WAKTU UNTUK MUHASABAH

0
593

Pergantian tahun, baik hijriyah maupun miladiyah, adalah pergantian waktu. Kata lain dari waktu adalah kala atau masa. Salah satu arti waktu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung. Maka arti pergantian waktu adalah pergantian proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung, dan waktu yang telah berganti, walau terjadinya baru sepersekian detik, menjadi masa lalu dan waktu yang belum terjadi walau sepersekian detik dari sekarang adalah masa depan. Maka, terjadinya pergantian tahun juga berlangsung sepersekian detik, tidak ada yang istimewa, karena setiap sepersekian detikpun waktu terus berganti. Jika pergantian tahun, seperti pergantian tahun miladiyah, menjadi istimewa karena ada perayaanya yang merupakan tradisi yang berasal dari ajaran para penyembah dewa Janus di zaman Romawi kuno.

Pergantian tahun, baik hijriyah maupun miladiyah, adalah pergantian waktu. Kata lain dari waktu adalah kala atau masa. Salah satu arti waktu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung. Maka arti pergantian waktu adalah pergantian proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung, dan waktu yang telah berganti, walau terjadinya baru sepersekian detik, menjadi masa lalu dan waktu yang belum terjadi walau sepersekian detik dari sekarang adalah masa depan. Maka, terjadinya pergantian tahun juga berlangsung sepersekian detik, tidak ada yang istimewa, karena setiap sepersekian detikpun waktu terus berganti. Jika pergantian tahun, seperti pergantian tahun miladiyah, menjadi istimewa karena ada perayaanya yang merupakan tradisi yang berasal dari ajaran para penyembah dewa Janus di zaman Romawi kuno.

Dalam menyikapi waktu dan pergantiannya, Islam telah memberikan pedoman bagi penganutnya. yaitu: Pertama, jangan mencela waktu atau masa. Rasulullah SAW bersabda:“Janganlah kamu mencela masa kerana Allah berfirman, ‘Aku adalah masa, malam dan siang adalah milik-Ku, Aku menjadikannya baru dan berlalu, dan Aku mengganti para raja dengan para raja yang bar’.” (Hadis Riwayat Ahmad) Dalam menyikapi friman Allah pada hadits qudsi di atas, Imam Asy-Syafi’i, Abu ‘Ubaidah dan yang lainnya memberikan penjelasan mengenai asbabul wurudnya bahwa pada masa ‘Arab jahiliyyah, ketika bangsa ‘Arab ditimpa bencana sehingga mereka menganggap bahawa yang melakukan semua itu adalah masa, lalu mereka pun mencela masa. Padahal yang melakukan semua itu adalah Allah (‘Azza wa Jalla). Dengan perkataan mereka itu, seakan-akan mereka mencela Allah karena menganggap Allah yang yang melakukan semuanya. Sebab itulah perbuatan mencela masa dilarang karena Allah adalah masa dengan merujuk maksud celaan tersebut. Juga karena na setiap kejadian yang buruk tersebut mereka nisbatkan kepada Allah yang menjadikan masa. Berdasarkan penjelasan ini, maka dalam menyikapi pergantian tahun kaum muslimin dilarang untuk mencela tahun yang telah berlalu, misalnya mengatakan bahwa tahun lalu adalah tahun yang buruk, tahun sial. Pulangkan lah semua keburukan dan kesialan kepada diri kita masing-masing yang telah banyak berbuat buruk, melakukan banyak kesalahan sehingga mendatangkan kesialan.

Kedua, jadikan pegantian waktu untuk muhasabah, mengevaluasi atau mengintrospeksi diri, untuk kesiapan diri menghadapi masa depan, sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat Al-Hasyr ayat 17 yang artinya Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dalam sebuah hadits dari Syadad bin Aus ra. bahwa Rasulullah SAWS bersabda, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)

Muhasabah bukanlah sebuah ritual ibadah mahdhah, seperti shalat dan puasa yang telah ditentukan waktunya. Tidak ada keterangan yang menyatatakan bahwa muhasabah adalah ritual ibadah yang wajib dilakukan setiap akhir tahun. Muhasabah boleh dilakukan kapan saja. Lebih sering melakukan muhasabah tentunya akan lebih baik, karena kita akan segera mengetahui apakah kita sudah berada pada jalan yang benar menuju target yang kita tetapkan. Lebih sering kita melakukan muhasabah, lebih cepat dan sering kita bisa melakukan koreksi atas segala kesalahan dan melakukan berbagai perbaikan. Cara muhasabah juga bermacam-macam, misalnya seperti muhasabah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk sahabat-sahabatnya dengan menggambar sebuah garis panjang di atas tanah. Para sahabat berkerumun memperhatikan apa yang beliau lakukan. Setelah menggambar sebuah garis panjang, Lalu beliau menggambar kotak, satu ujung garis panjang itu berada di dalam kotak. Tetapi ujung yang lain keluar menembus sisi lain kotak itu. Di salah satu sisi garis panjang yang menembus kotak itu beliau menggambar garis-garis lain yang kecil-kecil.

Rasulullah SAW kemudian bersabda” Garis panjang ini adalah keinginan manusia. Sedang kotak ini adalah ajalnya. Adapun garis-garis kecil ini adalah rintangan yang akan dihadapi manusia dalam hidupnya,

Begitulah salah satu cara Rasulullah SAW melakukan muhasabah untuk para sahabatnya, yaitu dengan menggambar. Jika pergantian tahun miladiyah yang bukan tahun baru Islam ini dikhawatirkan dapat membuat umat Islam, terseret, tergoda untuk merayakannya seperti seperti umat lain, maka jadikanlah pergantian tahun itu dengan melakukan muhasabah. Adakan kegiatan-kegiatan kreatif di masjid-masjid yang dapat membuat kaum muslimin, terutama kalangan remaja dan pemuda, pada pergantian tahun miladiyah ini tertarik untuk berkerumun, berkumpul bersama di masjid Jika Rasulullah SAW melakukan kegiatan menggambar untuk menarik perhatian para sahabat melakukan muhasabah, maka di zaman kita ini yang fasilitas dan teknologi begitu berlimpah , tentu bentuk kegiatannya bisa lebih beragam. Asal tujuan kegiatan-kegiatan kreatif itu tetap sama, yaitu untuk muhasabah , mengingatkan diri tentang waktu dunia yang sementara dan kehidupan akhirat yang kekal yang kebahagian dan penderitaan di kehidupan yang kekal itu sangat ditentukan dari kualitas perbuatan diri sendiri dalam menghabiskan waktu di dunia fana ini. ***

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki

Koordinator Pengkajian JIC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

eight − two =