DPR RI mempertanyakan penerbitan SKB yang diteken 11 menteri dan lembaga.
Membatasi pendapat
JIC, JAKARTA– Dalam rapat itu, DPR akan meminta penjelasan poin-poin yang menyebabkan seseorang bisa dianggap radikal. Sebab, aturan ini bisa saja menyenggol hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan berpendapat.
“Bisa terindikasi bertentangan dengan HAM, apalagi soal definisi-definisinya yang perlu di-clear-kan, saya yakin pak presiden akan bisa mendengarkan itu dan kita berharap kalau banyak masukan dari masyarakat untuk merevisi peraturan pemerintah itu,” kata politikus Golkar itu.
Anggota Komisi II lainnya, Sodik Mudjahid dari Fraksi Partai Gerindra, menilai, SKB tersebut mengekang kebebasan berpendapat para ASN. Sodiq khawatir SKB itu malah membuat kemunduran pada reformasi dan kembali ke zaman Orde Baru.
“Saya jadi teringat pegawai negeri zaman Orde Baru. Nanti jangan-jangan, nanti pemilu pun dilaksanakan di kantornya. Sekarang sudah ada gejala begitu. Ini sesuatu yang harus kita waspadai,” kata Sodik Mudjahid.
Menanggapi itu, pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono menyebut, SKB itu tak muncul tiba-tiba. Menurut dia, peraturan itu muncul karena ada temuan di lapangan.
“ASN, terutama di medsos itu masih suka mengumbar ujaran kebencian, bahkan mencaci maki pimpinan maupun lembaga negara. Kan ironis. Nah inilah yang ingin kita tertibkan,” kata Hariyono.
Hariyono mengeklaim, ada riset yang menyebut tingkat paparan radikalisme tinggi. Namun, ia tak menjelaskan, secara perinci riset mana yang dimaksud. Saat ditanya mengapa SKB ini baru dikeluarkan, Hariyono pun mengaku tidak tahu.
Hariyono juga mengakui adanya motif pembatasan terhadap ANS. Justru, kata dia, pembatasan itu diperlukan untuk alasan mengamankan negara.
“Jadi, kami membatasi itu dalam rangka untuk mengamankan negara. Karena kebebasan ASN juga harus terikat etika dan aturan yang berlaku di ASN,” ujar dia.
Hariyono berdalih, pemerintah memiliki tanggung jawab dalam mengamankan dan mengamalkan Pancasila. Sehingga, pemerintah ingin menertibkan ASN agar selalu mengamalkan Pancasila.
Ia mengklaim, SKB ini akan berlaku bagi seluruh tingkat ASN. “Presiden sampai aparatur tingkat bawah,” ujar dia.