RUU PERLINDUNGAN TOKOH AGAMA: ALASAN MENCEGAH KRIMINALISASI DAN ANCAMAN?

0
150
ADEK BERRY/AFP VIA GETTY IMAGES
Image captionRUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama diusulkan PKS dengan maksud melindungi para pemuka agama yang mereka anggap rentan terhadap ancaman dan upaya kriminalisasi

JIC, JAKARTA — Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera, PKS, mengatakan RUU Perlindungan Ulama, yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020, ditujukan untuk mencegah persekusi di tengah apa yang disebutnya tingkat kerentanan tokoh agama atas ancaman dan kriminalisasi.

Rancangan aturan itu merupakan janji politik PKS dalam pemilihan umum tahun 2019 lalu.

Juru bicara PKS Pipin Sopian mengatakan RUU tersebut dirancang secara khusus untuk menghindari terjadinya persekusi, penghadangan dan aksi kekerasan terhadap ulama dan tokoh agama yang sedang berdakwah.

 

“Seperti yang dialami dulu waktu Ustadz Abdul Somad, Habib Rizieq, terus Ustadz Hanan Attaki, dan lainnya,” tutur Pipin.

Menurutnya, RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama penting untuk segera dimasukkan ke dalam prolegnas – dan menjadi prioritas – karena tingkat kerentanan ulama dan tokoh agama terhadap berbagai ancaman dan kriminalisasi.

“Saya kira salah satunya yang dialami Habib Rizieq saat ini,” imbuhnya.

“Ketika beliau diproses banyak kasus hukum, tapi akhirnya SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara, red.) dikeluarkan. Jadi, kami melihat bahwa memang proses kriminalisasi itu terjadi, ‘dengan bukti apa?’, kemudian tiba-tiba SP3 dikeluarkan,” jelasnya.

Ulama tidak ‘rentan ancaman’

Jokowi dan Ma'ruf AminHak atas fotoADEK BERRY/AFP VIA GETTY IMAGES
Image captionWakil Presiden Ma’ruf Amin (kanan) hingga kini masih menduduki jabatan sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Pengamat Islam moderat yang juga dosen sosiologi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Neng Dara Affiah, tidak sependapat dengan alasan PKS yang menyebut bahwa ulama dan tokoh agama rentan ancaman dan kriminalisasi.

“Di mana kerentanannya?,” ujar Neng melalui sambungan telepon. “Wakil presiden kita itu ulama, itu pertama, dan ulama-ulama di Indonesia itu sudah terlindungi dengan baik, kok.”

 

Ustadz Abdul SomadHak atas fotoINSTAGRAM/USTADZABDULSOMAD_OFFICIAL
Image captionAbdul Somad saat berdakwah di KBRI Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam (11/08)

Hal senada diungkapkan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus. Ia menganggap tokoh agama ataupun ulama secara alami seharusnya merupakan sosok yang jauh dari situasi terancam.

“Karena pada dasarnya kan ulama atau tokoh agama itu kan membawa pesan damai sesuai dengan ajaran masing-masing,” kata Lucius kepada BBC News Indonesia (06/12).

Ia menilai rentetan alasan yang diuraikan PKS lebih berdasarkan pengalaman politik mereka yang telah lalu, “di mana disebutkan ada banyak kriminalisasi terhadap tokoh agama, terhadap ulama”.

Alasan-alasan itu dianggap tidak dalam konteks ancaman terhadap tokoh agama akibat pekerjaan mereka sebagai pemuka agama.

“Umumnya karena kasus-kasus kriminal yang kebetulan dilakukan oleh ulama atau tokoh agama”.

Sudah ada MUI

Rizieq ShihabHak atas fotoMAST IRHAM / EPA
Image captionAwalnya kepolisian menetapkan Rizieq Shihab sebagai tersangka dugaan penistaan lambang negara dan pencemaran nama baik proklamator, namun kemudian dibatalkan

Pengamat Islam moderat Neng Dara Affiah menyebutkan bahwa dengan keberadaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya, “ulama di Indonesia ini sudah tenang untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam”.

Adapun kasus pidana yang menimpa pemuka agama selama ini, menurutnya, disebabkan oleh pernyataan mereka sendiri yang berlawanan dengan nilai-nilai negara, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Ia mencontohkan kasus yang menimpa Rizieq Shihab, yaitu ketika ia sempat dijadikan tersangka setelah dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri karena dianggap melecehkan Pancasila.

“Kalau misalnya isi ceramah bertolak belakang dengan rambu-rambu (nilai-nilai negara) itu, ya negara juga harus turun tangan,” imbuhnya.

Janji PKS saat pemilu

Dalam pernyataan pers yang diunggah di laman resmi Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS pada 13 Januari 2019, presiden partai tersebut, Sohibul Iman, menuturkan bahwa RUU itu diciptakan untuk “menjaga kehormatan, keluhuran dan kemuliaan martabat para Ulama, para Tokoh Agama dan Simbol Agama-agama di Indonesia”.

Rancangan Undang-Undang itu pada mulanya bernama RUU Perlindungan Ulama, Tokoh Agama dan Simbol Agama-agama, sebelum akhirnya mengalami perubahan redaksional.

“Judul yang disepakati RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Keagamaan,” kata politikus PKS yang juga anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa, melalui pesan teks kepada BBC News Indonesia (06/12).

Neng menganggap RUU tersebut tidak diperlukan, karena ulama sendiri memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dengan warga negara lainnya.

“Bahwa misalnya ulama punya kedudukan khusus di masyarakat, itu kan masyarakat yang memberikan penghormatan tersebut,” tuturnya kepada BBC News Indonesia (06/12).

Dalam rapat Panitia Kerja Prolegnas Rabu (04/12) lalu, Badan Legislasi DPR RI bersama Kementerian Hukum dan HAM menyepakati 50 RUU yang masuk ke dalam kategori prolegnas prioritas, satu di antaranya adalah RUU tersebut.

“Pengusul, anggota Fraksi PKS, Fraksi PKB, Fraksi PPP,” demikian petikan daftar Prolegnas RUU Prioritas 2020 Nomor 41 seperti dikutip detikcom (05/12).

Untuk memuliakan ulama

Dalam keterangan pers di laman PKS.id, Presiden PKS Sohibul Iman menerangkan empat alasan yang mendasari upaya partainya mengusulkan RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama.

Sohibul ImanHak atas fotoANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT/AMA
Image captionDalam keterangan pers terkait pengusulan RUU Perlindungan Ulama, Tokoh Agama dan Simbol Agama di laman PKS.id, Presiden PKS Sohibul Iman (kiri) menyebut empat alasan partainya mengusulkan RUU itu, salah satunya bahwa kebebasan ulama dan tokoh agama dalam berdakwah harus dilindungi

Pertama, “Ulama dan tokoh agama adalah figur yang berjasa besar dalam memerdekakan Bangsa Indonesia dan ikut serta dalam merumuskan dasar-dasar kehidupan bangsa dan negara”.

Kedua, PKS menilai kebebasan menyampaikan ajaran kepada umat yang dilakukan ulama dan tokoh agama patut dilindungi.

Ketiga, ulama dan tokoh agama dianggap rentan ancaman, baik fisik maupun non-fisik, serta rentan kriminalisasi akibat dakwah yang mereka sampaikan.

Terakhir, simbol agama merupakan hal yang sangat dimuliakan dalam ajaran setiap agama.

Potensi memicu hadirnya provokator

PKS secara gamblang mengakui bahwa RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama merupakan janji politik mereka dalam Pemilu 2019.

Pengamat Islam moderat dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Neng Dara Affiah, mengkritisi langkah PKS itu yang disebutnya dijadikan umpan elektoral.

“Kalau misalnya PKS ingin merangkul umat Islam, caranya tidak dengan begini menurut hemat saya,” katanya.

Ulama berceramah di hadapan jemaahnyaHak atas fotoROMEO GACAD/AFP VIA GETTY IMAGES
Image captionSeorang pemuka agama berceramah di hadapan jemaahnya

Terlebih, figur ulama sendiri, menurutnya, bukanlah posisi yang jabatannya diemban melalui standarisasi tertentu, sehingga rawan disalahgunakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

“Itu kan sebenarnya sangat interpretable (multitafsir, red.) ya. Nanti pengaturannya (perlindungan tokoh agama itu) seperti apa?”

Peneliti Formappi, Lucius Karus, juga mengkhawatirkan hal serupa. Ia khawatir RUU Perlindungan Tokoh Agama diselewengkan oleh oknum-oknum provokator.

“(RUU Perlindungan Tokoh Agama) tidak dibutuhkan sih dalam konteks kebebasan beragama di Indonesia.

“Pengaturan seperti ini alih-alih akan memberikan perlindungan, justru potensi memicu lebih maraknya lagi provokasi-provokasi yang disampaikan menggunakan dalil-dalil keagamaan. Itu yang mesti diantisipasi,” tutur Lucius.

Juru Bicara PKS Pipin Sopian menjelaskan bahwa RUU tersebut tidak akan memberikan kekebalan hukum terhadap para ulama.

“Ketika misalnya beliau melanggar, kemudian ada terjadi hate speech, melanggar undang-undang yang lainnya, tetap dalam RUU ini ya tetap harus diproses secara hukum,” ungkapnya.

UlamaHak atas fotoANTARA FOTO/AMPELSA/WSJ
Image captionPlt Gubernur Aceh Nova Iriansyah (tengah) bersama rombongan ulama dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) memasuki lapangan saat menghadiri apel bersama peringatan Hari Santri Nasional di Banda Aceh, Aceh, Kamis (24/10/2019)

Di luar itu, terkait kans RUU Perlindungan Tokoh Agama untuk ditindaklanjuti di DPR, Lucius menilai segalanya tergantung seperti apa isi naskah akademik serta draf RUU itu disusun oleh para pengusul, dalam hal ini fraksi PKS, PPP dan PKB.

“Seperti apa yang ingin mereka tunjukkan dalam pengaturan itu,” imbuhnya.

Menurutnya, tiga fraksi belum cukup untuk bisa menggolkan RUU tersebut.

“Saya kira belum cukup signifikan untuk kemudian bisa menggiring fraksi-fraksi lain untuk ikut dalam proses pembahasan, apalagi pengesahan,” pungkasnya.

 

 

sumber : bbcindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here