PESAN UNTUK PEMIMPIN JAKARTA (2)

0
298

Momentum HUT dari kota yang namanya diambil dari ayat fathan mubinan ini, dapat dijadikan awal dari sebuah permulaan untuk menggurat indah masterplan terbangunnya sebuah sophisto community, kaum yang berpikir jernih dalam menyikapi berbagai dinamika kehidupan ummat, dengan senantiasa berharap rahmat Allah SWT, agar kesalahan termaafkan dan kebenaran terabadikan; karena kaum ini adalah orang-orang yang pandai bersyukur, dengan menjadikan al Quran dan Assunnah sebagai hiasan indah di hati dan pedoman hidup sehari-hari. Inilah referensi eternal-transendental, acuan abadi dan tidak berbatas ruang-waktu, tanpa harus merusak dan memusnahkan apapun, tapi justru dapat memacu kehidupan Mozaikal yang tertata lebih indah dan berkualitas, untuk memutihkan masyarakat muslim Betawi-Jakarta, yang pada gilirannya dapat memputihkan seluruh masyarakat muslim Nusantara, seperti para pendahulu kita sering mengumpamakan kebersihan dan kecerdasan, bagai beras yang putih tidak dihasilkan dari sebuah tumbukan keras, akan tetapi putihnya beras lebih disebabkan oleh pergesekan antar gabah belaka.

Ada sebuah pesan tertulis dari ulama sufi Betawi terkemuka, almarhum KH. Abdurrahim Radjiun, putra Muallim Radjiun Pekojan yang akrab dipanggil Abie Bismillah, Pemimpin Jama`ah Sholawat Istirhamiah, kepada pemimpin Jakarta. Pesan ini seharusnya beliau sampaikan untuk mengisi ceramah di Jakarta Islamic Centre (JIC) yang urung dilakukan sampai beliau wafat. Namun dikarenkan di Jakarta sekarang ini akan berlangsung Pilkada untuk memilih gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada tanggal 11 Juli yang akan datang, juga untuk memperingati HUT Kota Jakarta ke-485, maka pesan tertulisnya sangat relevan untuk diturunkan sebagai bahan renungan dan untuk menambah wawasan kita semua. Berikut kelanjutan dari pesan tersebut yang merupakan sambungan dari Jum`at yang lalu:

Momentum HUT dari kota yang namanya diambil dari ayat fathan mubinan ini, dapat dijadikan awal dari sebuah permulaan untuk menggurat indah masterplan terbangunnya sebuah sophisto community, kaum yang berpikir jernih dalam menyikapi berbagai dinamika kehidupan ummat, dengan senantiasa berharap rahmat Allah SWT, agar kesalahan termaafkan dan kebenaran terabadikan; karena kaum ini adalah orang-orang yang pandai bersyukur, dengan menjadikan al Quran dan Assunnah sebagai hiasan indah di hati dan pedoman hidup sehari-hari. Inilah referensi eternal-transendental, acuan abadi dan tidak berbatas ruang-waktu, tanpa harus merusak dan memusnahkan apapun, tapi justru dapat memacu kehidupan Mozaikal yang tertata lebih indah dan berkualitas, untuk memutihkan masyarakat muslim Betawi-Jakarta, yang pada gilirannya dapat memputihkan seluruh masyarakat muslim Nusantara, seperti para pendahulu kita sering mengumpamakan kebersihan dan kecerdasan, bagai beras yang putih tidak dihasilkan dari sebuah tumbukan keras, akan tetapi putihnya beras lebih disebabkan oleh pergesekan antar gabah belaka.

Karena kita sadari, bahwa kerapuhan masyarakat dalam menyikapi berbagai infiltrasi atau bahkan menangkal intervensi kultural dengan kekuatan daya tebar yang sangat cepat dan tepat sasaran bidik melalui berbagai media, bukan karena suprioritas dan kekuatan mereka dalam mengemas dan menyaji sebuah kultur, akan tetapi lebih disebabkan oleh kelemahan kita sendiri dalam menjaga dan mempertahankan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Faktor-faktor sistemik yang tidak terajut dengan baik serta silaturrahim yang sudah keluar dari porosnya, telah merapuhkan sistem pertahanan masyarakat Jakarta-Betawi, hingga tercabik oleh batas-batas perbedaan kepentingan, selain kita temukan indikasi kesengajaan untuk membiaskan potensi budaya lokal, sehingga kaum ini terkulai dalam rentang waktu panjang, dan dihadang oleh 3 krisis makro , yaitu : Pertama, Krisis Khilafah, Imamah, Imarah, kepemimpinan. Krisis ini telah memberi saham besar bagi keterpurukan kaum muslimin pada polikultural di berbagai lini, tanpa terdengar lagi suara hati seorang pemimpin yang berani, jujur dan sekaligus teduh, untuk sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan ummat.

Di tanah air, sederet panjang keluh ummat mengenai torehan serta maneuver para pemimpin yang repot merajut kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri, telah menjadikan ukhuwah Islamiah sebagai barang langka yang sulit ditemukan di pasar kehidupan. Perbedaan pendapat internal, yang oleh Rasulullah SAW dijadikan formula untuk mengundang rahmat Allah SWT, kini telah menjadi condition sine quanon, syarat mutlak yang tidak dapat dielakkan untuk mencapai tujuan, meskipun harus menghadapi risiko perpecahan dan terporaknya persatuan kesatuan ummat.

Bersyukurlah, kita masih memiliki setitik harapan dari ulama, orang-orang saleh, mukhlisin, kaum sufi serta birokrat yang menyimpan nurani jernih untuk selamatan ummat. Memang, jumlah dan keberadaan mereka hanya bagai selembar benang hitam pada hamparan karpet merah.

Kedua, krisis uswah, keteladanan. Krisis ini merupakan dampak langsung dari krisis pertama, sehingga ummat tidak dapat memilih dengan baik dan benar, siapa sesungguhnya yang dapat dijadikan cetak biru keteladanan Rasulullah SAW. Sementara dinamika dan kompleksitas persoalan yang dihadapi ummat bergerak inci demi inci dan semakin mengkhawatirkan. Kita sudah tidak mampu membendung amuk pornografi, pornoaksi dan persoalan-persoalan kultural yang terus menyerang ummat di berbagai lini, dengan daya rusak yang teramat hebat, mencekik semua usia, mulai dari Play Station hingga Play Boy.

Ketiga, krisis silah, persenjataan. Dalam pandangan Islam, senjata paling tangguh, bukanlah jenis persenjataan dengan amunisi yang dapat mematikan, tapi senjata yang paling hebat adalah doa, dengan muatan amunisi yang dapat menjadikan hidup lebih hidup.

Kita sudah terlalu lama terlena oleh pengertian berdoa hanya dengan mengangkat tangan ke atas, dengan isak tangis dan terluncur rayuan cantik dari lidah tak bertulang ini, sehingga terbersit kesan bahwa doa-doa kita hanyalah permainan retorika agar raih belas kasih Allah SWT. Sebaliknya, kita tidak berani artikan doa dengan membalikkan tangan ke bawah untuk angkat ummat, utamanya kaum marginal, dengan melihat kenyataan bahwa mereka terhuyung bahkan sebagian besar telah menggelepar, menghadapi kehidupan sehari-hari yang semakin lucu dan menakutkan: harga sembako terus naik, semantara harga diri terus merosot. Para wakil di lembaga terhormat, yang menstinya berperan sebagai penyuara hati rakyat, kini sudah menempatkan diri mereka sebagai para ketua yang berjalan di depan, mendahului ratusan juta wakilnya yang megap-megap didera bahkan terbenam Lumpur kemiskinan. Tidak sedikit dari penasihat keagamaan yang telah panik dan inkonsisten dengan eksistensinya sebagai penyuluh kebaikan dan kebajikan, tapi perbuatannya sendiri sudah perlu dinasihati. Anak-anak kita yang terancam menghadapi momok the lost generation, sebuah generasi yang hilang, terus hadapi kepungan demoralisasi secara struktural dan terencana melalui jaringan terkutuk narkotika, psikotropika serta zat-zat adiktif lainnya. Seks bebas di kalangan pelajar tingkat sekolah menengah serta aksi pornografis di berbagai media, telah merenyuhkan hati para orangtua; walau sebaliknya, seks bebas dan aksi pornografis yang dilakukan para orangtua nyaris, mencopot jantung hati anak-anaknya sendiri.

Hampir tidak ada jalan dan upaya untuk selamatkan mereka, kecuali dengan keberanian politis untuk tegakkan law enforcement tanpa pilih kasih dan pandang bulu. Itulah doa paling efektif-proaktif yang tidak sekadar meminta keajaiban kepada Allah SWT, tapi berharap beroleh kekuatan hati dariNya untuk berani ambil keputusan, menindak lanjutinya, disertai kejujuran untuk terus menjaga keputusan itu tetap sinambung.

Saya berkeyakinan dibarengi dengan husnuzzhan, berperasangka baik kepada Allah SWT, bahwa dengan dukungan fisik-material dan mental spriritual dari berbagai kalangan, baik struktural, fungsional maupun komunal, utamanya seluruh elemen kebetawian, pada saatnya, tempat ini, Jakarta, akan menjadi spektrum yang menebar warna kehidupan yang putih jernih ke berbagai sudut kehidupan masyarakat Jakarta-Betawi, yang pada gilirannya dapat merayap perlahan namun pasti, akan dapat memputihkan sikapan, ucapan serta perbuatan bangsa ini. ***

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki

Koordinator Pengkajian JIC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

2 × 4 =