Berita penangkapan artis oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) karena kasus narkoba kembali menghiasi media massa. Artis dan orang-orang yang tertangkap tersebut patut bersyukur ditangkap oleh BNN. Bersyukur karena jika mereka bukan bandar atau pengedar, tetapi hanya sebagai pengguna maka mereka dapat mengikuti program rehabilitas di Panti Rehabilitasi BNN, Lido Bogor, Jawa Barat agar kelak dapat kembali menjadi manusia yang sehat yang siap kembali berkiprah di masyarakat.
Berita penangkapan artis oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) karena kasus narkoba kembali menghiasi media massa. Artis dan orang-orang yang tertangkap tersebut patut bersyukur ditangkap oleh BNN. Bersyukur karena jika mereka bukan bandar atau pengedar, tetapi hanya sebagai pengguna maka mereka dapat mengikuti program rehabilitas di Panti Rehabilitasi BNN, Lido Bogor, Jawa Barat agar kelak dapat kembali menjadi manusia yang sehat yang siap kembali berkiprah di masyarakat.
Rehabilitasi bagi pengguna dan atau pencandu narkoba dipilih oleh BNN karena mereka adalah korban dari para pebisnis yang produk-produk haramnya kini telah dikonsumsi oleh hampir empat juta penduduk Indonesia. Namun menurut KH. Wahfiudin Sakam, muballigh nasional dan Kepala Bidang Pengkajian dan Pendidikan Jakarta Islamic Centre (JIC), mereka sebenarnya adalah korban dari kesalahan paradigma yang mereka anut. Maka yang perlu direhalibitasi bukan hanya fisik dan menghilangkan kencanduan narkoba seseorang, tetapi juga paradigmanya karena paradigma seseorang menghasilkan kebiasaan (tindakan berulang). Kebiasaan itu kemudian membentuk karakter orang tersebut dan karakter sangat berhubungan dengan nasib (destiny) yang menimpa dirinya. Maka tidak aneh jika ada pemakai atau pencandu narkoba setelah direhabilitasi dan dinyatakan sembuh kemudian kumat lagi karena memang paradigmanya belum diubah dan para bandar narkoba mengetahui titik lemah ini sehingga terkesan pemberantasan narkoba seperti sangat sulit diberantas.
Menurut KH. Wahfiudin Sakam, paradigma yang digunakan seseorang untuk memahami kehidupan paling tidak ada tiga macam, yaitu: paradigma materialistik, paradigma sekularistik dan paradigma spiritualistik.
Paradigma materialistik adalah menganggap bahwa segala sesuatu baru ada kalau berwujud secara materi sehingga manusia pun dianggap manusia hanya sebatas tubuh. Sedangkan paradigma sekularistik adalah suatu pandangan hidup yang memahami bahwa kehidupan hanya sebatas kehadiran tubuh di bumi ini saja. Adapun paradigma spiritualistik adalah memahami sesuatu tidak hanya sebatas kehadiran tubuh di bumi, namun manusia adalah mahluk spiritual atau manusia ruhaniah.Akan ada kehidupan selain di bumi sekarang ini.
Paradigma materialistik dan paradigma sekularistik harus ditinggalkan, khususnya oleh para pecandu narkoba karena ukuran kebahagiaan bagi pemilik paradigma materialistik dan sekularistik adalah kenikmatan tubuh atau jasmani, yang dapat dirasakan sekarang, di bumi ini. Bagi mereka, tidak ada kehidupan lain selain kehadiran tubuh yang sekarang. Tidak ada kehidupan nanti, kehidupan di sana. Kehidupan hanya kini, di sini, di bumi. Konsekuensinya, kejarlah semua yang diinginkan sekarang juga, di sini juga. Raih dan miliki, dapatkan dan ambil. Kuasai sekarang juga, di sini juga.Mumpung masih di bumi. Tak pelak, orang pun berlomba-lomba mencari kenikmatan jasmaniah. Wajar jika banyak orang menjadi stres dilanda kecemasan (anxiety).Mereka merasa kesepian. Untuk mengatasinya, sebagian mereka mengkonsumsi narkoba untuk kembali mendapatkan kebahagiaan. Namun, mungkinkah dengan mengkonsumsi narkoba mereka mencapai kebahagiaan? Iya, mereka mencapai kebahagiaan, kebahagiaan semu yang merusak syaraf, fisik dan mental mereka.
Jika seseorang sudah materialistik otomatis sekularistik sehingga yang disebut kenikmatan adalah kenikmatan jasmani. Baginya tidak ada kehidupan ruhaniah, nanti di sana. Segala-galanya harus bisa diperoleh sekarang juga, mumpung di bumi. Sifat materialistik dan sekularistik melahirkan sifat hedonistik, yaitu sifat yang mementingkan kesenangan dan kepuasan duniawi, tanpa mempertimbangkan aspek moralitas, sosial, adat istiadat, maupun agama. Yang penting bisa mendapat kesenangan dan kepuasan.Kata-kata baik atau buruk; benar atau salah; sudah tidak lagi menjadi pertimbangan.
Masih menurut KH. Wahfiudin Sakam, paradigma yang baik yang harus dimiliki oleh seseorang, khususnya para pencandu narkoba, adalah paradigma spriritualistik. Berbeda dengan paradigma materialistik dan sekularistik, paradigma spiritualistik memahami sesuatu tidak hanya sebatas kehadiran tubuh di bumi, namun manusia adalah mahluk spiritual atau manusia ruhaniah. Akan ada kehidupan selain di bumi sekarang ini. Allah SWT mengingatkan bahwa manusia bukan hanya tubuh, tetapi juga ruh. Paradigma spiritualistik membuat penganutnya memandang bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan ketetapan dari Allah SWT.Karenanya kehidupan ini harus disyukuri. Cobaan, kekurangan dan penderitaan disikapi dengan sabar dan dan dengan ketabahan serta memulangkan segalanya kepada Allah SWT.Karena segala sesuatu memang milik-Nya, termasuk dirinya sendiri.Penganut paradigma ini memandang kehidupannyadi dunia mempengaruhi kehidupannya di akhirat. Segala sesuatu yang dilakukan di dunia dilihat, diketahui dan dinilai oleh Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Maka, dengan paradigma ini manusia tidak akan terkena stres, hidup menjadi tentram yang tentu sangat berpengaruh kepada kualitas dirinya.
Jika kita ingin melihat keberhasillan mengubah paradigma untuk menghilangkan kencanduan narkoba maka kita dapat melihar dari keberhasilan KH.A.Shohibulwafa Tajul Arifin dengan metode Inabah, metode yang dicetuskannya sendiri, sehingga beliau mendapat penghargaan “Distinguished Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse, dan juga penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya di bidang Rehabilitasi Korban Narkotika dan Kenakalan Remaja. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC











