PERPECAHAN 212 JELANG REUNI AKBAR DI TAHUN POLITIK

0
260

Ilustrasi gerakan 212. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

JIC, Jakarta,  — Sejumlah tokoh alumni 212 satu per satu undur diri dari gerakan itu dan bergabung dengan kubu seberang ataupun masih belum menyatakan dukungannya secara khusus. Perpecahan ini ditengarai sebagai akibat berubahnya arah gerakan dari yang tadinya murni syariah menjadi politik praktis.

Yang terbaru, keputusan Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam yang memilih mundur dari jabatan Anggota Penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212.

Pria yang pernah berperan mempertemukan alumni 212 dengan Presiden Joko Widodo, April lalu, mengaku kecewa dengan PA 212. Ia menilai semangat membela agama yang kental pada Aksi Bela Islam 2 Desember 2016 kini luntur. Gerakan Islam ini, katanya, sekarang telah terkontaminasi dengan politik praktis.

Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam, di Jakarta, Selasa (27/11).Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam, di Jakarta, Selasa (27/11). (CNN Indonesia/Dhio Faiz)

CNNIndonesia.com berkesempatan menemui Usamah kemarin di kantornya di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Usai menerima tamu dan meladeni beberapa permintaan wawancara dari stasiun televisi, Usamah pun membeberkan api perpecahan di tubuh PA 212.

Usamah bercerita semangat awal gerakan ini adalah menegakkan hukum Allah SWT yang sempat disentil mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Dia mengatakan kala itu Ahok menyinggung perasaan muslim Indonesia dengan mengutip Surat Al-Maidah ayat 51 yang mewajibkan muslim dipimpin oleh pemimpin muslim.

“Murni melihat ketika itu semangat membangun persatuan umat, membela Al-Maidah ayat 51 tentang pemimpin muslim. Tunggal, satu isu, tidak ada isu lain hanya membela agama,” kata Usamah.

Usamah mengatakan saat itu 28 aksi digelar untuk menuntut keadilan atas penistaan agama yang dilakukan Ahok. Usamah mengaku harus merogoh kocek sendiri untuk melakukan aksi-aksi tersebut.

Kemudian Parmusi juga memutuskan ikut Aksi Bela Islam bersama beberapa ormas lain yang dikomandoi Rizieq Syihab. Parmusi dan ormas lainnya–yang kelak menjadi PA 212–menuntut Ahok untuk mempertanggungjawabkan perkataannya lewat jalur hukum.

Alhasil, Ahok pun mendekam di Rumah Tahanan Mako Brimob, Depok, selama dua tahun usai majelis hakim memutusnya bersalah dalam kasus penistaan agama.

Usai Ahok mendekam di penjara, kata dia, sebetulnya PA 212 sudah menunaikan tugasnya. Namun, perpecahan mulai timbul.

Pada awal tahun 2018, setidaknya ada tiga organisasi kemasyarakatan yang mengatasnamakan alumni 212. Ada Persaudaraan Alumni 212 di bawah pimpinan Slamet Ma’arif, Alumni Presidium 212 di bawah pimpinan Aminuddin, dan Garda 212 di bawah Ansufri Idrus Sambo.

Ketiganya memiliki arah berbeda. Bahkan mereka sempat menuding kubu lain ilegal.

“Ya kalau itu semuanya maunya membangun semangat 212 dalam rangka persatuan umat, tapi mereka sendiri pecah karena conflict of interest,” ungkap Usamah.

Masalah pun berlanjut di medio 2018. Sesaat sebelum Pilpres 2019 digelar, PA 212 menggelar Ijtimak Ulama guna mendiskusikan arah dukungan ke salah satu kandidat.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Parti PAN Zulkifli Hasan, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri, Ketua Umum PKS Sohibul Iman, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua Umum Berkarya Tomy Soeharto menghadiri acara Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional di Menara Peninsula Hotel, Jakarta (27/7).Ijtimak Ulama dihadiri sejumlah tokoh politik nasional di Jakarta (27/7). (CNN Indonesia/ Hesti Rika)

Saat itu arah dukungan sudah hampir pasti ke Prabowo, kata Usamah. Namun ada beberapa kalangan yang bersikukuh mengajukan Rizieq karena dianggap lebih mencerminkan pemimpin Islam kafah atau sempurna yang diamanatkan oleh surat Al-Maidah ayat 51.

Usamah dan beberapa tokoh, seperti pendakwah Bukhari Muslim, tidak diundang. Mereka tidak diberi akses masuk berupa kartu identitas khusus. Akhirnya mereka pun tak bisa ikut mengambil keputusan.

“Mungkin saya dianggap akan menggagalkan putusan dukungan terhadap Prabowo itu, makanya tidak diundang,” katanya.

“Tapi saya merasa bersyukur tidak menanggung dosa. Jangan main-main, ijtimak itu sakral, kalau salah mengeluarkan putusan, dosanya turunan, kita pakai syariah,” tambah dia.

Nama Prabowo pun keluar usai dua kali Ijtimak. Mantan Komandan Jenderal Kopassus itu mengalahkan nama-nama top lain, seperti Rizieq Shihab, Yusril Ihza Mahendra, dan Zulkifli Hasan.

Usamah mengatakan hal ini kembali menimbulkan perpecahan di internal 212. Beberapa pihak tidak setuju karena menganggap Prabowo tidak sesuai semangat 212, mencari pemimpin Islam kafah.

“Katanya NKRI bersyariah, pendekatannya NKRI bersyariah, muncul-munculnya Prabowo, lho?” ucapnya.

Baginya, Yusril jelas lebih kafah karena memimpin partai Islam yang benar-benar mengamalkan syariat Islam, atau Rizieq yang menurutnya jelas paham Islam secara sempurna.

Usamah akhirnya mengirim surat pengunduran diri kepada Ketua PA 212 Slamet Maarif pada 11 November. Ia resmi hengkang dari jabatan anggota penasihat.

Meski mundur, Usamah tak melarang anggota Parmusi untuk ikut dalam aksi-aksi 212 mendatang. Namun sekarang elite Parmusi akan ‘mematikan mesin’ dukungan.

Usamah dkk tidak akan menggerakkan massa secara aktif pada perhelatan 212. Dia mengatakan Parmusi membawahi sekitar lima ribu pendakwah dan sekitar 2,5 juta kader.

Terkait dukungan politik, Parmusi tidak secara spesifik memerintahkan kadernya untuk memilih salah satu kandidat apakah Jokowi-Ma’ruf atau Prabowo-Sandi.

“Pilih yang taat agama,” ujar Usamah.

sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

3 × four =