SRIWIJAYA: ‘HARTA KARUN PENINGGALAN ERA KERAJAAN’ DIJUAL KE TOKO EMAS, MATA RANTAI SEJARAH PUTUS

0
235

DETIK.COM

JIC, JAKARTA — Masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, berbondong-bondong memburu harta karun di lahan bekas kebakaran hutan dan lahan.

Harta karun yang diyakini peninggalan Kerajaan Sriwijaya itu berupa cincin, manik-manik ,hingga lempengan yang terbuat dari logam mulia, emas.

Menurut arkeolog, temuan itu memiliki nilai sejarah tinggi karena usianya bisa jadi sebelum masa Kerajaan Sriwijaya ada. Tapi masyarakat pemburu harta karun, memilih untuk menjualnya ke toko emas demi mendapatkan uang kontan.

“Mata rantai ilmu pengetahuan itu bisa tidak nyambung. Putus,” kata Kepala Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Budi Wiyana kepada BBC Indonesia, Minggu (06/10).

 

Balai Arkeologi Sumsel telah melakukan penelitian mengenai perjalanan Kerajaan Sriwijaya sejak 2000 silam. Mereka berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Hasil penelitian di antaranya tiang rumah, gerabah, papan perahu yang usianya lebih tua dari Kerajaan Sriwijaya.

“Ada yang abad ke-2, ada yang abad ke-4. Itu sebetulnya menarik. Di lokasi-lokasi itu ada tiang-tiang juga, ada pemukiman,” tambah Budi.

Kerajaan Sriwijaya diyakini menjadi kerajaan terbesar di Nusantara yang menguasai perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Bukti awal keberadaan kerajaan ini berdasarkan catatan seorang biksu asal Tiongkok, I Tsing pada 671 Masehi. Sriwijaya berkuasa hingga abad ke-10.

Kemunculan Kerajaan Sriwijaya ini diyakini memiliki hubungan dengan Kerajaan Melayu Funan di delta Sungai Mekong. Kerajaan Funan merupakan kerajaan terkuat di Asia Tenggara pada awal Masehi hingga abad ke-6 M.

harta karun SriwijayaHak atas fotoHUMAS OGAN KOMERING ILIR
Image captionCincin emas bermotif bunga ditemukan warga di Situs Talang Petai Simpang Tiga, Ogan Komering Ilir, Sumsel

Selama puluhan tahun meneliti, Balai Arkeologi Sumsel menemukan benda-benda bersejarah di Pantai Timur Sumatera Selatan (lokasi pencarian harta karun oleh warga-sekarang) memiliki kemiripan dengan peninggalan di Oc Eo, pelabuhan tua di Vietnam Selatan yang sudah berdiri sejak awal Kerajaan Funan.

“Di awal abad pelabuhan itu sudah ada. Nah dia itu (Kerajaan Funan) keruntuhannya terus muncul Sriwijaya. Tapi, kemungkinan juga sudah ada hubungan, entah hubungan dagang atau apa, antara Pantai Timur Sumsel dengan dengan Funan di Oc Eo itu,” lanjut Budi.

“Makanya kita tiga tahun terakhir ini intensif penelitian di daerah itu. Tapi selama kami penelitian itu, malah enggak pernah nemu misalnya emas-emas itu. Ya, paling papan perahu, tiang rumah, alat-alat rumah tangga dari gerabah, dari keramik,” tambahnya.

Budi menyayangkan apabila temuan bersejarah seperti cincin, manik-manik, hingga lempengan emas dijual ke toko. Sebab, bagi para arkeolog temuan-temuan itu dapat menjadi mata rantai penyambung sejarah.

“Kalau mereka jual. Kita kehilangan data,” katanya.

Harta karun cagar budaya

Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya empat provinsi (Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Bangka-Belitung) Iskandar Mulia Siregar mengaku segera memberangkatkan tim ke lokasi perburuan harta karun di OKI.

Iskandar mengatakan tim ini akan berkoordinasi dengan kepolisian, balai arkeologi, dan pemerintah daerah OKI.

“Kalau untuk itu perlu kajian. Secara Undang Undang pastikan itu cagar budaya atau bukan. Baru besok tim saya ke sana,” kata Iskandar melalui sambungan telepon, Ahad (06/10).

Undang Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengartikan benda cagar budaya sebagai benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

Candi Muaro JambiHak atas fotoEDDY PURWANTO/NURPHOTO VIA GETTY IMAGES
Image captionCandi Muaro Jambi yang menjadi candi perpaduan Hindu-Buddha se-Asia Tenggara juga merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya

“Biasanya dilaporkan dulu, biar diteliti, itu cagar budaya atau tidak. Kalau diputuskan cagar budaya juga boleh dimiliki masyarakat, secara UU seperti itu. Ada yang boleh, ada yang harus diambil Negara,” tambah Iskandar.

Jika ditemukan “harta karun” sebagai cagar budaya maka pemerintah wajib memberikan kompensasi bagi penemunya. Balai Pelestarian Cagar Budaya memiliki anggaran Rp20 juta per tahun untuk menebus cagar budaya hasil temuan masyarakat.

“Sekitar Rp20 juta per tahun untuk empat provinsi: Jambi, Sumsel, Bengkulu, Babel. Ada anggaran kita untuk memberi imbalan jasa,” kata Iskandar.

Ia mengakui bahwa berdasarkan UU tentang Cagar Budaya, para pemburu harta karun yang masuk kategori cagar budaya bisa terkena ancaman pidana jika tak melaporkan temuannya. Namun, pihak berwenang mengedepankan pendekatan persuasif.

“Kalau semuanya (pakai ancaman pidana) kan repot juga,” imbuhnya.

sumber : bbcindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here