Di tengah polemik pro dan kontra penyelenggaraan konser musik Lady Gaga, sebagian umat Islam di hari Senin (21/05/2012) juga berpolemik dalam ruang lingkup yang terbatas via dunia maya, baik di situs jejaring sosial, SMS atau BlackBerry Messenger (BBM). Polemik ini mengenai penetapan masuknya 1 Rajab 1433H. Pada hari itu, ada sebagian yang menyatakan bahwa 1 Rajab 1433H terjadi pada hari Senin, 21 Mei 2012 saat matahari terbenam. Ada pula yang menyatakan bahwa 1 Rajab 1433H jatuh pada hari Selasa 22 Mei 2012 karena pada hari Senin tersebut, hilal belum bisa dirukyat, seperti hasil rukyat yang dilakukan oleh PB NU dan Rukyatul Hilal Indonesia (RHI).
Di tengah polemik pro dan kontra penyelenggaraan konser musik Lady Gaga, sebagian umat Islam di hari Senin (21/05/2012) juga berpolemik dalam ruang lingkup yang terbatas via dunia maya, baik di situs jejaring sosial, SMS atau BlackBerry Messenger (BBM). Polemik ini mengenai penetapan masuknya 1 Rajab 1433H. Pada hari itu, ada sebagian yang menyatakan bahwa 1 Rajab 1433H terjadi pada hari Senin, 21 Mei 2012 saat matahari terbenam. Ada pula yang menyatakan bahwa 1 Rajab 1433H jatuh pada hari Selasa 22 Mei 2012 karena pada hari Senin tersebut, hilal belum bisa dirukyat, seperti hasil rukyat yang dilakukan oleh PB NU dan Rukyatul Hilal Indonesia (RHI).
Tentu polemik penetapan 1 Rajab 1433H tersebut merupakan polemik yang positif yang mengindikasikan begitu tingginya tingkat kegairahan sebagian umat Islam di Indonesia dalam menyambut datangnya bulan Rajab 1433 H. Namun ironinya, seperti tahun-tahun yang lalu, hal ini belum ditanggapi dengan baik oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI, setanggap ketika menetapkan 1 Ramadhan, 1 Syawal atau 1 Dzul Hijjah. Pada tiga bulan Hijriayah ini, pemerintah melakukan sidang itsbat dengan melibatkan ormas-ormas Islam dan media massa yang hasil istbat tersebut dapat diketahui masyarakat melalui berbagai media.
Sedangkan untuk bulan Rajab ini, jangankan melakukan sidang itsbat, untuk sekedar memberikan informasi ke media massa secara luas sehingga masyarakat mengetahui kapan jatuhnya 1 Rajab 1433 H, juga tidak dilakukan oleh pemerintah. Padahal kewenangan dan tanggung jawab ini juga dipikul oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI. Sehingga muncul kesan pemerintah tidak memilki kepedulian dan membiarkan umat untuk mencari tahu sendiri, layaknya umat Islam yang tinggal di negara yang betul-betul sekuler atau di negara-negara yang umat Islamnya minoritas. Untung saja masih ada ormas-ormas Islam yang peduli terhadap persoalan ini, seperti NU dengan lajnah falakiyah yang dimilikinya, yang melakukan kegiatan rukyatul hilal di sembilan puluh titik rukyat di Indonesia untuk penetapan 1 Rajab 1433 H dan hasilnya dipublikasikan melalui situs resminya di internet sehingga dapat diketahui oleh masyarakat luas.
Tentu saja kepedulian ormas Islam seperti NU dan lainnya didasari atas dalil-dalil yang dianggap kuat tentang kehormatan dan keharaman bulan Rajab. Apalagi kini, untuk mendapatkan dalil-dalil tersebut, umat dengan mudah memperolehnya dengan mengakses situs-situs Islam yang banyak bertebaran di internet yang memunculkan semangat untuk menghormatinya Keharusan untuk menghormati bulan Rajab dikarenakan ia termasuk dari bulan-bulan haram (Asyhurul Hurum) seperti yang disebutkan di dalam hadits yang terdapat di dalam kitab Sunan At-Tirmidzi dimana Allah SWT juga berfirman di Q.S. Al-Maidah ayat 2 yang artinya,” “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …”. Juga ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dimana Rasulullah SAW bersabda,” Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua Jumadil dan Sya’ban.”. Apalagi asal-usul dinamakan Rajab karena ia adalah bulan untuk yarjubu, yaitu Ya’zhumu (mengagungkan) sebagaimana dikatakan Al Ashmu’i, Al Mufadhdhal, dan Al Farra’.
Kenapa bulan-bulan tersebut, dalam hal ini bulan Rajab, disebut bulan haram? Lalu, apa saja konsekuensi bila umat Islam telah masuk ke dalam bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la mengatakan bahwa dinamakan bulan haram karena dua makna, yaitu Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan; Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut sehingga saat itu sangat baik untuk melakukan amalan-amalan yang menunjukkan kepada ketaatan. Beberapa amalan itu seperti yang dikatakan oleh Sufyan Ats-Tsauri ,”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Akhirulkalam, tulisan di atas, tentu bukan sekedar untuk menyalahkan pemerintah, tetapi sebagai introspeksi agar ke depan, pemerintah, terutama Kementerian Agama RI, juga peduli terhadap bulan Rajab juga bulan lainnya yang memiliki kemuliaan dengan melakukan sidang itsbat dan mensosialisasikan hasil itsbatnya ke tengah-tengah umat Islam walau tidak sebesar pada penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal atau 1 Dzul Hijjah. Introspeks ini juga buat ormas-ormas Islam yang lain agar peduli juga dan menggencarkan sosialisasi bulan-bulan haram, seperti bulan Rajab ini agar perihal bulan Rajab dan bulan-bulan haram secara efektif sampai ke umat sehingga umat mengetahui dan menyadari aturan-aturan dan kentetuan yang harus dijalankan dan ditaati pada bulan-bulan haram. Bunyi sosialisasi itu misalnya agar di bulan Rajab ini umat Islam lebih giat beribadah, menjauhi perbuatan yang sia-sia apalagi menjurus kepada kemaksiatan. Dapat juga untuk menolak konser Lady Gaga dengan mengatakan, “Ini bulan Rajab loh!”. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC