JIC- Tempat ibadah, begitulah kebanyakan orang beranggapan tentang Masjid. Menjadi tempat bagi umat muslim untuk bermunajat kepada-Nya. Ramai ketika makmum datang untuk menunaikan shalat, dan kembali sepi ketika doa telah selesai dibacakan oleh Imam. Anggapan ini terus berkembang dan melekat dari generasi ke generasi berikutnya.
	Pada kenyataannya, Ibadah memiliki arti yang sangat luas. Namun, kebanyakan orang sekarang masih menganggap ibadah dengan kacamata awam, yang hanya sebatas mengaji, shalat, dan kegiatan beribadah khusus lainnya. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, karena kita tahu bahwa hidup bermasyarakat dengan akhlak yang baik serta menimba ilmu di jalan Allah SWT juga merupakan sebuah ibadah.
	Pada zaman Rasulullah SAW, Masjid tidak hanya digunakan untuk ibadah khusus seperti shalat, mengaji, dan dzikir saja. Rasulullah SAW juga menggunakan Masjid untuk membicarakan tentang perkembangan ekonomi,  pendidikan dan pembinaan, bahkan membahas tentang strategi perang. Keadaan demikian dapat membuat umat Islam merasakan euforia akan manfaat dari kegiatan-kegiatan di Masjid.
	Di-era modern ini, banyak orang yang terpengaruh dengan ideologi kapitalisme dan hedonisme, sehingga jarang sekali yang menganggap Masjid sebagai tempat untuk menimba ilmu dan sebagai sarana pendidikan berbasis islami. Akibatnya, banyak yang mencari ilmu tanpa menggunakan dasar agama. Hal ini menyebabkan paham hedonisme semakin menguat dan menyentuh sampai ke akar hati manusia.
	Para ulama, pemimpin, dan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk mengatasi masalah ini. Sudah seharusnya Masjid digunakan sebagaimana mestinya. Pembinaan secara rutin dan konsisten sangat dibutuhkan oleh umat muslim, terutama para remaja yang akan melanjutkan perjuangan kaum muslimin di masa depan.
	 Halaqah menjadi salah satu solusi untuk kembali membuat masyarakat merasakan indahnya kegiatan-kegiatan di Masjid. Halaqah berbeda dengan majelis ta’lim yang bisa mencapai ratusan orang untuk sama-sama berbicara tentang agama. Halaqah memiliki jumlah yang relatif kecil. Namun, urgensi halaqah bukan pada isi pembicaraannya, namun pada pembinaan yang dapat berlangsung ketika halaqah dan diterapkan saat di kehidupan sehari-hari.
	Dr. Habib Ali Hasan Al-Bahar yang menjadi pembicara pada Halaqah Ulama di Jakarta Islamic Centre juga sangat menyarankan agar setiap masjid di Indonesia memiliki kegiatan Halaqah yang rutin. “Makin banyak halaqah, maka akan makin terasa ruh Islam di masjid,” Ujar Habib Ali yang merupakan lulusan dari Universitas Al-Azhar, Kairo.
	Persepsi setiap orang berbeda-beda ketika mengikuti halaqah. Sebagai tempat untuk menimba ilmu agama, menenangkan hati, bahkan sebagai tempat untuk menumpahkan curahan hati. Pendapat tersebut menggambarkan banyaknya manfaat yang dimiliki dari halaqah. Halaqah mampu merangkul dan menumbuhkan semangat positif bagi yang mengikutinya. Ibarat sebuah charger semangat, halaqah mampu mengisi ulang semangat kaum muslimin dalam ukhuwah islamiyah yang kuat untuk menjalani hidup sesuai syariat islam.
	Murabbi dari setiap halaqah haruslah orang yang kredibel dalam memberikan tausiyahnya. Hal ini dikarenakan ilmu yang bermanfaat tersebut akan terus berkembang dari generasi ke generasi. Jika salah seorang dibina dengan benar, kemudian orang tersebut dapat meneruskannya ke orang lain, begitu seterusnya. Jika ini terus menerus berjalan, maka dapat menjadi rantai pahala bagi seorang murabbi. Seperti sabda Rasulullah bahwa apabila wafat salah satu anak Adam, maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga, dan salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat.
	Halaqah dapat membangun pribadi-pribadi hebat yang sesuai dengan syariat Islam. Jika dapat diikuti dengan istiqamah oleh masyarakat, maka akan melahirkan pribadi-pribadi yang tangguh, beriman, dan bertaqwa. Karena itulah Jakarta Islamic Centre juga akan mengadakan halaqah rutin yang diharapkan mampu membangun peradaban Islam. Sehingga masyarakat menjadi lebih baik lagi dalam hal pribadi, bermasyarakat, maupun bernegara. [Sandy]












