Kepala Kementerian Agama Kalimantan Utara H. Suriansyah, S.Ag, M.Pd
Zakat dan pandemi
“Zakat itu yang terpenting niat ikhlas. Ijab kabul di dalam penyerahan harta zakat sesungguhnya bukan hal yang mutlak. Jadi zakatnya tetap sah tanpa ijab kabul,” kata Kepala Kementerian Agama Kabupaten Bulungan Hamzah S. Ag.
Bersalaman itu tak wajib, tegasnya, sementara menghindari diri dari wabah penyakit berbahaya wajib.
Jika ada hal berbenturan, misalnya akibat persoalan pandemi COVID-19, maka diutamakan yang wajib ketimbang sunnah.
“Memang banyak masyarakat bingung bagaimana cara menyerahkan zakat Ramadhan apakah harus ijab kabul,” katanya.
Datu M ILiyas, SE, Penyelenggara Zakat Wakaf Kemenag Bulungan juga mengatakan dengan tidak mutlak ijab kabul maka membayar zakat secara daring adalah hal yang sangat dianjurkan masa pandemi COVID-19 dan itu sah.
Khususnya dalam mendukung maklumat untuk berdiam di rumah.
Para ulama fiqih menegaskan sah atau tidaknya zakat semuanya tergantung niatnya.
Jadi orang yang membayarkan zakatnya harus dengan niat ikhlas lillahi ta’ala, artinya zakat itu karena perintah Allah.
Adapun pelaksanaan niat itu ialah pada waktu melaksanakan zakat apakah hamba Allah Subhanahu wa Ta’Alla, memberikannya langsung kepada “mustahik” atau melalui lembaga zakat.
Namun, ia mengutarakan jika ada muzakki (masyarakat pembayar zakat, infaq dan sadakah) ingin memberikan secara langsung melalui lembaga amil zakat, dan ingin tetap ada ijab kabul, tentu harus sesuai protokol keselamatan COVID-19.
Syarat yang harus dilengkapi baik petugas dan muzakki wajib bermasker dan bersarung tangan.
Sehingga pandemi bukan halangan untuk melaksanakan zakat, justru di masa-masa sulit akibat COVID-19, keperdulian sosial umat kian diasah untuk saling berbagi serta meringankan penderitaan orang lain yang berkesusahan.
Seperti sering disampaikan para ustadz dalam kultum di malam Ramadhan, semoga dengan zakat akan meningkatkan ketaqwaan dari seorang mukmin menjadi tahap muksin, yakni bukan sekedar mengamalkan ibadah tapi menerapkannya dalam kehidupan sosial untuk menjadi orang baik.
Dari muksin diharapkan naik menjadi muklis (ikhlas atau berbuat sesuatu karena Lillahi Ta’ala) hingga akhirnya dengan sampai tahap muttaqin (bertaqwa atau takut), yakni orang melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’Alla secara paripurna.*