JIC – Setelah Majelis Al Majma’ Al – Fiqhi Al-Islami menelaah hakikat pasar Bursa yang berlaku di dalamnya berupa akad jual-beli saham, surat berharga, barang dan mata uang secara spontan ataupun untuk masa yang akan datang serta mempertimbangkannya berdasarkan hukum Syari’at Islam, maka Majelis menetapkan hal-hal berikut ;
- Tujuan munculnya pasar bursa adalah membuat pasar yang berkelanjutan yang menyajikan penawaran dan permintaan serta terjadi transaksi jual-beli. Ini merupakan perkara baik yang dapat memangkas terjadinya pemanfaatan terhadap orang-orang yang tidak tahu yang sangat terdesak untuk melakukan jual-beli, sedangkan mereka sendiri tidak mengetahui harga barang yang sebenarnya. Juga berkaitan dengan orang-orang yang tidak mengetahui mana si penjual dan si pembeli. Namun begitu, kemashlahatan pasar bursa yang nampak jelas ini mengandung beragam kesepakatan yang sangat rawan secara syari’at ang boleh jadi mengandung unsur judi, pemanfaatan orang lain, dan memakan harta orang lain secara bathil. Oleh karenanya, tidak mungkin memberikan hukum sya’ri secara global terkait dengan masalah ini. Hendaknya masih perlu dijelaskan hukum transaksi yang terjadi di pasar bursa tersebut secara terpisah.
- Akad spontan atas sebuah barang yang ada pada pemilik barang dengan dilangsungkannya serah terima barang tersebut di Majelis akad, maka secara syari’at hal ini diperbolehkan, selama akad tersebut bukan pada barang yang diharamkan, misalnya khamer. Namun, bila barang yang dijual tidak ada pada penjual, maka harus terpenuhi syarat-syarat bai’us salam¹, lalu barang tersebut tidak boleh dijual lagi sebelum ia menerima barang tersebut.
- Akad spontan terhadap sejumlah saham perusahaan yang mana saham-saham tersebut ada pada pihak penjual, maka secara syari’at transaksi ini diperbolehkan, selama perusahaan tersebut tidak berkecimpung dalam hal-hal yang diharamkan secara syari’at, seperti bank-bank konvensional yang mengandung unsur giba, dan perusahaan khamer. Bila demikian, maka akad jual-beli saham perusahaan tersebut haram.
- Akad jual-beli spontan atau untuk yang akan datang dengan mengandung unsur bunga dengan berbagai bentuknya, maka secara syari’at transaksi seperti ini hukunnya tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan transaksi tersebut mengandung unsur riba.
- Akad spontan dengan berbagai ragamnya yang terjadi dalam jual-beli saham dan barang yang tidak ada pada tangan penjual dengan cara yang berlaku di pasar bursa adalah tidak diperbolehkan secara syari’at. Sebab, transaksi seperti itu mengandung unsur hukum seseorang yang menjual sesuatu yang tidak ia miliki. Demikian, boleh jadi setelah itu ia kan membelinya kembali dan diterima pada waktu tertentu. Hal ini secara syar’i merupakan transaksi yang terlarang berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah bahwasanya beliau bersabda; “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki ” ( Shahih, Shahihul Jami no 7206). Demikian pula ada sebuah riwayat yang diriwayatkan oelh Imam Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad shahih dari Zaid bin Tsabit, bahwasanya Nabi Muhammad SAW melarang menjual barang, hingga para penjual membawa barang tersebut dengan hewan-hewan tunggangan mereka.
- Akad untuk sesuatu yang akan datang yang terjadi di pasar bursa bukan termaksud transaksi jual-beli as-salam yang diperbolehkan dalam syari’at Islam. Sebab, keduanya memiliki dua perbedaan dari dua sisi; pertama, dalam pasar bursa harga tidak diberikan di majelis akad, namun ditangguhkan pembayarannya hingga batas waktu tertentu. Sedangkan pada transaksi as-salam harga tersebut harus dibayarkan di majelis akad (di muka). Kedua, dalam parsar bursa, barang yang telah ditransaksikan dapat dijual kembali berkali-kali, padahal barang tersebut masih di tangan penjual yang pertama dan belum diterima oleh pembeli pertama. Tujuannnya hanya mencari perbedaan harga antara para penjual dan pembeli yang tidak sebenarnya dengan harapan mencari keuntungan. Hal ini sama seperti penjudian. Sedangkan dalam transaksi as-salam tidak boleh menjual barang yang dibeli sebelum barang tersebut diterima oleh si pembeli.
Berdasarkan hal ini, maka Al-Majma’ Al-Fiqhi Al-Islami menetapkan hendaknya para pemegang amanah di negara-negara Islam untuk tidak membiarkan pasar-pasar bursa di negara-negara mereka bebas melakukan transaksi sesuka hati mereka terkait dengan berbagai macam akad jual-beli, baik itu transaksi yang diperbolehkan maupun yang diharamkan. Hendaknya mereka tidak membiarkan orang-orang yang mempermainkan harga untuk melakukan sesuka hati mereka. Mereka pun harus mencermati cara-cara yang disyari’atkan tentang akad jual-beli serta melarang akad jual-beli yang tidak diperbolehkan secara syari’at. Sehingga, akad jual-beli tersebut terhindar dari perbuatan sia-sia yang dapat menjerumuskan ke jurang marabahaya pada harta benda serta menghancurkan perekonomian umum yang merugikan banyak orang. Sebab, kebaikan itu hanya terwujud pada komitmen dengan syari’at Islam dalam segala hal. Allah Ta’ala telah berfirman ; ” Dan bahwa (yang Kami Perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-berai-kan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (Al-An’am (6); 153)
Kita pun dapat melihat bagaimana hukum sesuatu itu merupakan cabang dari gambaran sesuatu tersebut. Dalam kondisi seperti ini, kita harus mengetahui hukum-hukum syar’i dan realita yang ada. Sehingga kita bisa membedakan mana yang halal dan mana yang haram; mana yang dibolehkan dan mana yang terlarang. Sesungguhnya yang halal itu adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dan yang haram itu sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Sedangkan agama itu adalah apa-apa yang telah di syari’atkan oleh Allah. Tugas kita adalah menyatakan, “Kami dengar dan kami taat. Ya Rabb kami, Ampunilah kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.’