Setiap kampung ada penghuninya, setiap rumah ada tuan rumahnya. Begitu pula Jakarta yang walau penduduknya berasal dari berbagai macam suku bangsa, ras dan etnik, tetap punya penduduk asli, yaitu suku Betawi. Terlepas dari sekian banyak teori dan penelitian tentang apa dan siapa itu Betawi, suku ini ada. Menyejarah dan tetap eksis sampai saat ini. Ialah satu-satunya suku, yang dalam suatu hasil penelitian, bahasanya menjadi nomor dua digunakan masyarakat secara nasional setelah bahasa Indonesia. Suku yang adat-setiadatnya paling banyak dilihat orang se Indonesia di layar kaca melalui sinetron dan tayangan lainnya.
Setiap kampung ada penghuninya, setiap rumah ada tuan rumahnya. Begitu pula Jakarta yang walau penduduknya berasal dari berbagai macam suku bangsa, ras dan etnik, tetap punya penduduk asli, yaitu suku Betawi. Terlepas dari sekian banyak teori dan penelitian tentang apa dan siapa itu Betawi, suku ini ada. Menyejarah dan tetap eksis sampai saat ini. Ialah satu-satunya suku, yang dalam suatu hasil penelitian, bahasanya menjadi nomor dua digunakan masyarakat secara nasional setelah bahasa Indonesia. Suku yang adat-setiadatnya paling banyak dilihat orang se Indonesia di layar kaca melalui sinetron dan tayangan lainnya.
Dan ini yang terpenting, sekaligus sebuah ironi. Siapapun tau bahwa suku Betawi adalah suku yang sangat berjasa menyediakan wilayahnya untuk pernyataan kemerdekaan sebuah bangsa besar bernama Indonesia. Suku yang membiarkan kampung-kampung mereka hilang dan penghuninya menyingkir meninggalkan sejuta kenangan ke pinggir-pinggir kota Jakarta demi kelancaran pembangunan dan kemajuan Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis dan tempat baru jutaan orang yang datang dari seluruh penjuru tanah air dengan tidak melepaskan berbagai budaya, karakter, kebiasan dan keyakinan mereka yang beberapanya tidak sejalan dengan yang ada di suku ini. Karenanya, sangat pantas jika suku ini disebut sebagai suku yang sangat toleran, mengalah, mau berkorban dan peduli terhadap kepentingan dan kesenangan suku lain. Nah ini ironinya: Jika bangsa ini mengaku sebagai bangsa timur, bangsa yang individu-individunya pandai membalas jasa terhadap jasa orang lain, pandai berterima kasih terhadap pemberian orang lain, adakah balasan dan terima kasih itu telah didapat oleh suku Betawi ini? Karena faktanya sebagian kaum muda bahkan para sarjananya dari suku ini masih banyak yang menjadi pengangguran, terseok-seok untuk mencari pekerjaan di tanah kelahiran mereka sendiri dimana para pendatang telah menjadi orang-orang makmur. Tidak pula terbit kebijakan afirmatif untuk memprioritaskan mereka menduduki status sebagai pegawai negerinya sendiri. Sebagian mereka yang sudah tidak tahan karena harga diri yang sudah terinjak-injak tanpa ada yang memperdulikan, kompetensi diri yang tidak memadai dan ekonomi yang semakin menghimpit, membuat mereka menggeliat, mengorganisir diri hanya untuk mampu bertahan hidup untuk diri dan keluarganya karena warisan tidak ada lagi. Mereka membuat benteng-benteng kecil di pasar-pasar dan tempat parkir dengan modal kekuatan fisik dan siap bertaruh nyawa. Adakah yang peduli?
Begitu pula ketika suku ini terancam hancur entitasnya sebagai suku yang begitu kental ke-Islamannya akibat pengaruh budaya pop yang sangat kuat. Seperti yang dikatakan oleh ulama Betawi terkemuka saat ini, KH.Saifuddin Amsir bahwa budaya pop yang menjanjikan ketenaran dan materi telah mempengaruhi tujuan sebagian orang Betawi di dalam mempertahankan kebudayaannya dikarenakan kebutuhan ekonomi dan gaya hidup. Budaya ini memang tidak hanya mempengaruhi masyarakat Betawi tetapi juga masyarakat lain pada umumnya terutama di kota-kota besar. Namun hal ini secara signifikan telah meresahkan masyarakat Betawi yang memang sangat kental dalam memegang ajaran Islam. Tradisi-tradisi Betawi yang sarat dengan muatan mengaji dan tahlilan seperti pembacaan dzikir umum sesudah sholat, wirdul latif, ratibul haddad, pembacaan manakib Syaikh Saman, maulid Barzanji serta Ad- Dibaa, budi pekerti, kekeluargaan, dan lain-lain telah bisa dipastikan terkikis terutama bagi generasi muda yang memang sudah disibukkan dengan sekolah, internet, TV, HP, mal, ,musik, dsb. Bahkan budaya inipun telah membuat nyaris sepi mushola dan masjid yang biasa ramai dihadiri orang Betawi untuk mengaji. Yang sekarang masih bertahan adalah majlis taklim ibu-ibu. Hari-hari besar Islam kinipun memang tetap semarak namun banyak yang perayaannya sudah kehilangan esensi. Sehingga yang ada hanya keramaian tanpa diselimuti kesyahduan hakikat syiar Islam. Sekali lagi, adakah yang peduli?
Tulisan ini bukan untuk mengemis-ngemis kepedulian dari Anda atas nasib yang menimpa suku Betawi, tetapi untuk memunculkan rasa peduli kita yang mungkin telah mati, terbunuh oleh nilai-nilai barat yang individualistik dan ego sentrik. Karena suku ini adalah suku yang memiliki harga diri tinggi, suku yang tetap eksis dan masih mewarnai kehidupan masyarakat di ibukota yang individu-individunya memegang posisi penting di birokrasi dan kehidupan sosial. Suku yang tidak mau menyalahkan orang lain atas nasib yang menimpa, tapi mengintrospeksi diri dan terus berusaha untuk mengatasi persoalan dengan upaya mereka sendiri melalui organisasi-organisasi yang mereka bentuk, salah satunya dalam mengatasi persoalan kebudayaan melalui Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) yang pada hari Rabu, 29 Februari 2012 kepengurusan yang baru dibawah kepemimpinan H. Tatang Hidayat dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Menurut Sekretaris Umum LKB, Drs.H. Ahmad Syaropi, M.Si, LKB merupakan satu-satunya lembaga yang ada di masyarakat betawi yang fokus pada pembangunan kebudayaan Betawi. Kepengurusan LKB yang baru sekarang menyadari bahwa kebudayaan begitu kompleks, apalagi persoalannya. Maka pembangunan kebudayaan di Betawi tidak lagi semata-mata pembangunan seni seperti musik, tari, dan semacamnya. Jauh lebih dari itu pembangunan mentalitas orang Betawi agar lebih peduli, lebih elegan, tetap ramah, lebih cerdas dalam menghadapi tantangan hidup, dan LKB adalah motornya.***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC












