TERINGAT SAAT NYANTRI, AKBAR BATAL GABUNG ISIS (2)

0
414

Presiden Singapura, Halimah Yacob (tengah) saat bertemu dengan sutradara film Jihad Selfie, Noor Huda Ismail (kiri) dan pemeran film Jihad Selfie, Teuku Akbar Maulana (kanan).  Foto: dokpri

Bertemu Noor Huda

JIC —  Lalu, momen tidak disangka-sangka terjadi. Ketika sedang duduk-duduk di suatu taman di Kayseri medio 2014, Akbar bertemu dengan orang yang berwajah khas Asia Tenggara. Dia pun berani menyimpulkan kalau orang itu beretnis Melayu, setelah saling memandang satu sama lain.

Benar dugaan Akbar, orang yang disapanya itu ternyata orang Jakarta bernama Noor Huda Ismail yang baru menghadiri sebuah agenda di Istanbul, dan akan melanjutkan perjalanan ke Coppacadia, untuk berwisata melihat balon udara yang terkenal itu.

Ketika memperkenalkan diri sebagai siswa asal Aceh, Akbar dan Huda langsung cepat akrab. Tahu yang diajak berkenalan adalah siswa, pengamat terorisme tersebut mengajak Akbar makan di sebuah kedai kebab. Akbar pun ditraktir menu lengkap, yang membuat nafsu makannya meningkat. Dalam perbincangan itu, menurut Akbar, Huda kaget ketika ia mengungkapkan niatan untuk menyeberang ke Suriah bergabung dengan pasukan ISIS.

Huda lebih kaget lagi lantaran Akbar menceritakan perkenalannya dengan ISIS berawal dari internet. Meski tidak pernah bertatap muka dengan jaringan ISIS yang bertugas merekrut anak muda untuk ikut jihad, sambung dia, namun komunikasi yang terus terjalin membuatnya bisa tertarik untuk bergabung ke Suriah.

Hal itu juga didasari karena temannya Yazid Ulwan, berhasil menggaet Wijangga Bagus Panulat, yang merupakan mahasiswa di sebuah kampus di Kayseri, untuk gabung ISIS. Sementara satu remaja Indonesia lainnya, Wildan malah tewas lantaran terlibat bom bunuh diri di Irak.

“Saat saya ceritakan ingin ke Suriah, kaget dia. Di situlah saya dijelaskan tentang hegemoni politik ISIS yang membawa agama untuk merekrut anak muda berperang demi kepentingan mereka. Saya pun dinasihati untuk mengingat orang tua. Batin saya langsung menolak untuk berangkat ke Suriah,” ucap Akbar.

Setelah berdiskusi singkat dengan Huda, Akbar mengatakan, terjadi pergulatan batin yang kembali dialaminya. Namun, setelah merenung dan berpikir kritis, ia pun sampai pada sebuah keputusan untuk memilih kembali ke Indonesia. Niatan pergi Suriah pun dibuang jauh-jauh dari ingatannya. Akbar akhirnya tidak mengikuti jalan yang sudah dipilih Yazid dan Bagus itu.

Berselang dua tahun, Akbar dan Huda malah berkolaborasi membuat film “Jihad Selfie” yang mengisahkan tentang bagaimana ISIS memanfaatkan internet untuk menjadi sarana merekrut anak muda agar mau berperang demi berdirinya sebuah negara Islam.

Baik Akbar dan Huda pun menjadikan film tersebut sebagai alat edukasi untuk mengingatkan anak muda agar tidak terjerumus terhadap propaganda yang disebarkan pengikut ISIS. Akbar pun berpesan agar anak muda maupun masyarakat yang sedang mencari jati diri agar tidak mudah tergiur dengan ajakan berjihad, yang malah bertentangan dengan ajaran Islam yang lemah lembut.

Huda menambahkan, selama ini ISIS memaksimalkan media sosial (medsos) sebagai alat utama propaganda ideologinya untuk merekrut anggota baru dari seluruh dunia. Penyebaran informasi yang menyesatkan menjadi pemicu banyaknya warga negara Indonesia (WNI), termasuk Akbar mudah terpukau dan tertarik ikut ajaran ISIS. Berdasarkan pengalaman itulah, Huda ingin mengedukasi masyarakat untuk hati-hati terhadap propaganda terorisme dan radikalisme, salah satunya dengan menyebarkan film “Jihad Selfie”.

“Kerja-kerja kreatif harus terus dilakukan,” kata Huda menjelaskan kontribusinya membuat film dokumenter, novel, hingga membuka warung Dapoer Bistik Solo, yang dikelola mantan napi terorisme (napiter) guna mengatasi persoalan terorisme yang tak kunjung berhenti. Dia mengaku, banyak cara yang dilakukan untuk terus berusaha memahami sedetail mungkin mengapa terorisme terus berkembang.

Selain itu, Huda juga membuat laman khusus www.ruangobrol.id guna memberi wadah bagi eks napiter untuk berbagi pengalaman dan pemangku kepentingan untuk memiliki pendekatan berbeda dalam menangani aksi terorisme, tidak melulu dengan kekerasan. Huda ingin terlibat langsung, tidak hanya mengamati faktor pemicu terorisme agar bisa memberi solusi di masyarakat. Dengan begitu, kasus Akbar yang ingin bergabung dengan ISIS bisa dicegah dan tak diikuti anak muda lainnya..

Di tempat berbeda, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Suhardi Alius mengatakan, saat ini pelaku terorisme terjadi bukan semata-mata karena dorongan faktor ekonomi saja. Menurut dia, orang yang tertarik bergabung dengan ISIS karena masalah mindset dan ideologi sehingga perlu penanganan serius yang tidak bertumpu pada pendekatan represif. BNPT yang selama ini bekerja dalam ruang lingkup pencegahan, sambung dia, menyadari penindakan dengan kekerasan harus dibatasi karena akan membangkitkan rasa kebencian maupun dendam yang baru.

Suhardi berharap, ke depannya akan terwujud upaya sistematis penanganan terorisme yang melibatkan lintas sektor melalui program sentuhan kemanusiaan dalam proses deradikalisasi. Hal itu tidak hanya menyasar pelaku terorisme, melainkan juga keluarga kombatan. Dia menyadari, bakal banyak hambatan yang muncul, namun langkah itu dirasa pas karena melakukan pendekatan berbeda dalam menangani pelaku terorisme.

“Ini konsep dan sistem yang perlu kita bangun. Di satu sisi kita siapkan masyarakat untuk menjadi resilience, menguatkan daya tahan terhadap perkembangan dinamika yang luar biasa ini. Namun di sisi lain, yang sudah terpapar kita netralkan,” ucap Suhardi.

sumber : Republika.co.id

     

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    one × 4 =