
GAZA — Brigade Izzuddin Al Qassam, sayap bersenjata gerakan perlawanan Palestina, Hamas, dilaporkan berhasil memperoleh informasi intelijen yang akurat mengenai posisi militer tentara penjajah di berbagai wilayah jalur Gaza.
Kantor berita Israel, Walla, mengutip sumber-sumber keamanan, mengungkapkan, kelompok tersebut menggunakan informasi intelijen untuk melancarkan serangan yang terorganisasi dengan baik melalui tembakan penembak jitu, meluncurkan rudal anti-tank, dan mengaktifkan alat peledak pada berbagai jarak dan dalam berbagai formasi – termasuk menembakkan senjata ringan dan meluncurkan bom mortir.
Laporan yang dikutip Palestine Chronicle tersebut, lebih lanjut mencatat bahwa Hamas telah berhasil menunjuk komandan lapangan baru dan mengawasi pertempuran melalui sistem komando bergaya gerilya yang terstruktur.
Sistem ini, jelas sumber-sumber tersebut, meluas dari pusat komando di Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi utama hingga semua zona pertempuran lainnya. Walla juga mengutip seorang perwira cadangan senior tentara Israel, yang memperingatkan bahwa suhu panas ekstrem dan kelembapan tinggi di Gaza berdampak signifikan terhadap pasukan Israel.
Kondisi cuaca dilaporkan membuat upaya perluasan pertempuran menjadi sulit, menyebabkan kelelahan di antara tentara penjajah, mengurangi ketajaman operasional, dan mengundang pejuang untuk menyerang.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa Brigade Al Qassam baru-baru ini melakukan serangkaian operasi tingkat tinggi di seluruh Gaza. Yang terbaru adalah penyergapan kompleks yang menargetkan pasukan Israel di Beit Hanoun, di Jalur Gaza utara.
Menurut juru bicara militer Israel Avi Deveren, empat tentara dari Batalyon Netzah Yehuda—yang mencakup anggota komunitas Yahudi ekstremis—dan seorang lainnya dari Brigade Utara tewas dalam serangan itu. Korban tewas tersebut merupakan akibat dari alat peledak yang diledakkan secara berurutan.
Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, menegaskan pada Selasa (8/7/2025), penjajah Israel gagal mencapai tujuannya untuk menghancurkan moral dan menekan perlawanan bersenjata warga Gaza setelah 640 hari perang genosida terjadi.
Dalam sebuah pernyataan, gerakan tersebut menyatakan bahwa slogan-slogan “kekalahan total” dan “pemberantasan total” telah runtuh di hadapan terowongan dan penyergapan perlawanan. Para pejuang juga terus menghalangi militer penjajah maju yang berupaya membantai rakyat sipil.
Hamas menyatakan, upaya pembebasan tawanan dengan kekerasan hanya merupakan ilusi. Upaya tersebut telah hancur oleh serangan-serangan perlawanan yang terus berlanjut dan keunggulan di medan perang.
Menurut Hamas, kendaraan militer Gideon dihancurkan beserta awaknya di dalamnya. Para pejuang pun terus menghadapi pasukan pendudukan meskipun adanya kebijakan pengepungan dan kelaparan yang diberlakukan oleh penjajah Israel.
Kelompok tersebut menambahkan bahwa pendudukan sekarang secara terbuka mengakui ketidakmampuannya untuk membebaskan tawanannya dan mengalahkan perlawanan, karena semua rute invasi telah berubah menjadi medan kematian.
Hamas juga membahas rencana Israel untuk pengusiran paksa dan pembersihan etnis, dengan menyatakan bahwa rencana tersebut digagalkan oleh keteguhan hati rakyat Palestina dan penolakan mereka untuk menerima perintah politik atau intelijen.
Menutup pernyataannya, Hamas menggambarkan kegagalan militer, politik, dan moral pendudukan sebagai bantahan langsung terhadap propagandanya. Hamas menegaskan kembali bahwa perjuangan melawan pendudukan tetap merupakan pertempuran kesadaran, kemauan, dan kesabaran.
Pernyataan Hamas dikeluarkan ketika upaya untuk mengamankan gencatan senjata di Gaza kembali terhenti pada Senin (9/10/2023). Negosiasi tidak langsung antara “Israel” dan Hamas mengakhiri sesi pagi mereka di Doha tanpa hasil, menurut seorang pejabat Palestina yang berbicara kepada AFP. Sementara itu, perundingan akan dilanjutkan sore harinya.
Perundingan yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir serta didukung oleh Amerika Serikat ini bertujuan untuk mengakhiri perang Israel yang telah berlangsung selama 21 bulan di Gaza. Meskipun terdapat urgensi baru menjelang kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Washington, kemajuannya tetap lambat.
“Tidak ada terobosan yang dicapai dalam sesi negosiasi pagi, tetapi perundingan akan terus berlanjut, dan Hamas berharap mencapai kesepakatan,” kata pejabat Palestina tersebut, yang meminta identitasnya dirahasiakan karena sensitivitas diskusi tersebut.
Menurut sumber-sumber Palestina yang dikutip oleh Reuters, penolakan Israel yang terus-menerus untuk mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan secara bebas dan aman ke Gaza kini menjadi hambatan utama bagi kemajuan perundingan Doha. Penundaan ini telah menjadi titik perdebatan utama, di samping ketidaksepakatan mengenai gencatan senjata permanen dan pembebasan tahanan.