ANTARA FOTO
JAKARTA, JIC — Aktivis anti korupsi melihat penunjukkan Presiden Joko Widodo atas menteri-menteri yang pernah diperiksa KPK berpotensi membuat semangat anti korupsi di lingkungan pemerintah bermasalah.
Tiga menteri yang ditunjuk dan dilantik Jokowi (23/10) pernah menjadi saksi atas sejumlah kasus korupsi, yakni :
- Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali;
- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim;
- Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan nama-nama itu belum tentu terlibat korupsi di masa lampau.
Namun, ia menyayangkan keengganan presiden untuk melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengecek latar belakang orang-orang yang dipilihnya sebagai menteri.
Sebelumnya, Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengonfirmasi bahwa KPK tidak dilibatkan dalam proses pemilihan menteri.
“Memang tidak ada kewajiban (untuk berkoordinasi dengan KPK). Cuma kalau mau melacak secara detail, harusnya semua informasi diambil,” ujar Zainal.

Ia kemudian mempertanyakan janji presiden untuk memberantas korupsi dan mengangkat orang yang berintegritas.
“Kalau saya sebagai dosen, saya memberi nilai ‘D’ (terkait komposisi kabinet). Saya lihat ini lemah banget.”
Sementara itu Jokowi telah berpesan pada menteri-menterinya untuk tidak terlibat korupsi.
“Saya juga telah memerintahkan kepada seluruh anggota kabinet yang tadi telah saya umumkan untuk yang pertama jangan korupsi. Ciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi,” kata Jokowi.
Zainudin Amali : Diperiksa terkait dua kasus korupsi
Zainudin Amali pernah diperiksa oleh KPK terkait kasus korupsi yang melibatkan mantan Hakim Konstitusi Akil Mochtar.
Dalam rangkuman kasus terkait Akil Mochtar, diketahui bahwa pada 1 Oktober 2013, Akil menghubungi Zainudin Amali, yang saat itu merupakan Ketua DPD I Golkar Jawa Timur, yang juga Ketua Bidang Pemenangan Pilkada Jawa Timur untuk Pasangan Soekarwo-Saifullah, untuk meminta uang sebesar Rp10 miliar.
Soekarwo dan Saifullah terpilih dalam pemilihan gubernur itu.

Uang itu diminta Akil sebagai syarat pasangan tersebut dimenangkan dalam permohonan keberatan yang diajukan calon gubernur dan wakil gubernur saat itu, Khofifah Indar Parawansa dan Herman Sumawiredja.
Zainudin mengatakan ia menyetujui untuk mengkomunikasikan permohonan itu dengan timnya, sebagaimana tercantum dalam ringkasan kasus.
Pada 2 Oktober 2013, terungkap bahwa Zainudin kembali menghubungi Akil untuk bertemu secara langsung.
Akil menyetujui dengan meminta saksi untuk datang bertemu ke kediaman dinasnya.

Namun pertemuan tersebut tidak jadi dilaksakanan karena Akil terlebih dahulu ditangkap oleh petugas KPK bersama dengan Chairun Nisa, Hambit Bintih, dan Cornelis Nalau Antun terkait pengurusan permohonan keberatas atas hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas.
Di tahun 2014, Zainudin yang menduduki jabawan Wakil Ketua Komisi VII DPR diperiksa KPK terkait kasus dugaan suap di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kantor kerjanya juga digeledeh oleh KPK.
Meski begitu, Zainudin mengatakan tidak ada pembicaraan terkait kasus korupsi dalam pertemuannya pertemuannya dengan Jokowi (22/10).
“Ndak ada (pembahasan) itu sama sekali,” ujarnya.
Ia mengatakan setiap calon menteri diminta untuk menandatangani pakta integritas yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah terlibat kasus korupsi, tidak rangkap jabatan (non-politik), dan tidak berkewarganegaraan ganda.
sumber : bbcindonesia.com