CARA MEMPERTAHANKAN HAJI MABRUR SEUMUR HIDUP

0
60
Foto : AP/Saudi Ministry of Media

Cara Mempertahankan Haji Mabrur Seumur Hidup. Jamaah haji berdoa di atas bukit berbatu yang dikenal sebagai Gunung Belaskasih di Dataran Arafat selama ziarah tahunan di dekat kota suci Mekah, Arab Saudi, Kamis, 30 Juli 2020. Hanya sekitar 1.000 jamaah yang akan diizinkan untuk melakukan ziarah tahunan haji tahun ini karena pandemi virus.

JIC, JAKARTA — Pelaksanaan ibadah haji 2020 telah resmi berakhir, Ahad (2/8). Selanjutnya, jamaah haji kembali ke rumah masing-masing dan menjalani isolasi mandiri.

Sepulangnya dari ibadah haji tersebut, jamaah tentunya membawa banyak kenangan berharga dari perjalanan haji dan pelajaran yang kemudian bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menunaikan haji, nilai spiritual yang didapatkan pun meningkat dan diharapkan kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Namun, bagi banyak orang, perasaan demikian dapat dengan cepat memudar begitu tiba di tanah air. Sebab, kontrasnya antara lingkungan di tanah suci dan di rumah masing-masing.

Selama menunaikan ibadah di Madinah, Makkah, Mina, Arafah dan Muzdalifah, jamaah seperti merasakan pengalaman di dunia lain. Sebab di sana, jauh dari keluarga dan tanggung jawab kehidupan lain, seperti pekerjaan dan rumah. Jamaah hanya fokus untuk ibadah.

Jamaah hanya pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat lima waktu dan menyelami pengetahuan Islam lainnya selama di tanah suci. Namun, begitu tiba di rumah setelah pulang dari haji, jamaah dihadapkan kembali pada lingkungan yang sulit, kemalasan, dan dosa.

Namun, terlepas dari semua keuntungan luar biasa dari pekan-pekan yang dihabiskan sebagai tamu Allah itu, mempertahankan spiritual yang tinggi dalam keadaan di lingkungan rumah masing-masing tampaknya sulit. Padahal, seyogyanya setelah berhaji, keimanan dan ketakwaan serta ibadah kita semakin meningkat di masa-masa sisa hidup kita.

Dalam keadaan demikian, haji seolah sebagai tempat sementara yang tidak dapat dipertahankan seiring berlalunya waktu. Akan tetapi, sikap demikian tentunya keliru. Karena dengan niat yang benar dan doa yang tulus serta upaya yang gigih, bukan hal mustahil tetap mempertahankan semangat haji dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi pribadi yang lebih baik setelah berhaji.

Berikut enam langkah yang Insya Allah dapat membantu melindungi diri dari tergelincir ke dalam kemunduran, sehingga kita bisa mempertahankan haji mabrur seumur hidup, seperti dilansir di laman About Islam, Selasa (4/8).

Jadilah duta haji

Haji bukan berarti secara agama kini Anda lebih baik daripada yang lain. Namun, gelar ‘haji’ merupakan tanggung jawab. Setelah berhaji, berarti kita memulai kehidupan baru. Karena itu, bersikaplah rendah hati, menginspirasi orang lain untuk pergi haji, dan berupaya menjalani haji sebaik mungkin.

Konsisten dalam ibadah

Dalam sebuah hadits disebutkan, perbuatan yang paling dicintai dalam pandangan Allah adalah yang konsisten, bahkan jika jumlahnya sedikit. Karena itu, kita tidak perlu mempertahankan tingkat ibadah yang sama seperti dilakukan saat berhaji. Namun, kita bisa melakukan ibadah-ibadah yang kecil lainnya, namun tetap dilakukan dengan konsisten dan tulus.

Menjaga diri dari dosa dan perbanyak istighfar

Momen wukuf di Arafah merupakan kesempatan bagi jamaah haji merenung dan mengingat-ingat dosa, serta melakukan taubat kepada Allah. Namun demikian, kita tidak akan tetap murni dari dosa. Setelah kembalinya dari haji, seyogyanya kita tetap berupaya untuk mengenali dosa-dosa dan kesalahan, kemudian segera bertaubat kepada Allah.

Ketika kita pun tidak menyadari akan dosa tersebut, sebaiknya membiasakan beristighfar setiap waktu. Seperti dikisahkan, Nabi Muhammad SAW beristighfar 100 kali sehari. Karena itu, mengikuti langkah Rasulullah SAW akan menjaga diri dari dosa sekaligus menambah pahala sunnah dalam diri kita.

Penghapus spiritual

Selama haji, kita mungkin tidak ternodai oleh banyak ‘kotoran spiritual’ dari seluruh dunia, seperti musik, hal-hal tidak senonoh, iklan dan penyimpangan seksual, perilaku kasar di depan umum, dan lain-lain. Namun, sekembalinya di rumah, lingkungan akan berbeda, terutama di masyarakat di Barat.

Karena itulah, upayakan untuk melindungi indra kita dari hal-hal demikian. Seyogyanya, kita berupaya menjauhi pemandangan dan suara yang akan merusak hati. Jika kita melihat atau mendengarnya, segeralah untuk mencoba menghapus dampaknya dengan melakukan kegiatan yang lain yang lebih baik.

Sebab, setan menggunakan indera kita sebagai pintu gerbang untuk merusak hati kita secara lambat dan bertahap. Karena itu, tutup gerbang tersebut, waspada, dan siapkan penghapus spiritual kita.

Menyelami makna melempar jumrah dalam kehidupan

Makna spiritual dari melempar jamaraat selama haji seyogyanya dapat terus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah syetan dipermalukan pada hari Arafah, syetan bahkan lebih bertekad untuk merusak hati kita sekembalinya kita ke rumah. Karena itu, setiap kali kita melihat bisikan atau godaan syetan, kita bayangkan kegiatan melempar jumrah di Mina dan kuatkan tekad menjauhi diri dari godaan syetan tersebut.

Senantiasa bersyukur

Meninggalkan Makkah, terutama saat melakukan tawaf terakhir di Masjid al-Haram, adalah momen yang menyedihkan. Seperti jutaan Muslim lainnya, kita tentunya bermimpi bisa kembali menunaikan haji.

Namun, untuk mewujudkan keinginan tersebut, perasaan demikian tentunya harus lebih dari sekadar nostalgia dan kerinduan emosional belaka. Dalam surah Ibrahim ayat 7, Allah mengingatkan hamba-Nya untuk bersyukur, dan jika bersyukur, Allah akan memberi kita lebih banyak.

Dalam konteks haji, jika kita menunjukkan rasa syukur yang benar atas kesempatan yang diberikan Allah kepada kita, Insya Allah kita bisa mendapat undangan untuk pergi haji kembali. Namun, rasa syukur tersebut tentunya harus diterjemahkan ke dalam bentuk perbuatan dan kian berupaya untuk terus mendekat kepada Allah.

 

Sumber : Republika.co.id

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here