JIC- Pemerintah Belanda telah meminta maaf kepada keluarga Bosnia yang kehilangan kerabat mereka dalam pembantaian (genosida) Muslim Srebrenica 1995 di timur Bosnia dan Herzegovina. Belanda dinilai bagian dari kegagalan dalam mencegah pembantaian Muslim di Srebrenica 1995, kata Menteri Pertahanan Belanda Kajsa Ollongren.
Terkait ini, Menteri Pertahanan Belanda, Kajsa Ollongren menyampaikan permintaan maaf pada peringatan ke-27 genosida di pemakaman pada hari Senin di Potocari di Bosnia dan Herzegovina.
“Belanda adalah salah satunya. Terlepas dari segalanya, Srebrenica hancur … Belanda juga merupakan bagian dari kegagalan ini. Untuk alasan ini, kami menawarkan permintaan maaf kami yang terdalam. Ini menghubungkan Belanda selamanya,” kata Ollongren.
Dia mengatakan bahwa lembaga internasional telah berjanji untuk melindungi orang yang tidak bersalah. “Masyarakat internasional gagal melindungi rakyat Srebrenica. Sebagai bagian dari komunitas ini, pemerintah Belanda berbagi tanggung jawab politik atas situasi di mana kegagalan ini bisa terjadi. Kami tidak bisa menghilangkan penderitaan. Tapi yang bisa kami lakukan adalah melihat sejarah langsung di mata,” kata Ollongren.
Misi yang mustahil
Pada tahun 2002, pemerintah Belanda saat itu mengundurkan diri dari Bosnia setelah mengakui kegagalannya untuk melindungi pengungsi, tetapi mengatakan bahwa pasukan penjaga perdamaiannya sedang dalam “misi yang mustahil”.
Sebagaimana diketahui, pasukan Belanda yang kewalahan menghadapi pengungsi Muslim yang meminta perlinduan menutup gerbang di pangkalan mereka yang terletak di zona aman PBB di Srebrenica pada tahun 1995.
Sejarah mencatat, saat itu penjaga perdamaian yang bersenjata lengkap melihat orang-orang Serbia-Bosnia memisahkan laki-laki dan anak laki-laki, mengantar mereka dengan bus ke kematian mereka, dan membuang mayat mereka di kuburan massal.
Atas peristiwa ini, putusan pengadilan banding Den Haag, Belanda mengatakan, Pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seharusnya mengetahui dengan baik bahwa ada banyak orang dalam bahaya, namun pasukan Belanda dinilai membiarkan mereka jatuh ke tangan pembantai. Demikian, menyangkut kasus genosida atau pembunuhan massal di Bosnia pada tahun 1995, seperti dilaporkan The Guardian, Rabu (28/6/2017).
Pembantaian Srebrenica (disebut juga genosida atau pembantaian Srebrenica) adalah kejadian pada Juli 1995 di mana sekitar lebih dari 8.000 laki-laki dewasa dan remaja etnis Muslim Bosnia dibantai secara massal di daerah Srebrenica, Bosnia, oleh pasukan Republik Srpska yang dipimpin Jenderal Ratko Maldic. Republik Srpska, yang sebelumnya bernama Republik Serbia Bosnia-Herzegovina, adalah satu dari tiga entitas politik di Bosnia-Herzegovina.
Ratusan Muslim itu dibantai di dekat Srebrenica di Bosnia dan Herzegovina selama perang saudara Yugoslavia, demikian putusan pengadilan banding Den Haag.
Putusan tersebut menguatkan keputusan pengadilan di bawahnya tiga tahun yang lalu bahwa pasukan Belanda seharusnya tahu bahwa orang-orang yang mencari perlindungan ke markas mereka akan dibunuh oleh tentara Serbia Bosnia. Koban, yang jumlahnya tidak terhitung, telah melarikan diri ke daerah aman, dan salah satunya termasuk ke markas pasukan Belanda, namun, mereka tidak mendapatkan perlindungan.
Hakim banding Belanda Gepke Dulek-Schermers mengatakan tentara Belanda pasti tahu bahwa orang-orang itu “tidak hanya diperiksa … tetapi dalam bahaya nyata menjadi sasaran penyiksaan dan eksekusi.”
Sumber: Hidayatullah.com