SKB TIGA MENTERI TERKAIT JILBAB DICABUT: ORANG TUA MURID NON-MUSLIM ‘GELISAH’, PEMERINTAH DIMINTA TERBITKAN INSTRUMEN HUKUM LAIN (2)

0
288
(Foto ilustrasi) MA menyatakan SKB Tiga Menteri yang dikeluarkan Februari lalu tak sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat. ANTARA FOTO

Apa yang bisa dilakukan pemerintah?

JAKARTA, JIC,— Menanggapi itu, Pemerintah, yang dalam hal ini diwakili Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerja sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Hendarman, mengatakan pihaknya menghormati putusan itu dan masih menunggu salinan lengkapnya.

“Bagi kami upaya menumbuhkan dan menjaga semangat kebinekaan, toleransi, moderasi beragama, serta memberikan rasa aman dan nyaman warga pendidikan dalam mengekspresikan kepercayaan dan keyakinannya di dalam lingkungan sekolah negeri, merupakan hal mutlak yang harus diterapkan…” tambahnya.

Terkait itu, peneliti HRW Andreas Harsono, menyarankan pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan yang serupa dengan SKB Tiga Menteri itu, dengan perluasan ke daerah yang sebelumnya tak diatur, yakni Nanggroe Aceh Darussalam.

Agama

SUMBER GAMBAR,ANTARA

Keterangan gambar : Sejak awal tahun 2000-an muncul peraturan daerah yang mengatur tentang cara berpakaian menurut ajaran agama tertentu.

Hal senada diutarakan Sulistyowanti Irianto, guru besar antropologi hukum dan pendiri mata kuliah Gender dan Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

“Harus ada instrumen hukum yang lain karena ini sudah gawat darurat kalau dibiarkan… karena anak-anak akan jadi orang dewasa yang memimpin kita,” ujarnya.

“Bagaimana kalau mereka dididik dalam budaya intoleran?”

Ia menyarankan juga pemerintah menggelar eksaminasi publik dengan membeberkan pertimbangan hukum hakim.

Meski tak berkekuatan hukum, hal itu dirasanya penting.

“Ini bisa menjadi literasi publik agar publik mengerti apa yang salah dari putusan itu,” ujarnya.

‘Resah, risih dan risau’

Di sisi lain, pemohon Uji Materiil dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, Sayuti, mengatakan sangat bersyukur dengan keputusan itu.

Ia mengatakan SKB itu telah membuat banyak pihak di wilayahnya merasa “resah, risih, dan risau”.

“[SKB itu] bertentangan dengan kearifal lokal Sumatera Barat, di sini kan matrilineal sistem, sudah ada sejak dulu orang Minangkabau itu diajarkan oleh ibu bapak, ninik mamak, kalau laki-laki berpeci dan berkain sarung, kalau perempuan baju kurung dan kerudung.

“Semua itu kan menutup aurat, itu bukan Islam, tapi kearifan lokal dan kearifan lokal itu dilindungi oleh undang-undang,” kata Sayuti seperti dilaporkan wartawan Febrianti pada BBC News Indonesia.

AGAMA

SUMBER GAMBAR,REUTERS

Keterangan gambar : Merujuk catatan Kementerian Hukum dan HAM, ada delapan perda soal pakaian muslim/muslimah untuk masyarakat, termasuk pelajar. Lima di antaranya dibuat kabupaten/kota di Sumatra Barat, yaitu Agam, Lima Puluh Kota, Sawahlunto, Pasaman, dan Solok.

Ia berkukuh bahwa putusan Mahkamah Agung itu tak akan membuat intoleransi di wilayahnya, seraya mengatakan non-Muslim tak akan dipaksa memakai jilbab.

“Setiap agama kan menginginkan anaknya beretika kalau berpakaian. Yang Katolik silakan mereka sepakati pakaiannya dengan komite-komite sekolah. Tapi kalau mereka mau pakai pakai [jilbab] ya silakan.

“Tapi kalau siswa Muslim harus wajib pakai. Yang non-Muslim kalau mereka mau pakai baju kurung basiba [adat Minangkabau] atau nanti punya pakaian seragam sendiri,” ujarnya.

Sumber : bbcindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 − 2 =