MINA, HARAPAN, DAN KOTA SERIBU TENDA

0
812
Kawasan Mina. Foto MCH 2025

JIC – Fase puncak haji yaitu Wukuf di Arafah, mabit atau bermalam di Muzdalifah dan Mina adalah fase utama seluruh rangkaian ibadah haji. Puncak haji dengan segala tantangannya menjadi momentum jemaah mengkalibrasi ulang dirinya dengan realitas diri selama ini. Masa jemaah haji berdiam di Arafah untuk wukuf dan bermalam di Muzdalifah waktunya cukup singkat. Berbeda dengan Arafah dan Muzdalifah, Mina seperti sebuah pemukiman yang permanen, jemaah haji akan tinggal selama tiga atau empat hari. Mina bak Kota Seribu Tenda.

Mina menjadi tempat pemberhentian jutaan jemaah seluruh dunia setelah dari Arafah dan Muzdalifah. Menukil ungkapan Dr. Muhammad Ulinnuha, anggota Mustasyar Diny PPIH Arab Saudi, Mina secara bahasa terkadang disebut Muna atau harapan. Mina salah satu tempat terbaik melangitkan harapan dengan bermunajat dan berdoa kepada Pemilik Semesta Raya.

Mina dengan makna harapan, jemaah memusatkan akal budi untuk melakukan ritual haji dengan kemampuan terbaik mereka, dan untuk mendapatkan pahala yang dijanjikan. Setelah ritual Arafah dan Muzdalifah selesai, jemaah bergeser ke Mina. Mereka akan menyelesaikan siklus dan mengakhiri apa yang telah mereka mulai di Arafah dan Muzdalifah. Hanya ada satu hari, dihabiskan di Arafah, dan satu malam, dihabiskan di Muzdalifah, yang memisahkan dua masa tinggal di Mina.

Tanggal 10 Zulhijjah dan selanjutnya, jemaah haji melakukan rangkaian ibadah haji; melempar jumrah, mempersembahkan kurban, mencukur rambut, dan pergi ke Makkah untuk melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah (tawaf al-ifadah) dan sa’i antara Safa dan Marwah. Makna lain dari akar kata “Mina” adalah “memancar keluar”. Ini terkait dengan ritual pengorbanan di Mina adalah tempat pengorbanan. Itu adalah tempat suci yang terkait dengan darah yang memancar setiap tahun dari banyak hewan kurban.

Menyembelih hewan kurban hendaknya digunakan untuk meningkatkan ketakwaan dan meningkatkan ketaqwaan. Firman Allah Swt, “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepadaNya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin. (al-Hajj, 37).

Di Mina, jemaah haji belajar bahwa pengorbanan itu terus-menerus dan beragam, baik dalam hal skala maupun dampaknya. Orang harus terus memberi jika mereka ingin terus menerima. Pengorbanan memberdayakan dan memperkaya. Pada hari pertama di Mina, dari tiga pilar jamarat, seorang peziarah hanya menuju yang terakhir dan terbesar (al-jumrah al-kubra/Aqabah), melewati jumrah pertama dan kedua yang lebih kecil. Itulah hari pertama – baru saja tiba dari Arafah dan Muzdalifah – dan seorang peziarah siap untuk hadiah terbesar. Ia tahu betul, bahwa jika berhala terbesar dihancurkan, memberikan pukulan telak pada yang lain relatif mudah.

Setiap kerikil harus ditujukan untuk menghilangkan satu kekurangan dalam diri seseorang, yang pada gilirannya akan berkontribusi untuk meruntuhkan paradigma (berhala) yang jauh lebih besar dan jauh lebih substansial yang menjadi dasar dari kekurangan tersebut. Berhala tidak selalu bersifat material dan nyata. Lebih sering daripada tidak, berhala bersifat immaterial dan tidak terlihat, secara bertahap memakan dan menghancurkan seseorang dari dalam.

Di Mina, seorang jemaah haji hendaknya berniat untuk tunduk kepada perintah Allah dan untuk menunjukkan pengabdian dan penghambaan. Seorang jemaah haji harus tulus kepada dirinya sendiri dan kepada Allah. Kemudian niatnya hendaknya meniru teladan Ibrahim dan bagaimana dia berhasil menjauhkan setan. Mina mengajarkan jemaah haji bahwa dalam peperangannya dengan setan dan pasukannya, ia harus mengambil inisiatif dan melakukan serangan, alih-alih mundur dan menyerah.

Orang beriman adalah mereka yang melempar dan mengusir, dan setan adalah mahluk yang dilempar dan diusir; orang beriman adalah mereka yang umumnya mengendalikan urusan dan setan adalah mahluk yang dikendalikan. Orang beriman adalah mereka yang semakin kuat dan akhirnya akan menang, sementara setan mundur dan akhirnya akan jatuh terkapar. Di Mina, nasib setan telah ditentukan dan akhir hidupnya telah dinubuatkan.

Mina, menghadirkan atmosfir religiusitas yang tidak semua umat Islam mampu menyerap dan menjadi pengalaman tak terpanai, hanya bagi hamba yang mendapat panggilan Tuhan untuk menjadi tamuNya. Tantangan Mina mendorong seseorang untuk menempatkan dirinya sebaik mungkin dalam perjamuan akbar yang dikreasikan Tuhan. Perjamuan memohon ampunan, meminta yang terbaik, karena selain di Arafah dan Muzdalifah, di Mina langit seperti tidak bertirai menjangkau Tuhan Maha Pengasih.

Sumber : Kemenag RI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

twenty − fourteen =