Pengemis Minta Gaji Rp 10 Juta

0
375

 

Bandung, Tribun News pada tanggal 1 Oktober 2013 menurunkan berita yang menarik untuk dicermati bahwa kalangan gelandangan dan pengemis yang menyatakan dirinya GMD (Gerakan Masyarakat Djalanan) berdemo di depan gedung DPRD, dan dilanjutkan di Kantor Walikota Bandung, mereka protes karena Walikota Bandung , Ridwan Kamil menertibkan pengemis dan anak jalanan, kemudian hendak memperkaryakan mereka sebagai tukang sapu.

Mendengar solusi yang diberikan Ridwan Kamil, peserta demo menyambutnya dingin, bahkan mereka mengeluh dan tidak mau menjadi tukang sapu. “Kalau dipekerjakan seperti itu apakah Bapak siap menggaji mereka Rp. 4 juta sampai Rp. 10 Juta, kalau gaji hanya Rp. 700.000,- tidak akan cukup”, ujar Priston salah seorang Orator demo tersebut.

Menurut Emil, gaji tersebut juga ditambah fasilitas tempat tinggal dan makan deberikan.

-o0o-

Sebenarnya apa yang didemokan para pengemis cukup masuk akal, dan kalau gaji yang dituntut mereka Rp. 4 Juta juga masuk akal, kalau mereka menolak juga lebih masuk akal lagi.

Kenapa demikian? Coba hitung saja, kalau mereka minta-minta di lampu merah, sekali lampu merah menyala 2 menit, kalau 2 menit mobil berhenti menunggu lampu merah maka umumnya para pengemis bisa minta-minta sebanyak 10 mobil, kalau asumsi supir memberikan koin Rp. 500,- dan yang memberikan separohnya atau 5 mobil maka pendapatan mereka per dua menit adalah Rp. 500 x 5 mobil Rp. 2,500,-

Maka pendapatan perjam mereka, anggap saja aktifnya 30 menit maka perjam, 15 x Rp. 2500,- = 37.500,- Andaikan sehari mereka 6 jam kerja maka mereka mengantongi uang Rp. 225.000,-/hari. Kalau satu bulan, umpamanya aktifnya 25 hari kerja, maka Rp. 225,000 x 25 hari, maka wajarnya pendapatan mereka adalah = Rp 5,625.000,- Wooowww.. alamak jan! fantastis gaji mereka seperti gaji manager perusahaan lokal.

Jadi, bila mereka menuntut agar walikota menggaji mereka Rp 4 juta sampai Rp. 10 juta adalah hal yang wajar karena dalam hitung-hitungan minimal saja angka pendapatan mereka mencapai Rp. 5,625,000,-.

Tentu saja kalimat kewajaran yang saya ungkapkan adalah.. wajar secara hitung-hitungan akal, tapi tidak wajar secara hati nurani, moral, sosial, maupun agama.

Dengan demo yang dilakukan para pengemis dan anak jalanan tentu saja mengandung makna bahwa mereka sudah masuk ke wilayah “Comfort zone”, zona nyaman yang tidak mau lagi diganggu-ganggu. Alih-alih menganggap kenyamanan padahal hakikinya adalah “penjara di jalanan”.

Menurut saya, langkah yang dilakukan Walikota sudah benar, karena bagaimanapun meminta-minta adalah suatu yang terlarang, dengan bermata pencaharian minta-minta sama saja sebagai parasit yang mengganggu ketertiban umum, selain itu juga membuat jalanan menjadi rawan akan kriminalitas.

Dalam agama Islam, minta-minta sangatlah tercela, Rasulullah SAW bahkan mengungkapkan bahwa menjual kayu bakar adalah lebih baik.

Dari Abu Hurairah R.A. Rasulullah saw bersabda, “Demi Zat yang jiwaku ada di atas tangan kekuasaan-Nya, sungguh seorang lebih baik mengambil seutas tali lalu memikul kayu bakar dan menjualnya adalah lebih baik dari pada menemui orang lain untuk meminta-minta yang mungkin diberi atau mungkin tidak diberi.” (HR. Buhari 24:1470).

Melalui hadis Rasulullah SAW di atas, bisa sebagai acuan agar kita sebaiknya berusaha apa saja yang penting halal, agama akan menjadi kekuatan pembebas dari sifat minta-minta, dan merubahnya menjadi sifat pribadi yang berlimpah (abundant personality) yang ke manapun berada selalu memberikan vibrasi positif konstruktif kepada orang lain, – sekali lagi-bukan pribadi yang selalu meminta-minta dan mengambil. “Bukankah tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah?, tangan di atas adalah pemberi, tangan di bawah adalah peminta-minta” ( HR Buhari Muslim 12:94 – 24:1429).

Akhirul kalam, yang dimaksud pribadi baik adalah apa bila menangkap pencerahan spiritualitas dari Ilahi Robi akan mudah memancarkan ke sekelilingnya. Pribadi sehat adalah penerima sinyal (receiver) dan sekaligus pemancar yang mampu mengubah jalannya sejarah, penggerak perubahan dari penjara kebodohan, kemalasan, menuju kerajinan, kepandaian, dan memiliki kebebasan hidup yang bermartabat.

Semoga saja para pengemis sadar akan kesalahannya dan mau bekerja walau gaji sedikit yang penting halal dan berkah. Amin.

Salam,

Verri Jaya Priyana

Penulis bisa dihubungi pada alamat email : fdjajaprana@gmail.com

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

twelve + twenty =