naik secara fantastis. Pada Ramadhan tahun ini, kenaikan bukan hanya pada produk pangan yang mewah untuk dikonsumsi, seperti daging sapi, tetapi pada produk pangan yang menjadi konsumsi rakyat miskin, yaitu tempe dan tahu.
Kenaikan harga-harga pangan di bulan Ramadhan tidak sepenuhnya disalahkan kepada para pedagang atau pemasok. Kenaikan memang mengikuti hukum eknomi: Tingginya penawaran dikarenakan tingginya permintaan. Seharusnya, hukum ekonomi tidak terjadi pada bulan Ramadhan, bulan yang mengurangi permintaan terhadap kebutuhan pangan. Tetapi, kenyataannya berbicara lain. Penyebabnya hanya satu, yaitu budaya konsumerisme di bulan Ramadhan, budaya ini sudah terjadi dalam waktu puluhan tahun lamanya. Membeli makanan berbuka berlebihan dan menumpuk makanan di dalam lemari es adalah bentuknya. Budaya ini semakin diperkuat oleh iklan-iklan minuman dan makanan yang memborbardir orang-orang yang sedang shaum tanpa mengenal waktu.
Seakan sudah menjadi kalender tetap jika setiap Ramadhan tiba, maka harga-harga pangan naik secara fantastis. Pada Ramadhan tahun ini, kenaikan bukan hanya pada produk pangan yang mewah untuk dikonsumsi, seperti daging sapi, tetapi pada produk pangan yang menjadi konsumsi rakyat miskin, yaitu tempe dan tahu.
Kenaikan harga-harga pangan di bulan Ramadhan tidak sepenuhnya disalahkan kepada para pedagang atau pemasok. Kenaikan memang mengikuti hukum eknomi: Tingginya penawaran dikarenakan tingginya permintaan. Seharusnya, hukum ekonomi tidak terjadi pada bulan Ramadhan, bulan yang mengurangi permintaan terhadap kebutuhan pangan. Tetapi, kenyataannya berbicara lain. Penyebabnya hanya satu, yaitu budaya konsumerisme di bulan Ramadhan, budaya ini sudah terjadi dalam waktu puluhan tahun lamanya. Membeli makanan berbuka berlebihan dan menumpuk makanan di dalam lemari es adalah bentuknya. Budaya ini semakin diperkuat oleh iklan-iklan minuman dan makanan yang memborbardir orang-orang yang sedang shaum tanpa mengenal waktu.
Ajaran Islam sendiri melarang sikap konsumerisme, apalagi dalam masalah makanan dan minuman. Allah SWT berfirman di QS. Al-A`raf ayat 31 yang artinya,” Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada wadah yang dipenuhi anak Adam yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah anak Adam mengkonsumsi beberapa suap makanan untuk menguatkan tulang rusuknya. Kalau memang tidak ada jalan lain (memakan lebih banyak), maka berikan sepertiga untuk (tempat) makanan, sepertiga untuk (tempat) minuman dan sepertiga untuk (tempat) nafasnya.” (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah).
Rasulullah SAW juga bersabda, “Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya kemudian berikutnya. Kemudian akan datang suatu kaum mereka memberikan persaksian padahal tidak diminta persaksiannya. Mereka banyak bernadzar tetapi tidak menunaikannya. Dan banyak di kalangan mereka orang-orang gemuk.” (H.R. Muslim) Al-Imam Thabrani dan Ibnu Abi Dunya meriwayatkan hadits yang Rasulullah SAW bersabda,“Akan terjadi pada umatku seseorang memakan semua jenis makanan, meminum semua jenis minuman, memakai semua jenis pakaian dan banyak berbicara. Maka mereka itulah paling buruknya umatku.” Imam Bukhari dan Ibnu Abid Dunia meriwayatkan dari Aisyah ra. dia berkata,” Bala yang pertama-tama sekali berlaku kepada ummat ini sesudah kepergian Nabi SAW ialah kekenyangan perut. Sebab apabila sesuatu kaum kenyang perutnya, gemuk badannya, lalu akan lemahlah hatinya dan akan merajalelalah syahwatnya.”
Dari hadits yang terakhir di atas ini kita mengetahui bahwa budaya konsumerisme, terutama dalam masalah pangan, yang melanda umat Islam sekarang ini ternyata telah diramalkan oleh Rasulullah SAW. Budaya yang yang merupakan salah satu bala yang menimpa umat Islam, bala yang merupakan salah satu faktor utama penyebab hilangnya semangat jihad dan kekalahan umat ini dibandingkan umat lainnya. Bala bagi umat Islam yang selalu dalam kekenyangan bukan hanya di dunia ini saja, tetapi juga di akhirat.
Diriwayatkan oleh Hakim dari Abu Juhaifah ra. dia berkata,”Rasulullah saw. bersabda, ’Sesungguhnya orang yang paling banyak kenyang di dunia, mereka adalah orang yang paling lapar di hari kiamat.’.” Matan hadits yang sama juga diriwayatkan oleh Al-Bazzar, Rasulullah saw. bersabda,” Orang yang paling banyak kenyang di dunia adalah yang paling lama lapar di akhirat.” Al-Imam Ath-Thabrani juga meriwayatkan dengan sanad hasan yang bermaksud, “Orang yang banyak kenyang di dunia mereka adalah orang yang banyak lapar di akhirat.”
Orang-orang saleh, para sufi terkemuka, sepeninggalan Rasulullah saw. sangat memahami bala ini. Mereka mempraktikan sunnah Rasulullah saw. untuk selalu menjaga perut mereka dari kekenyangan dan menjauhi budaya konsumerisme pangan. Dikisahkan, suatu ketika Rabiah al-Adawiyah makan bersama dengan keluarganya. Sebelum menyantap hidangan makanan yang tersedia, Rabi’ah memandang ayahnya seraya berkata, “Ayah, yang haram selamanya tak akan menjadi halal. Apalagi karena ayah merasa berkewajiban memberi nafkah kepada kami.” Ayah dan ibunya terperanjat mendengar kata-kata Rabi’ah. Makanan yang sudah di mulut akhirnya tak jadi dimakan. Ia pandang Rabi’ah dengan pancaran sinar mata yang lembut, penuh kasih. Sambil tersenyum, si ayah lalu berkata, “Rabi’ah, bagaimana pendapatmu, jika tidak ada lagi yang bisa kita peroleh kecuali barang yang haram?” Rabi’ah menjawab,“Biar saja kita menahan lapar di dunia, ini lebih baik daripada kita menahannya kelak di akhirat dalam api neraka.”
Lalu, bagaimana memutuskan budaya konsumerisme pangan dari umat Islam? Selain dengan terus memberikan peringatan melalui tulisan dan ceramah atau tausiyah, juga melalui pendidikan kepada generasi penerus, terutama kepada anak-anak. Sebab, jika orang dewasa sulit untuk diberikan penerangan, maka harapan itu masih ada pada anak-anak. Anak-anak lebih mudah untuk dididik dan membudayakan hidup dengan makan dan minum secukupnya dan menjauhi budaya konsumerisme pangan yang diharapkan kelak ketika mereka dewasa dapat memutus budaya tersebut dari tubuh umat Islam. Maka, pada bulan Ramadhan ini, Jakarta Islamic Centre (JIC) akan mengadakan Jambore Ramadhan 1433H khusus anak-anak usia 10 s/d 12 tahun ( usia SD atau yang sederajat). Kegiatan ini diadakan dari hari Sabtu sore s/d Ahad sore, 28 s/d 29 Juli 2012 (peserta menginap). Adapun tema yang diangkat pada Jambore Ramadhan kali ini adalah “Aku Anak Saleh Berprestasi”. Sedangkan maksud dan tujuan diadakan kegiatan ini adalah menanamkan kedisiplinan anak untuk beribadah dan menjauhi sikap konsumerisme pangan, meningkatkan kualitas spiritual anak, meningkatkan kebersamaan melalui silaturahmi sesama peserta, dan memacu kreativitas dan prestasi peserta melalui workshop dan lomba. Bagi yang berminat dengan kegiatan ini dapat mendaftarkan anak, keponakan, sepupu atau saudaranya dengan menghubungi panitia di telepon (021) 4413069 atau ke 085693821958, (021) 99951244. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC