MAKNA TAFSIR DAN TA’WIL DALAM ILMU AL-QUR’AN

0
9

JIC – Mayoritas (jumhur) ahli tafsir dan ahli bahasa berpendapat bahwa tafsir dan ta’wil memiliki makna yang sama. Tafsir adalah idhah wa tabyiin (penjelasan), dan jika seseorang menafsirkan sesuatu berarti dia menjelaskannya. Allah SWT berfirman:

وَلَا يَأْتُوْنَكَ بِمَثَلٍ اِلَّا جِئْنٰكَ بِالْحَقِّ وَاَحْسَنَ تَفْسِيْرًا ۗ

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (QS. al-Furqan [25]: 33)

Dengan kata lain, bayan (penjelas) adalah makna bahasa yang paling terkenal. Berkata pengarang “Al-Qamus”: awwalul kalam ta’wiluhu wa ta-awwuluhu, artinya dabbarahu wa qaddarahu wa fassarahu. Di antara makna bahasa terdapat dalam firman Allah SWT:

فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘ

Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari can ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. (QS. Ali Imran [3]: 7)

Dan ayat-ayat lainnya yang mengandung lafadz ta’wil dengan makna bayan (penjelasan), kasyf (mengungkap) dan idhah (penjelasan).

Pengertian Menurut Istilah

Ibnu Jarir ath-Thabari berpendapat bahwa tafsir dan ta’wil keduanya memiliki makna yang sama, karena ta’wil adalah muradif (sinonim) dari tafsir.

Pendapat ini juga dianut oleh para ulama terdahulu, di antaranya Mujahid, yang mengatakan: “Bahwa para ulama mengetahui tafsirnya dan ta’wilnya (maksudnya Al-Qur’an)”.

Selain itu juga ath-Thabari mengatakan: “Pendapat mengenai ta’wil firman Allah ini Ahli ta’wil berbeda pendapat mengenai ayat ini, sama maksudnya dengan, ahli tafsir berbeda pendapat mengenai ayat ini. Jadi, tafsir dan ta’wil adalah dua kata yang sinonim (mempunyai makna yang sama).”

Sementara itu kalangan muta’akhkhirin (kontemporer) tidak sama pendapatnya dengan para ulama mutaqaddimin (ulama terdahulu). Sebagian mereka berpendapat bahwa tafsir berbeda dengan ta’wil, dari segi umum dan khusus saja, dan menjadikan tafsir lebih umum daripada ta’wil. Seolah-olah yang dimaksud adalah bahwa ta’wil merupakan penjelasan mengenai madlul lafadz (makna kata) tanpa menjelaskan dalil-dalil yang terlintas darinya. Dan yang dimaksud dengan tafsir adalah penjelasan makna lafadz secara mutlak dan lebih umum, baik dengan menyertakan dalil-dalil yang terlintas darinya atau tanpa menyertakannya”.

Dengan demikian, tafsir adalah ilmu yang membahas tentang makna-makna Al-Qur’an, nasikh mansukh, umum dan khusus, mujmal dan mubayyan; jadi, tafsir membahas tentang zahir lafadz. Dan hal ini kami simpulkan ketika dia menafsirkan ayat-ayat seraya menyebut: “Ahli ta’wil berpendapat”, dan “Ta’wil dari ayat itu adalah…”, dan ungkapan-ungkapan yang semisal dengan itu.

Sedangkan ta’wil merupakan pengalihan makna zahir kepada makna lain karena adanya dalil yang lebih kuat yang menghendakinya.

Imam al-Ghazali berkata: “Ta’wil adalah suatu ungkapan tentang kemungkinan yang didukung oleh dalil (bukti) sehingga menjadi hampir pasti merupakan makna yang ditunjukkan oleh zahir lafadz. Abu Thalib ats-Tsa’labi berkata: “Tafsir merupakan penjelasan tentang bentuk lafadz, apakah dia itu hakiki atau majaz, seperti tafsir dari kata shirath yang diartikan dengan thariq (jalan), dan ash-shayyib dengan mathar (hujan)”.

Ta’wil adalah tafsir tentang batin (isi) lafadz. Kata ta’wil diambil dari kata al-awwal yaitu kembali kepada hasil (akibat) perkara, maka ta’wil adalah memberitahukan tentang hakikat yang dimaksud.

Tafsir adalah menyampaikan tentang dalil yang dimaksud, karena lafadz mengungkapkan tentang yang dimaksud, sedangkan yang mengungkapnya adalah dalil. Contohnya adalah firman Allah SWT:

اِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِۗ

Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (QS. al-Fajr [89]: 14)

Tafsir dari kata ar-rashd yang terdapat pada ayat di atas, dikatakan rashadtuhu sama dengan raqibtuhuAl-Mirshad adalah wazan al-mif’al, dan ta’wilnya adalah peringatan bagi orang yang meremehkan perintah Allah dan lalai terhadap segala pemberian yang harus dipertanggungjawabkan.

Kemudian dia mengatakan, dalil-dalil yang qath’i juga membutuhkan penjelasan yang dimaksud olehnya, berbeda dengan bentukan lafaz dari segi bahasa, maka tidak boleh diberi ta’wil dengan sesuatu di luar makna yang ada dan di luar aturan syara’. Pada topik ini terdapat perbedaan (pendapat) yang sangat banyak, yang umumnya tidak ada dasarnya sekali.[]

Sumber: mediaislam.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here