Kenapa Sumpah Oknum Ketua MK Palsu?

0
310

 

Di layar kaca bolak-balik ditayangkan bagaimana Akil Mochtar (AM) Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat di sumpah dibawah Al Quran, di koran cetak menayangkan hal yang sama, di koran elektronik pun sama mereview ulang saat penobatan Ketua MK membaca sumpah di bawah kitab suci Al Quran.

Walaupun sudah di sumpah jabatan dengan kitab suci kenapa ketua MK masih berbuat maksiat, yakni dengan melakukan tindak korupsi? Apakah artinya kitab sucinya nggak berwibawa? Mungkin demikian maksud para kuli tinta menayangkan ulang kejadian saat sumpah jabatan AM.

Di dalam kehidupan ini kita mengenal hukum Tuhan dan hukum buatan manusia, kedua hukum ini tentu saja berbeda. Hukum agama bersifat abstrak karena menyangkut alam akherat, sedangkan hukum dunia jelas daan bisa dipahami karena bisa dibaca, ada pasal-pasal yang membahasnya sekaligus sangsi hukumnya. Apakah hukum agama (baca : Agama Islam) tidak bisa diaplikasikan? Tentu saja bisa, hanya saja syariat Indonesia memiliki hukumnya sendiri bukan hukum syariat Islam. Sekedar info, andaikan hukum syariat Islam diterapkan biasanya ahli fiqh menghubungkan kepada hukum hudud, yakni suatu pelanggaran dimana hukuman khusus telah diterapkan secara tegas dalam al Quran maupun Sunnah.

“Sesungguhnya hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, dan membuat kerusakan di muka bumi hanya mereka dibunuh, atau di salib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan berselang-seling, atau dibuang dari negeri tempat tinggalnya. Yang demikian itu sebagai penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akherat mereka mendapat siksaan yang besar (QS. Al Maidah :3).

Tapi kenapa justru ahli hukum seperti ketua MK tidak mau tunduk pada hukum yang dia sendiri sudah hapal ayat-ayatnya diluar kepala? Berbeda dengan negara lain di Indonesia biasanya yang mengikuti hukum adalah kaum jelata. Rakyat awam, mempercayai hukum Tuhan yang paling ber wibawa, kemudian di manifestasikan kepada Nabi, kepada Sultan dan kepada para ulama. Kemudian diteruskan oleh wibawa pemimpin, militer, dan akhirnya sampai kepada ketua masyarakat sipil. Sebaliknya kaum penguasa semestinya menyadari apa yang harus diperbuat datangnya dari dalam diri sendiri. Ibaratnya minum arak , kita sudah tahu bahwa itu merusak kesehatan, akan tetapi berdasarkan pengalaman mabuk itu nyaman, akhirnya masuklah ke “comfort zone”, lalu menjadi kebiasaan, dan menjadi sifat. Dengan cara yang sama awalnya korupsi itu enak dan aman-aman saja, pelan-pelan masuk ke zona Nyaman, dan akhirnya tanpa disadari saat na’as ditangkaplah dia oleh KPK.

Lalu, kenapa upacara sumpah jabatan dibawah Al Quran disepelekan? Ya, itulah sumpah palsu, dimulut berjanji untuk tidak melakukan korupsi tapi di akal berbicara lain. Agama menawarkan keselamatan dunia dan akherat. Keselamatan dunia adalah membantu kita memberi tahu yang kita tidak tahu akan hari akhirat agar kita tahu, dan menjadi tahu, maksudnya : membuat kita selamat dari kebingungan, karena hakikinya agama adalah realitas, oleh karenanya harus dijalankan dengan sungguh-sungguh dengan perasaan ikhlas, karena ada nilai agama yang sulit dirasionalkan. Sedangkan keselamatan akherat, adalah selalu mengundang perdebatan karena sulit diempiriskan. Ada kemungkinan AM adalah orang yang “rasionalitasnya” tinggi sehingga wibawa Al Quran sudah tidak dianggap lagi.

Bila hati sudah tertutup, walau disumpah Al Quran tetap saja korupsi, bila harta sudah bersarang dan menutupi hati, maka Allah sudah tidak ada tempat lagi dihatinya, kehidupan semuanya akan diukur dari harta dan ketika tersadar ternyata lima dekade kehidupan yang telah dilalui hancur berkeping-keping dalam lima jam saja.

Persoalan AM ini tentu saja menjadi berhubungan dengan negara RI, karena dia adalah RI 9 (plat mobilnya) artinya dia (kata pengganti beliau) adalah penyelenggara negara yang tinggi jabatannya. Masalah yang dia lakukan ini tak urung menjadikan krisis multi dimensi, andaikan dikuak, maka akan ada jalinan antara aktor, struktur politik, kepentingan politik, kepentingan pribadi dan keluarga, yang sulit dipilah mana variabel sebab dan variabel akibat, yang jelas akibatnya dapat kita rasakan, diantaranya adalah Indonesia dinisbatkan menjadi bangsa terkorup di dunia.

Ditengah badai krisis ini, marilah kita taubat bersama, karena hukum kausalitas mulai bekerja, walaupun kita tahu bahwa hukum Tuhan mulai bekerja, yaitu Tuhan tidak menghukum suatu kaum, melainkan mereka sendiri yang berbuat aniaya dan bertindak kejam terhadap dirinya. Begitulah pemerintah yang zalim, akhirnya kita sebagai warga yang harus menanggung akibatnya. Memang untuk mencapai jalan kebenaran tidaklah mudah. Untuk itu tetaplah optimis dan berjalan diatas rel yang benar-benar kosong dari kereta , karena kalau lalai, jalan di jalur yang salah niscaya akan tertubruk kereta yang lewat.. intinya waspada saja dalam menapaki kehidupan dan jangan korupsi karena diam-diam KPK mengawasi Anda. Seram bukan?

Salam,

Verri Jaya Priyana

Penulis bisa dihubungi di alamat email : fdjajaprana@gmail.com

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

nineteen + 17 =