MUHAMMADIYAH SIAP STANDARDISASI KHATIB

0
132

JIC, JAKARTA — Ketua Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Muhammadiyah, Muhammad Ziyad, menegaskan, Muhammadiyah siap untuk melakukan standarisasi khatib. Namun, dia meminta,pemerintah terlebih dahulu melakukan dialog dengan ormas-ormas Islam di Indonesia.

“Kalau Muhammadiyah siap saja, tapi kita minta pemerintah berdialog dulu dengan ormas-ormas Islam,” kata Ziyad kepada Republika, Rabu (1/2).

Ziyad mengatakan, pemerintah harus bisa merumuskan dengan penuh kehati-hatian, atas unsur-unsur dari standarisasi yang hendak dilakukan. Dia mengingatkan, jangan sampai standarisasi yang tujuannya baik malah mengooptasi umat Islam, terutama tentang kebebasan berpendapatnya.

Ziyad turut meminta Kementerian Agama dapat bersikap seobyektif mungkin, dan tidak boleh menjalankan standarisasi cuma karena kepentingan sepihak. Pasalnya, hal itu akan berbahaya karena akan mengkooptasi kemerdekaan berpikir, termasuk berpendapat umat Islam di Indonesia.

“Kita ada pengalaman era orde baru, jangan lagi terulang, tapi memang khatib tidak boleh bebas sebebas-bebasnya,” ujar Ziyad.

Terkait unsur-unsur standardisasi, dia menegaskan, salah satu yang terpenting seorang khatib tidak boleh melakukan serangan kepada personal. “Kemungkaran tidak boleh dilakukan dengan menyerang secara personal, dan selama ini itu sudah jadi prinsip di Muhammadiyah,” ujarnya.

Dan sejumlah saran dia menuturkan juga kepada Kementerian Agama jika standardisasi benar-benar akan dilakukan atau diterapkan.

“Pertama jangan sampai seperti Malaysia. Sebab, di sana materi khutbah dari ibu kota negara sampai desa itu sama,” kata Ziyad kepada Republika, Rabu (1/2).

Menurut Ziyad, jika seperti itu diterapkan, maka varian berpikir umat Islam di Indonesia bisa jadi malah tidak akan tumbuh dan berkembang. Karenanya, dia pun meminta pemerintah memahami Indonesia ini sangat luas, sehingga yang harus diatur seharusnya berkaitan dengan prinsip atau standar umum.

Semisal, seorang khatib pemahaman agamanya harus baik, tentu dengan pedoman Alquran dan sunnah. Selain itu, bisa pula seorang khatib diharuskan menumbuhkan toleransi umat, tidak boleh menyerang dan memberi ruang kebencian, terutama atas perbedaan mazhab yang mungkin ada. “Menumbuhkan toleransi, misalnya saling menghargai mazhab,” ujar Ziyad.

Tapi, dia mengingatkan, kebencian yang dimaksud tentu sepanjang bukan kemunkaran, karena kalau menghilangkan kemunkaran tidak bisa dibilang kebencian. Menurut Ziyad, amar makruf nahi mungkarharus tetap dan khutbah melawan kemunkaran tidak boleh dicap sebagai makar, jangan sampai penegasan kebatilan tidak terwujud.

Sumber ; republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here