PANDEMI COVID-19 DAN PENGATURAN SALAT JUMAT: ANTISIPASI JEMAAH RAMAI, DEWAN MASJID ANJURKAN PENGATURAN GANJIL-GENAP, PEMERINTAH MENGATAKAN TIDAK ADA ATURAN BARU

0
216
ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE
Image captionSejumlah umat muslim bersiap melaksanakan shalat Jumat berjamaah dengan menerapkan jaga jarak di Masjid Agung Syekh Yusuf, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Jumat (12/6/2020).

JIC,— Dewan Masjid Indonesia (DMI) menganjurkan semua masjid untuk mengatur pelaksanaan salat Jumat dengan dua gelombang berdasarkan ganjil genap nomor ponsel demi mengurangi kerumunan, namun hal itu dinilai merepotkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pengurus masjid.

MUI mengatakan aturan yang perlu diterapkan untuk salat Jumat sudah lengkap tertuang dalam fatwa MUI penyelenggaraan ibadah demi mencegah penularan Covid-19.

Sementara, pemerintah melalui Kementerian Agama mengatakan tak ada peraturan baru, di tengah dikeluarkannya edaran dari DMI bahwa salat Jumat perlu dilakukan dengan sistem ganjil genap berdasarkan telepon seluler.

Sejumlah masjid di Jakarta mengatakan akan melanjutkan menjalankan salat Jumat sesuai protokol kesehatan yang sama sejak Pemerintah Provinsi DKI memperbolehkan pelaksanaan ibadah pada awal Juni, termasuk membatasi kapasitas masjid demi menjaga jarak atau physical distancing.

 

Birrul Walidain, pengurus bidang Dakwah dan Peribadatan di Masjid Al-Falah Taman Bona Indah, Jakarta Selatan, mengatakan pengaturan ganjil genap berdasarkan ponsel akan sulit diterapkan.

“Kalau shift sebagaimana yang dibuat Taman Bona Indah, kalau berdasarkan nomor handphone, agak rumit yah… Yang datang duluan aja dipersilahkan,” kata Birrul kepada BBC News Indonesia.

Birrul mengatakan masjid yang terletak di daerah Lebak Bulus itu memang sempat ramai pada saat pertama kali dibuka kembali ketika Jakarta memasuki masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan begitu, Masjid Al-Falah kemudian melaksanakan dua gelombang, sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan.

Namun, jemaah berangsur berkurang di pekan kedua, dengan semakin banyak masjid yang dibuka kembali. Meski demikian, Birrul mengatakan pihaknya telah menyiapkan lapangan olah raga yang terletak di samping masjid demi antisipasi banyaknya jumlah jemaah.

Masjid Agung Sunda Kelapa bahkan menilai tidak perlu menambahkan shift di tengah kebijakan pembatasan jemaah saat masa transisi PSBB.

“Empat puluh persen yang di dalam yang selama ini bisa dipakai, plus lahan yang cukup luas sehingga sangat memadai sehingga Masjid Agung Sunda Kelapa hanya satu shift saja,” kata Kepala Bidang Umum dan Operasional Masjid, Laode Basir, Kamis (18/06).

Seperti apa anjuran ganjil-genap yang dimaksud DMI?

Sebelumnya, Kementerian Agama mengatur kegiatan keagamaan sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran (SE) No. 15 tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di masa pandemi.

Berdasarkan hal itu, pelaksanaan ibadah di rumah ibadah diantaranya tetap menjaga jarak, atau physical distancing. Hal itu berdampak langsung pada jumlah orang yang tertampung dalam suatu gedung ibadah.

Salat JumatHak atas fotoANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARSO
Image captionUmat Islam bersiap menunaikan ibadah shalat Jumat di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta, Jumat (5/6/2020).

Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni mengatakan pihaknya prihatin dengan kondisi di mana jemaah hingga menempati posisi di luar gedung masjid demi menjalankan salat Jumat. Di Jakarta, kata Imam, dimana tidak banyak masjid yang memiliki halaman, jemaah bahkan ada sampai ke jalanan.

“Atas dasar keprihatinan itulah, satu bahwa, sebenarnya masyarakat dan jemaah sudah menerapkan, menjalankan tata cara baru selama masa pandemi itu dengan disiplin protokol kesehatan. Tetapi, ketika Jumatan begitu di luar sampai ke jalan, itu berarti kan counter-productive karena tidak menghitungkan lagi potensi penularan Covid itu,” kata Imam via telepon (18/06).

“Di situ lah lantas, DMI mengeluarkan pelaksanaan Jumatan dua gelombang itu kira-kira bisa diatur berbasis pada nomor ganjil dan genap HP. Pada tanggal ganjil misalnya, orang yang memiliki nomor ganjil di shift pertama atau gelombang pertama, yang bernomor genap di gelombang kedua, begitu sebaliknya, orang-orang pertama yang bernomor genap,” tambahnya.

Hendro Nurcahyo, seorang warga Bogor, Jawa Barat, mengatakan bahwa ia tidak mempermasalahkan jika masjid menerapkan peraturan itu namun dengan syarat.

“Saya sih ok saja, tidak masalah. Selama aturan yang dibuat adalah aturan yang disepakati para Ulama. Contoh seperti tidak adanya salat jumat, saya ikutin karena itu kesepakatan Ulama,” kata Hendro kepada BBC News Indonesia (18/06).

Apa kata MUI?

Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Huzaemah Tahido Yanggo, menolak gagasan ganjil genap oleh DMI itu.

Huzaemah pun menegaskan kembali Fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Salat Jumat dan Jamaah untuk Mencegah Penularan Covid-19.

Di dalamnya, tertuang aturan seperti perenggangan saf yang diperbolehkan, serta melakukan ta’addud al-jumu’ah (penyelenggaraan salat Jumat berbilang), dengan menyelenggarakan salat Jumat di tempat lainnya seperti musala, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion jika jemaah salat Jumat tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing.

Salat JumatHak atas fotoANTARA FOTO/FAUZAN
Image captionSejumlah umat Islam melaksanakan shalat Jumat berjamaah dengan menerapkan jaga jarak fisik di Masjid Al Amjad, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19 menjelang penerapan tatanan hidup normal baru di Tangerang Raya.

Di luar itu, ada pula peraturan berdasar zona wilayah yang dibagi menjadi merah, atau zona dengan jumlah kasus yang banyak, zona kuning, dan zona hijau, dimana tidak ada kasus baru.

“Kalau zona merah, menurut pemerintah, itu yang nggak boleh dulu Jumat. Tetapi kalau seperti ganjil-genap, siapa yang mau cek HP orang? Belum lagi cek suhu badannya dimana. Kan merepotkan, cari kerjaan itu. Yang penting, seperti protokol kesehatan itu, kalau masih diragukan, ya jarak 1 meter itu lah. Bagi yang tidak dapat tempat bisa dia salat Dzuhur karena uzur,” tutur Huzaemah, Kamis (18/06).

Bagaimana tanggapan pemerintah?

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, mengatakan pemerintah belum menetapkan peraturan baru terkait pelaksanaan salat Jumat.

Ia mengatakan hasil evaluasi sementara menunjukkan tren yang membaik dalam pelaksanaan salat Jumat sesuai protokol kesehatan dan Surat Edaran Menteri Agama No. 15 Tahun 2020, walaupun masih ada beberapa tempat yang tidak sepenuhnya sesuai protokol Covid-19.

Salat JumatHak atas fotoANTARA FOTO/KORNELIS KAHA
Image captionPelaksanaan Shalat Jumat berjamaah di Masjid Raya Nurussa’adah, Kota Kupang, NTT, kembali digelar setelah dua bulan lebih ditiadakan dengan mentaati protokol kesehatan pencegahan Covid-19 seperti menggunakan masker, mencuci tangan, melakukan tes suhu tubuh dan menjaga jarak saat shalat.

Pekan lalu, Kamaruddin mengatakan Menteri Agama, Fachrul Razi, akan mempertimbangkan untuk melakukan evaluasi terkait pelaksanaan salat Jumat setelah mendapat laporan bahwa ada beberapa masjid yang belum menjalankan protokol kesehatan.

Hingga kini, Kamaruddin mengatakan kesadaran masyarakat tentang Covid-19 dalam pelaksanaan salat Jumat semakin membaik. Ia juga menambahkan bahwa pihaknya akan terus evaluasi.

Ketika ditanyakan tanggapan pemerintah soal edaran DMI mengenai anjuran ganjil genap dengan nomor ponsel dan dilakukan dalam dua gelombang, Kamaruddin merujuk kembali pada Fatwa MUI.

“Tentang salat Jumat dua sif sebenarnya ada dasarnya dari Fatwa MUI meskipun ada perbedaan pendapat. Jadi prinsipnya, jika masjid harus melaksanakan dua kali dengan kedaruratan dan kemaslahatan ada dasar dari Fatwa MUI,” kata Kamaruddin melalui pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Kamis (18/06).

 

Sumber : bbcindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

ten + eleven =