JIC DEDIKASIKAN RUANGAN-RUANGAN DENGAN NAMA-NAMA ULAMA BETAWI

0
377

Al Ulama Warasatul Anbiya. Ulama adalah pewaris Nabi. Sebuah predikat terbaik bagi ahli ilmu dan sebaik-baik makhluk. Ulama merupakan orang-orang yang paling takut kepada Allah swt, karena ilmu dan kefahaman yang dimilikinya serta senantiasa mendidik dan mengajarkan umat dengan kebaikan. Sejak dahulu hingga sekarang, Ulama selalu menjadi faktor penting dalam penggerakan dan perubahan masyarakat. Ulama selalu menjadi benteng sekaligus garda terdepan mengarahkan umat menuju kebaikan dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, karena mereka paling dekat dengan umat dan umat masih mendengarkan petuah dan fatwa mereka.

Di era perjuangan melawan penjajah, ulama telah banyak berperan untuk kemerdekaan negeri ini. Yang sangat terkenal adalah Resolusi Jihad Pendiri Nahdatul Ulama, KH Hasyim As’ary di Surabaya yang membakar semangat rakyat untuk mengusir penjajah. Lahirnya Jakarta yang dulunya bernama Jayakarta juga tidak lepas dari kontribusi Ulama dalam perjuangan membebaskan Sunda Kelapa dari kapal-kapal penjajah yang dipimpin oleh Fatahillah.

Dalam kondisi negeri ini terjajah ratusan tahun, para ulama di tanah Betawi ini tetap berperan besar dalam mendidik dan membangun Jakarta dengan iman dan ilmu yang mereka miliki. Ada enam (6) Guru Betawi yang sangat terkemuka dan telah melahirkan banyak ulama dan karya-karya intelektualnya. Mereka adalah Guru Manshur Jembatan Lima, Guru Marzuki Bin Mirshod Cipinang Muara, Guru Abdul Madjid Pekojan, Guru Mahmud Romli Menteng, Guru Mughni Kuningan, dan Guru Kholid Gondangdia.

Dalam fase mengisi kemerdekaan, tersebar banyak ulama-ulama dan guru-guru Betawi yang mengajarkan Islam. Kita kenal KH. Muhajirin Amsar Ad Dary, KH. Tohir Rohili, Muallim Radjiun, KH. Abdul Rozak Ma’mun, Guru Naim Cipete, KH. Abdul Hanan, KH. Noer Alie, Sang Singa Podium KH. Abdullah Syafii dan lain-lain. Mereka lah yang menjaga Jakarta ini dengan mendidik dan mengajarkan Islam dan kebaikan-kebaikan dengan petuah dan fakwa-fatwa mereka.

Begitu pula dengan sejarah Jakarta Islamic Centre. Sejak lokalisasi Kramat Tunggak masih berdiri hingga penutupan dan berdirinya JIC, para ulama telah berkontribusi besar sehingga akhirnya bisa seperti ini, Dari haram jadah menjadi sajadah. Tidak terkecuali juga di era kepemimpinan JIC sebelum saya, tentunya telah banyak para Kiai dan Asatidz yang setia ikut dalam program dan kegiatan yang dilaksanakan JIC. Ada KH. Syafii Hadzami, KH. Ali Yafie, Prof. Dr. H. Quraish Shihab, KH. Husein Umar, Habib Ali Abdurrahman Assegaf dan lain sebagainya yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

JIC hari ini adalah JIC yang sudah semakin kuat dan semakin ideal. Dalam aspek payung hukum, sejak tahun 2014 lalu JIC sudah memiliki Perda. Master Plan bangunan JIC juga sudah selesai pembangunannya dan siap dioperasionalkan. Aspek Manajemen Organisasi semakin rapi dan terorganisir. Soal Anggaran, mulai tahun depan JIC akan menerapkan penganggaran seperti pola SKPD, dengan system e-budgeting, tidak lagi bentuk hibah. Dan yang terpenting, yakni adanya dukungan yang sangat kuat dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ir. Basuki Tjahaja Purnama untuk kemajuan JIC ke depan.

Gubernur Ahok menginginkan agar JIC menjadi destinasi wisata religi di Jakarta serta menjadi etalase Islam Rahmatan Lil’alamin di Indonesia. Dalam istilah mantan Bupati Belitung Timur ini, jika orang ingin melihat Islamnya Indonesia, datang saja ke JIC. Hal ini diawali dengan akan beroperasinya Boarding School setingkat SMK Teknologi Informasi pada tahun depan, juga akan berdiri museum sejarah Islam Indonesia, fasilitas bisnis terutama hotel juga akan mulai efektif, sehingga akan berdampak luas pada syiar Islam di Jakarta karena sarana dan media penyiaran yang ada di JIC semakin kuat. Bahkan pada tahun 2018 nanti, akses menuju JIC akan diintegrasikan dengan LRT atau kereta cepat dari Kelapa Gading menuju JIC.

Perkembangan ini tentunya menjadi kebanggaan kita semua karena JIC mampu berperan signifikan bagi pembangunan Ibu Kota dan masyarakat Jakarta, namun hal ini tidak bisa dikerjakan JIC sendiri tetap membutuhkan peran besar dari para ulama untuk memaksimalkan kerja-kerja pembangunan umat melalui JIC. Perlu peran serta para ulama dan Asatidz untuk bersama-sama memaksimalkan program-program pembangunan keumatan di Ibu kota melalui JIC ini, salah satunya dengan mengerahkan santri-santri terbaiknya untuk bisa masuk Boarding School JIC karena seluruh biayanya akan ditanggung oleh Pemda Prov. DKI Jakarta. Semoga nantinya akan lahir ulama-ulama baru dan intelektual muslim yang hebat dari tanah bekas lokalisasi Kramat Tunggak ini.

Dalam kesempatan halqah ini, sebagai tanda terima kasih JIC kepada para ulama Jakarta, akan didedikasikan beberapa ruangan yang ada di komplek JIC dengan nama-nama Ulama Betawi. Semoga Allah swt membalas seluruh curahan pikiran dan daya juang kita dengan balasan yang berlipat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

three × four =