INILAH BEBERAPA SIFAT YANG HARUS KITA PUNYA SEBAGAI PENDAKWAH

0
1502

dakwah-nabi

JIC – Menjadi daiyah bisa dilakukan siapa saja sesuai kapasitas dan kemampuan. Namun, untuk bisa meraih sukses dakwah, sifat-sifat daiyah berikut perlu diupayakan tertanam dalam diri.

Salah satu faktor kesuksesan dakwah memang tergantung juga dari pribadi pendakwahnya. Tidak ada jalan lain bagi kita selain mengikuti segala yang Allah tuntunkan untuk bisa menata diri menjadi sosok pribadi ideal seorang daiyah. Tuntunan itu antara lain terdapat dalam ayat-ayat berikut:

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat: 33-36)

Dari ayat ini, kita dapat memetik beberapa sifat yang seharusnya ada pada diri para daiyah, yakni:

1. Dai hanya mengajak ke jalan Allah SWT. Ini diambil dari kalimat ‘da’aa iilallah‘, yakni agar manusia tunduk mutlak kepada hukum-hukum Allah, dan mengagungkan hanya Allah SWT. Allah SWT berfirman:

Katakanlah, ‘Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’.” (QS. Yusuf/12: 108)

Imam Al-Qurthubi menjelaskan ayat tersebut dalam kitab tafsirnya. Ia menulis, “Allah yang Mahatinggi nama-Nya mengatakan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, ‘Katakanlah wahai Muhammad, dakwah yang aku serukan ini dan jalan yang aku tempuh ini –dalam bentuk ajakan untuk mengesakan Allah, memurnikan ibadah hanya kepada-Nya dengan meninggalkan tuhan-tuhan dan berhala-berhala, dan menuju kepada ketaatan kepada-Nya serta meninggalkan kemaksiatan kepada-Nya— adalah jalanku’.” (Tafsir Al-Qurtubi juz 13 hlm. 79)

Penjelasan itu menegaskan bahwa jalan dakwah Rasulullah SAW –dan jalan itu pula yang harus menjadi jalan dakwah para du’at sekarang ini— adalah mengajak manusia kepada Allah, kepada pemurnian ibadah kepada-Nya, kepada meninggalkan segala macam bentuk pemujaan dan pengultusan apa pun selain Allah SWT. Hanya orang-orang yang benar-benar ikhlaslah yang bisa mengajak hanya ke jalan Allah dan hanya menyampaikan pesan-pesan-Nya.

2. Dai termasuk orang yang melaksanakan amal-amal saleh (wa ‘amila shalihan). Artinya, seorang daiyah harus berusaha mengamalkan apa yang ia sampaikan kepada orang lain, meski bukan harus menunggu sempurna dalam beramal baru berdakwah. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan bahwa Allah SWT berfirman:

Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai selain apa-apa yang Aku wajibkan padanya. Dan seorang hamba terus menerus mendekatan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunah hingga Aku mencintainya. Dan bila Aku mencintainya maka akulah yang menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar; aku menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat; aku menjadi tangannya yang dengannya ia memukul; aku menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberinya dan jika ia berlindung kepada-Ku niscaya Aku melindunginya.” (Al-Bukhari)

3. ‘wa qaala innani minal-muslimin’ (Dan mengatakan, sesungguhnya kami termasuk orang-orang muslim). Seorang daiyah berani menampilkan identitas diri sebagai muslim dan bangga menjadi muslim. Sebab, tidak akan ada kebanggaan sebagai muslim jika dia tidak menyakini bahwa hanya Islam satu-satunya agama yang benar.

Ini perlu diingat, karena meskipun bukan gejala umum, ada beberapa kasus krisis identitas pada beberapa gelintir sosok yang telanjur ditokohkan. Begitu risihnya dia untuk mengatakan bahwa Islam agama yang benar. Bahkan baginya, cara pandang seperti itu adalah ekstremitas dan eksklusivitas yang harus diperangi. Padahal, bagi daiyah: adalah hak pemeluk agama mana pun untuk meyakini kebenaran agamanya. Selain itu, merupakan hak seorang muslim yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun untuk meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Cukuplah bagi kita firman Allah SWT:

Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (Ali ‘Imran: 19)

4. Bersikap lemah lembut secara proporsional kepada para mad’u (orang yang kita seru). Sebab, sikap ini lebih mempunyai kekuatan untuk membuka hati seseorang dari pada sikap kasar, bahkan dapat mempertautkan dua orang yang tadinya bermusuhan. “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”

Oleh karena itu, seorang daiyah hendaknya memahami bahwa bersikap santun bukanlah kerendahan melainkan justru merupakan kemuliaan. Sebaliknya, kekasaran bukanlah menunjukkan wibawa melainkan justru kelemahan. Kalimat “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik membimbing kita agar dapat membalas perilaku buruk dengan perilaku yang baik. Ketika menjelaskan ayat itu, Ibnu Abbas mengatakan, “Ketika seseorang dicaci oleh orang lain mengatakan, ‘Jika kamu benar (dengan cacianmu itu) maka semoga Allah mengampuniku. Dan jika kamu yang salah, semoga Allah mengampunimu’.”

5. Sabar. “Sifat-sifat yang baik tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.

Sabar merupakan salah satu kunci penting bagi sukses dakwah. Panglima dalam hal kesabaran adalah Rasulullah SAW. Beliau pernah mencari perlindungan untuk penyebaran dakwah ke Thaif. Tapi bukan perlindungan yang diperolehnya, melainkan pentungan dan lemparan batu. Namun, ketika Malakul-Jabal (Malaikat penjaga gunung) menawarkan jasa untuk mengubur hidup-hidup penduduk Thaif yang telah menyaktinya, beliau menolak. Beliau malah berdoa, antara lain dengan kalimat, “Ya Allah, asalkan Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan.”

6. Daiyah harus senantiasa mewaspadai godaan dan provokasi setan. Tidak ada orang yang luput dari  serangan setan. Setan akan melancarkan godaannya dari segala penjuru dengan segala cara. Allah SWT menjelaskan hal itu:

Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” (Al-Isra: 64)

Salah satu penangkal godaan setan itu adalah keikhlasan, seperti ditegaskan dalam ayat-Nya, “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka“. (Al-Hijr: 39-40)

7. Seorang daiyah harus yakin sepenuhnya bahwa Allah Maha Melihat dan Mengetahui segala perbuatan bahkan desiran-desiran yang ada di hati manusia.

Ayat 33-36 surah Fushshilat ini hanyalah menjelaskan sebagian sifat yang seharusnya ada pada para dai dan daiyah. Andai saja kita bisa memiliki sifat-sifat itu niscaya kita termasuk orang yang sukses dalam berdakwah. Allahu A’lam.

Sumber ; Ummi-online.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here