Jakarta, DETIKISLAM.COM – Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana akan memberikan sertifikat bagi para da’i sebagai bagian dari keinginan MUI untuk mempersiapkan 150.000 kader ulama dari seluruh tanah air.
“Tujuan program ini dilakukan agar para dai dibekali strategi yang tepat, nanti mereka diberi sertifikat, jadi ini bukan sertifikasi da’i, akan tetapi kita akan membuat da’i bersertifikat,” kata Waketum MUI Dr. KH Ma’ruf Amin pada Halaqah Da’awiyyah para aktifis dakwah dan ormas Islam di Kantor MUI Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Peran da’i bersertifikat MUI menjadi penting karena ‘rijalud dakwah’ sudah dituntut untuk siap menghadapi berbagai kondisi. Dia mencontohkan bagaimana saat ini terjadi kelangkaan penulis Muslim di tengah banyaknya artikel yang menyesatkan di sejumlah media massa maupun media sosial. “Kita harus mampu mengcounter orang-orang yang membuat tulisan-tulisan seperti itu, begitu pula di ajang debat televisi, kita masih kekurangan,” katanya. Dia menambahkan, seharusnya kita mampu menampilkan orang-orang yang pandai berdebat, sebab saat ini, menurut Ma’ruf, banyak org pinter tetapi tidak tahu cara berdebat.
Menurutnya, dakwah umat Islam di Indonesia menghadapi dinamika kehidupan yang semakin berat, perkembangannya semakin banyak, tantangannya juga semakin banyak. “Tantangannya semakin besar, kita semakin tidak siap, dakwah kita sama sekali tidak membawa dampak besar sehingga tidak bisa melakukan perubahan besar,” katanya.
Oleh karena itu, dia mendukung gagasan Komisi Dakwah MUI untuk merumuskan kembali sejumlah tantangan dakwah agar nantinya bisa memberikan panduan yang berguna untuk para da’i di tengah gempuran arus informasi. “Masyarakat yang mulai memahami sekularisme makin banyak, adanya pembenaran pernikahan beda agama hanyalah contoh kecil dari tantangan tersebut,” katanya.
Masalah lainnya juga muncul terkait minimnya toleransi internal umat Islam, “Seringkali kita tidak bisa menjaga diri, sehingga berpotensi memicu konflik, lihat saja di televisi, radio dan lain-lain,” katanya. Menurutnya MUI sudah mempunyai garis tersebut, dalam hal perbedaaan kita harus toleransi, dalam hal penyimpangan kita tidak bisa toleransi.
“Perbadaan itu hanya di wilayah perbedaan, kalau di luar itu namanya penyimpangan. Di wilayah ini jangan sampai umat Islam mempermasalahkan perbedaan atau masalah khilafiah lagi. Sehingga para da’i perlu menahan diri terkait masalah-masalah khilafiyah di internal umat Islam. “Kita tidak bisa menonjolkan ego kelompok atau ashobiyyah jama’iyyah. Karenanya MUI ingin menerapkan dakwah yang terkoordinasi. Supaya tepat pada sasaran,” tuturnya.[]ynd/mui/di.com