Masyarakat Jakarta pada tanggal 11 Juli nanti akan memilih pemimpin mereka, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Jika dirunut dari tahun 1945, selain Dr. Ing. H. Fauzi Bowo, sudah dua belas orang yang memimpin Jakarta, baik sebagai walikota atau gubernur dengan berbagai prestasi yang mereka toreh untuk bangsa ini, khususnya masyarakat Jakarta. Kedua belas orang itu adalah Suwiryo (dua kali), Letnan Kolonel H. Daan Jahja, Syamsurijal, Sudiro, Dr. Soemarno Sosroatmodjo (dua kali), Hendrik Hermanus Joel Ngantung (Henk Ngantung), Ali Sadikin, Tjokropranolo, R. Soeprapto, Letjen TNI (Purn) Wiyogo Atmodarminto, Jenderal TNI (HOR) Soerjadi Soedirdja, Letjen (Purn.) Dr. (HC) H. Sutiyoso, SH. Apa saja prestasi mereka?
Masyarakat Jakarta pada tanggal 11 Juli nanti akan memilih pemimpin mereka, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Jika dirunut dari tahun 1945, selain Dr. Ing. H. Fauzi Bowo, sudah dua belas orang yang memimpin Jakarta, baik sebagai walikota atau gubernur dengan berbagai prestasi yang mereka toreh untuk bangsa ini, khususnya masyarakat Jakarta. Kedua belas orang itu adalah Suwiryo (dua kali), Letnan Kolonel H. Daan Jahja, Syamsurijal, Sudiro, Dr. Soemarno Sosroatmodjo (dua kali), Hendrik Hermanus Joel Ngantung (Henk Ngantung), Ali Sadikin, Tjokropranolo, R. Soeprapto, Letjen TNI (Purn) Wiyogo Atmodarminto, Jenderal TNI (HOR) Soerjadi Soedirdja, Letjen (Purn.) Dr. (HC) H. Sutiyoso, SH. Apa saja prestasi mereka?
Prestasi Suwiryo adalah ketika kedua pemimpin bangsa ini, Bung Karno dan Bung Hatta, memproklamirkan kemerdekaan, ia menjadi sosok yang bertanggungjawab atas terselenggaranya proklamasi di kediaman Bung Karno. Semula, proklamasi akan diselenggarakan di Lapangan Ikada (kini Monas), tetapi karena balatentara Jepang masih gentayangan dengan senjata lengkap, maka dipilihlah kediaman Bung Karno sebagai tempat diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah Suwiryo, Jakarta dipimpin oleh Letnan Kolonel H. Daan Jahja. Pada masa kepemimpinannya, ia berhasil menyelesaikan masalah administratif pemerintahan Jakarta yang sebelumnya diatur oleh Belanda.
Syamsurijal kemudian menggantikan Suwiryo yang terpilih kedua kalinya menggantikan Letkol. H. Daan Jahja. Pada saat ia memimpin Jakarta, ia bersatus sebagai Walikota Jakarta Raya. Kebijakan yang cukup terkenal pada masa kepemimpinannya adalah mengenai masalah listrik. Walau begitu, ia juga memberi prioritas pada masalah air minum, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kebijakan atas tanah. Untuk mengatasi masalah listrik yang sering padam, ia membangun pembangkit listrik di Ancol. Adapun untuk meningkatkan penyediaan air minum, dia membangun penyaringan air di Karet, penambahan pipa, peningkatan suplai air dari Bogor. Dibawah kepemimpinan Syamsurijal, bidang pendidikan juga mendapat perhatian, salah satunya adalah mendukung pengembangan Universitas Indonesia (UI).
Sudiro kemudian memimpin Jakarta menggantikan Syamsurizal. Prestasi Sudiro adalah mengeluarkan kebijakan pemecahan wilayah Jakarta menjadi tiga kabupaten yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Ia juga yang mengemukakan kebijakan pembentukan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang kemudian menjadi Rukun Warga (RW).
Setelah Sudiro, Jakarta dipimpin oleh Dr. Soemarno Sosroatmodjo. Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja. Proyek pertama rumah minimum dibangun di Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok, dan Bandengan Selatan.
Setelah itu, Jakarta dipimpin oleh seorang seniman, pelukis. Namanya Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung. Ketika ia ditunjuk oleh Soekarno untuk memimpin Jakarta, banyak orang yang memprotes. Tetapi, Soekarno tetap pada pendiriannya karena ia menganggap dengan dipimpinnya Jakarta oleh seorang seniman, Jakarta akan menjadi indah. Adapun prestasi Henk Ngantung adalah Tugu Selamat Datang di bundaran Hotel Indonesia. Ia juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad. Lukisan hasil karya Henk antara lain adalah Ibu dan Anak yang merupakan hasil karya terakhirnya.
Setelah Henk Ngantung, Jakarta dipimpin oleh Letnan Jenderal Ali Sadikin. Ia merupakan Gubernur DKI Jakata yang sangat berjasa dalam mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern. Di bawah kepemimpinannya, Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pembangunan buah pikiran sosok yang dipanggil Bang Ali ini, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet, dan lain-lain. Bang Ali juga mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta, 22 Juni. Bersamaan dengan itu, berbagai aspek budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti kerak telor, ondel-ondel, lenong dan topeng Betawi, dan sebagainya,
Setelah Bang Ali, Jakarta dipimpin oleh Tjokropranolo yang akrab dipanggil dengan nama Bang Nolly. Sebelum menggantikan Bang Ali sebagai gubernur, ia menjabat sebagai asisten Gubernur Ali Sadikin. Selama menjabat gubernur, ia sering mengunjungi berbagai pabrik untuk mengecek kesejahteraan buruh dan mendapatkan gagasan langsung tentang upah mereka. Usaha kecil juga menjadi perhatiannya. Dia mengalokasikan sekitar ratusan tempat untuk puluhan ribu pedagang kecil agar dapat berdagang secara legal.
R. Soeprapto kemudian menggantikan Tjokropranolo untuk memimin Jakarta. Ia memulai kepemimpinannya dengan mengajukan konsep yang pragmatis dan bersih tentang pembangunan Jakarta sebagai ibukota dan juga wacananya mengenai sebuah kota besar. Ia menekankan konsepnya dalam wacana stabilitas, keamanan, dan ketertiban. Selain itu, R. Soeprapto juga membuat Master Plan DKI Jakarta untuk periode 1985 – 2005, yang sekarang dikenal dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.
Setelah R.Soepraprto, Jakarta dipimpin oleh Letjen TNI (Purn) Wiyogo Atmodarminto yang akrab dipanggil Bang Wi. Pada masa kepemimpinan Bang Wi, ia memutuskan untuk menerapkan konsep BMW: Bersih, Manusiawi, berWibawa di Jakarta.
Bang Wi kemudian digantikan oleh Jenderal TNI (HOR) Soerjadi Soedirdja. Di masa kepemimpinan Soerjadi, ia membuat proyek pembangunan rumah susun, menciptakan kawasan hijau, dan juga memperbanyak daerah resapan air. Adapun proyek kereta api bawah tanah (subway) dan jalan susun tiga (triple decker) yang sempat didengung-dengungkan pada masanya belum terwujud. Yang jelas, ia menyaksikan selesainya pembersihan jalan-jalan Jakarta dari becak, suatu usaha yang telah dimulai sejak gubernur sebelumnya (Bang Wi). Selain itu Peristiwa 27 Juli 1996 terjadi pada masa Jakarta di bawah kepemimpinannya.
Letjen (Purn.) Dr. (HC) H. Sutiyoso, SH merupakan pengganti Soerjadi Soedirdja sebagai Gubernur DKI Jakarta. Bang Yos, demikian ia disapa,memimpin Jakarta selama dua periode. Selama kepemimpinannya, ia banyak melakukan gebrakan-gebrakan. Beberapa gebrakannya adalah dengan sangat berani ia menutup pusat prostitusi terbesar di Asia Tenggara, Kramat Tunggak, dan mengubahnya menjadi Jakarta Islamic Centre (JIC). Disebut berani karena langkahnya itu mendapat perlawanan dari orang-orang yang berkepentingan dengan adanya tempat prostitusi Kramat Tunggak. Walau rumahnya sempat dilempari bom molotov, tetapi ia tetap pada pendiriannya. Ia yakin bahwa dibelakangnya ulama mendukung keputusannya. Gebrakan lainnya adalah pengadaan Busway yang diluncurkan pada 15 Januari 2004. Busway merupakan bagian dari sebuah sistem transportasi massal baru kota. Setelah sukses dengan Koridor I, pengangkutan massal dikembangkan ke koridor-koridor berikutnya. Ia juga mencetuskan mengembangkan sisten transportasi kota modern juga segera melibatkan subway dan monorel. Selain itu, ia juga peduli dengan pengembangan pendidikan Islam di Jakarta. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr.Azyumardi Azra bahwa Bang Yos, selain JIC, juga berjasa dalam pembangunan fisik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Akhirulkalam, jika kita melihat setiap kandidat cagub dan cawagub DKI Jakarta sekarang, maka mereka memiliki kelebihan dan kelemahan. Namun warga Jakarta khususnya umat Islam yang memilih hak pilih, jangan seperti membeli kucing dalam karung. Becerminlah dari sejarah kepemimpinan dua belas orang di atas, maka akan jelas siapa yang layak untuk dipilih. Adakah dalam diri para kandidat melekat sifat nasionalisme seperti Suwiryo, memiliki kemampuan adiminstatif seperti Letnan Kolonel H. Daan Jahja, memiliki jiwa seni dan peduli keindahan seperti Henk Ngantung, peduli dengan kebutuhan rakyat sepeerti Syamsurijal, inovatif dan peduli dengan kebudayaan Betawi seperti Ali Sadikin, peduli dengan nasib buruh seperti Tjokropranolo, jago mengkonsep seperti R. Soeprapto, peduli lingkungan seperti Bang Wi (Wiyogo), tertib seperti Soerjadi Soedirdja, berani dan dekat dengan ulama serta peduli dan melindungi kepentingan umat Islam seperti Bang Yos? Selamat memilih!
***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC