REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua PBNU, Slamet Effendy Yusuf, menyatakan tidak ada Islamofobia dalam sejarah Bali modern.
“Sesungguhnya, Islamofobia dalam sejarah Bali modern tidak pernah terjadi karena ada jejak sejarah pertautan kerjasama antara umat Hindu Bali dengan Muslim, khususnya Muslim dari Makasar dan Jawa Timur,” tutur Kiai Slamet saat dihubungi Republika, Selasa (26/8) malam.
Menurut Kiai Slamet, sikap anti identitas Islam di Bali akhir-akhir ini memang mengagetkan karena tiba-tiba saja muncul. Di masa depan, mari lihat perkembangan Bali, apakah ada Islamofobia atau tidak.
“Sepengetahuan saya sejak lama, tokoh-tokoh Bali sebenarnya sangat toleran,” ujarnya.
Sejak awal, tuturnya, masyarakat Bali menerima masuknya berbagai budaya sebagai sistem pergaulan dalam masyarakat yang terbuka. Masyarakat Bali pun sangat lentur dalam menerima realitas multikultural yang hidup di tengah masyarakat.
Menurut Ketua Dewan Pimpinan MUI Pusat ini, hal itulah yang menjadikan masyarakat Bali meraih kemajuan tanpa kehilangan kehinduan mereka. “Saya berharap sikap anti identitas Islam di Bali akhir-akhir ini hanya kejadian sementara karena adanya kepentingan yang bersifat sementara juga. Misalnya, berkaitan dengan pemilu,” jelas Kiai Slamet.
Karena ingin meraih suara, maka sektarianisme menjadi isu yang seksi. Isu sektarianisme akan menjadi permasalahan serius jika dijadikan modal politik tokoh fundamentalis. Apalagi jika para tokoh fundamentalis itu berhasil meraih kursi karenanya. Jangan-jangan, lanjut Kiai Slamet, kasus-kasus seperti ini akan menjadi model.
“Tapi, saya harap hal itu tidak terjadi. Biar masyarakat Hindu dan Muslim tetap menjadi saudara sebangsa. Dengan cara itu, Indonesia akan tetap utuh, satu dalam kebhinekaan,” papar Kiai Slamet.