SIDNEY JONES DAN ROHIS

0
263

Menjelang peringatan hari pendidikan nasional kemarin, kita dikejutkan oleh pernyataan seorang pakar terorisme, Sidney Jones bahwa gerakan teroris saat ini makin merajalela. Gerakan mereka bahkan tumbuh lewat studi-studi kajian Islam di kalangan pemuda, seperti Rohis atau yang lebih dikenal dengan Rohani Islam di sekolah menengah atas. Menurutnya, Rohis pada umumnya sangat baik tapi di beberapa daerah bisa jadi poin masuk untuk teroris sehingga untuk mengatasi teroris tidak bisa hanya mengandalkan aparat saja disini, kepala sekolah juga harus berperan untuk mematikan bibit bibit teroris di sekolah. Sidney juga menyarankan dan mengusulkan agar pemerintah melibatkan semua kaum ibu karena merekalah yang lebih mengerti dan mengetahui perilaku dan kegiatan anaknya.

Menjelang peringatan hari pendidikan nasional kemarin, kita dikejutkan oleh pernyataan seorang pakar terorisme, Sidney Jones bahwa gerakan teroris saat ini makin merajalela. Gerakan mereka bahkan tumbuh lewat studi-studi kajian Islam di kalangan pemuda, seperti Rohis atau yang lebih dikenal dengan Rohani Islam di sekolah menengah atas. Menurutnya, Rohis pada umumnya sangat baik tapi di beberapa daerah bisa jadi poin masuk untuk teroris sehingga untuk mengatasi teroris tidak bisa hanya mengandalkan aparat saja disini, kepala sekolah juga harus berperan untuk mematikan bibit bibit teroris di sekolah. Sidney juga menyarankan dan mengusulkan agar pemerintah melibatkan semua kaum ibu karena merekalah yang lebih mengerti dan mengetahui perilaku dan kegiatan anaknya.


Pernyataan Sidney Jones tersebut tak urung menimbulkan banyak respon penolakan, mulai dari anggota dewan, menteri pendidikan, sampai masyarakat awam. Apalagi bagi mereka yang pada tahun 80-an duduk di sekolah menengah atas, terlebih yang aktif di Rohis, tentu akan mentertawakan pernyataan Sidney Jones tersebut. Bagaimana tidak tertawa, Sidney Jones telah menyamakan para aktivsi Rohis dengan murid-murid “madrasah” binaan para teroris yang ada di negara-negara yang memang menjadi sarang teroris. Boleh lah dia pakar di bidang terorisme, tetapi dia sangat lemah pemahamannya tentang Rohis.

Bagi mereka yang belum mengerti tentang Rohis, mari sedikit kita bernostalgia ke era tahun 80-an ketika Rohis tumbuh menjamur di sekolah-sekolah menengah atas.

Khususnya di Jakarta, Rohis merupakan salah satu unit ekstra kulikuler seolah berada dalam struktur Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Kemunculkan Rohis di sekolah tidak terlepas dari kebutuhan pelajar Islam agar ada suatu wadah ekstrakulikuler yang dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang Islam dan untuk mengekspresikan ke-Islaman mereka melalui peringatan hari-hari besar Islam (PHBI) seperti Peringatan Maulid Nabi, Isra Mi`raj dan lain-lain dalam bentuk pementasan seni budaya Islam. Karenanya, Rohis identik dengan grup nasyid yang penampilannya telah menjadi menu wajib di setiap acara PHBI. Judul-judul Nasyid seperti “Laa Tas-alu” (Jangan Kau Tanya) dan “Ribathul Ukhuwah” (Tali Persaudaraan) merupakan dua judul dari judul-judul nasyid yang popular didendangkan. Karena nasyid tersebut berbahasa arab yang hamper tidak diketahui artinya oleh yang hadir, maka terjemahan nasyid dibacakan sebagai puisi mengiringi nasyidnya. Sekarang, tidak hanya ada grup-grup nasyid, tetapi juga grup marawis. Selain itu, ada pula kegiatan Tafakur Alam (TA) yang bahkan diikuti oleh para guru seperti yang dilakukan oleh Rohis SMU 23 kala itu. Tentu saja diadakan juga pengajaran tentang keislaman, Bahasa Arab, dan lain-lain. Bahkan untuk urusan toleransi, Rohis sangat peduli dengan mengajarkan kepada anggotanya agar terhadap pelajar atau siapapun yang berada di lingkungan mereka yang berbeda agama dan keyakinannya harus bersikap penuh toleransi, penuh kasih sayang.

Kini, banyak di antara mereka yang dulu aktif di Rohis, telah menjadi kaum profesional bahkan tidak sedikit yang berkipirah di ketentaraan. Salah satunya adalah Letkol (Kes) TNI-AU, dr. Wawan Mulyawan, Sp.BS. Kisahnya ini dia tuturkan sendiri pada saat acara ceramah dan talk show yang dipandu oleh KH. Wahfiudin Sakam pada acara Dzikir Akbar Pendidikan di Jakarta Islamic Centre (JIC) yang diadakan untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada hari Senin, 2 Mei 2011.

Dia mengisahakan, di era 80-an, sewaktu duduk di bangku sekolah di SMU 3 Setia Budi, dia aktif mengikuti kegiatan Rohis. Keaktifannya di Rohis, ternyata tidak mengganggu aktifitasnya belajar, malah sangat menunjang. Hal ini dibuktikan ketika dia lulus Sipenmaru (ujian masuk perguruan tinggi saat itu) dan diterima untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran UI. Ketika di semester tiga, dia mendaftarkan diri sebagai tentara ABRI (sekarang TNI) di Angkatan Udara. Setelah lulus kuliah sambil terus berkarir sebagai tentara, dia mengambil kuliah spesialis bedah syaraf. Kini, dia menjadi perwira TNI-AU dengan pangkat Letkol. sekaligus sebagai dokter spesialis bedah syaraf. Salah satu faktor utama keberhasilan karirnya saat ini adalah kemampuannya untuk menghindari godaan dari lawan jenis atau pergaulan bebas dan harta yang kemampuan tersebut dia dapat dari didikan selama dia beraktifitas di Rohis.

Kisah Letkol. (Kes) TNI-AU dr. Wawan Mulyawan, Sp BS adalah satu dari sekian ribu kisah sukses alumni Rohis yang kini berkiprah dan mengabdi untuk agamanya, untuk bangsanya, untuk perdamaian dan NKRI. Jadi, wahai Sidney Jones, siapa Rohis yang kau maksud?***

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki

Staf Seksi Pengkajian Bidang Diklat JIC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

12 − 1 =