MUHAMMAD IQBAL DAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN

0
684
muhammad-iqbal-dan-pemahaman-keagamaan

JIC– Terkait dengan pemahaman keagamaan, Iqbal menekankan perlunya membedakan pengertian kenabian dan bentuk-bentuk mistisisme, dalam pandangannya kemunculan Nabi berasal dari kedalaman pengalaman keagamaan yang original. Untuk lebih menjelaskan pandangannya tersebut, Iqbal kemudian mengajukan konsep kenabian terakhir atau finality of prophethood yang ada dalam Islam. Selama priode minoritas manusia, Iqbal menyatakan bahwa energi psikis berkembang menjadi apa yang disebut sebagai kesadaran kenabian, sebuah bentuk penyederhanaan pemikiran dan pilihan individu dengan menyediakan seperangkat nilai, pilihanpilihan dan sikap tindakan. Dan dengan lahirnya rasio dan sikap kritisnya, hidup, bagaimanapun juga, hidup dengan segala kepentingannya sendiri, telah menghambat pembentukan dan pertumbuhan model kesadaran non-rasional.

Baca juga: MUHAMMAD IQBAL DAN FILSAFAT DINAMISME BAGIAN 1

Alasan induktif yang sendirinya menjadikan manusia penguasa lingkungannya, merupakan sebuah prestasi, dan setelah kelahirannya ia harus dikekang dengan menahan pertumbuhan model-model pengatahuan lainnya. Lahirnya kalam, dalam pandangan Iqbal, adalah lahirnya kecerdasan atau pengetahuan induktif yang mencapai kematangannya dalam periode Islam, kenabian menemukan akhir dari perjalanannya. Inilah yang dimaksud sebagai konsep kenabian terakhir dalam Islam. Lebih lanjut Iqbal menjelaskan bahwa dari sudut pandang ini, kenabian dalam Islam itu berdiri di antara zaman kuno dan modern, dan jika ditilik dari sudut pandang semangat kewahyuannya sesungguhnya ia mengarah kepada kehidupan dunia yang lebih modern.

Sesudah tertutupnya kenabian dan adanya bentuk-bentuk kesadaran non-rasional, al-Quran, kata Iqbal, mengarahkan perhatian manusia kepada tiga sumber pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk mengatur hidupnya. Alam semesta, sejarah, dan pengalaman (kejiwaan) internal, merupakan tiga sumber pengetahuan yang terbuka bagi manusia, namun dua sumber yang pertama tadi dalam pandangan Islam dinilai sebagai sumber pengetahuan terbaik. Al-Quran mengisyaratkan adanya tanda-tanda realitas tunggal pada adanya “matahari‟, “bulan‟ dan lainnya di mana keseluruhan penampakan alam semesta sesungguhnya ditujukan sebagai pengetahuan bagi manusia. Pandangan aktual ini yang seringkali kurang disadari bahwa alam semesta sebagaimana pandangan alQuran sesungguhnya bersifat dinamis, terukur dan teratur serta berkembang.

Dalam sudut pandang al-Quran, dan filsafat alam Yunani yang spekulatif dengan berbagai teorinya dan banyak bertolak belakang dengan berbagai fakta, telah ditakdirkan sebelumnya menuju kepada sebuah kegagalan yang kemudian membawa kepada lahirnya semangat yang sebenarnya dari kebudayaan Islam dan menjadi landasan bagi peradaban modern dengan berbagai aspeknya. Iqbal menyatakan bahwa tujuan ilmu pengetahuan, jiwa atau spirit dari kebudayaan muslim yang menggabungkan pandangannya pada hal-hal yang kongkrit, pasti atau terukur, dan bahwa kelahiran metode obsevasi dan eksperimen dalam Islam, seluruhnya itu sesungguhnya tidak dapat dikompromikan dengan pemikiran Yunani tetapi sebaliknya merupakan prolog dari perang ilmu pengetahuan terhadapnya.

Untuk itu al-Quran kemudian mengarahkan perhatian manusia kepada fenomena alam semesta dan menjelaskan kemampuan manusia dalam memahaminya. Memang benar, bahwa tujuan al-Quran tidaklah untuk membangun semangat ilmiah manusia sebagai sebuah akhir dari tindakan manusia, tetapi yang dituju sesungguhnya bahwa ilmu pengetahuan itu sebagai bentuk kepatuhan pada perintah Tuhan dan segala karunianya. Namun demikian apapun objek dari al-Quran itu, jika dikaji lebih dalam, sesungguhnya pengaruh penting dari ajarannya adalah mengarah kepada pentingnya kemampuan manusia dalam observasi dan bahwa semangat ilmu pengetahuan juga telah tumbuh. Al-Quran seringkali menggunakan istilah taskhir ( تسخخخ (dengan berbagai bentuknya yang mengarah kepada fenomena alam semesta. Taskhir secara bahasa artinya menguasai sesuatu dan menggunakannya untuk satu maksud dan tujuan. Hal ini sesungguhnya haruslah memberikan kesadaran ke dalam alam pikiran seorang Muslim bahwa alam semesta merupakan pelayan baginya bukan penguasa dan ia dapat digunakan demi kebaikan manusia.

*Sumber: Buku Karya DR. KH. Didi Supandi  MA yang bejudul “PEMIKIRAN ISLAM DARI ABDUH KE HARUN NASUTION” yang diterbitkan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (PPIJ)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

14 + 7 =