SKB TIGA MENTERI TERKAIT JILBAB DICABUT: ORANG TUA MURID NON-MUSLIM ‘GELISAH’, PEMERINTAH DIMINTA TERBITKAN INSTRUMEN HUKUM LAIN (1)

0
347
(Foto ilustrasi) MA menyatakan SKB Tiga Menteri yang dikeluarkan Februari lalu tak sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat. ANTARA FOTO

Keluarga murid non-Muslim di Padang, Sumatera Barat, mengatakan gelisah bahwa anaknya akan kembali diminta mengenakan jilbab, menyusul pencabutan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (SKB Tiga Menteri) yang mengatur seragam siswa oleh Mahkamah Agung.

JAKARTA,  JIC, –Menurut aktivis Hak Asasi Manusia dari Human Rights Watch (HRW), putusan itu bisa menjadi preseden pemaksaan pemakaian atribut agama tertentu pada siswa dan membuat praktik intoleransi meluas.

Pemerintah disarankan untuk segera menerbitkan peraturan baru, yang mengatur apa yang diatur SKB Tiga Menteri itu, dengan perluasan pada daerah Nanggroe Aceh Darussalam, yang sebelumnya dikecualikan dari aturan.

Pemerintah sejauh ini mengatakan masih menunggu putusan lengkap pengadilan sebelum mengambil langkah selanjutnya.

Pemohon uji materiil SKB Tiga Menteri, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, dalam permohonannya mengatakan SKB Tiga Menteri itu tak sesuai adat.

‘Tak akan sekolah jika dipaksa pakai jilbab’

Elianu Hia, orang tua dari siswi non Muslim, di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat, mengatakan gelisah saat mendengar SKB Tiga Menteri dicabut oleh Mahkamah Agung.

SKB Tiga menteri, yang ditandatangani Menteri Pendidikan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama, Februari lalu, mengatur, di antaranya, larangan sekolah untuk mewajibkan penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu.

JILBAB

SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO

Keterangan gambar : (Foto ilustrasi) SKB Tiga menteri mengatur, di antaranya, larangan sekolah untuk mewajibkan penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu.

Pada awal tahun 2021, Elianu Hia sempat viral setelah merekam video yang menunjukkan ia dipanggil ke sekolah karena anaknya menolak menggunakan jilbab, lalu mengunggahnya ke media sosial.

“Memang ada kegelisahan karena baru kami tahu tadi pagi [Minggu 09/05]. Kami juga belum tahu, saya tanya juga sama pengacara, apa yang diwajibkan hanya untuk Muslim atau non-Muslim.

“Kita tunggu dulu keputusan lengkapnya. Anak saya hidup atau mati dia nggak mau pakai jilbab. Kalau diwajibkan [pakai jilbab], dia nggak mau sekolah di situ,” ujar Elianu.

Dia mengingat kembali kejadian putrinya diminta mengenakan jilbab oleh pihak sekolah.

Saat itu, Elianu bercerita, guru-guru anaknya meminta putrinya itu memakai jilbab. Jika dia menolak, orang tua akan dipanggil.

“Terganggu jam belajar dia. Akhirnya saya, orang tua, dipanggil,” ujar Elianu.

Kasus itu kemudian ramai dibicarakan. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, bahkan menyebut peristiwa itu tak hanya melanggar undang-undang (UU), melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan.

SKB tiga menteri terbit tak lama setelah kasus itu mencuat.

Elianu mengatakan, putrinya tak lagi diminta mengenakan jilbab.

Ia menambahkan sejumlah pihak pun memberi dukungan dan kekuatan pada anaknya, hingga putrinya yang sempat “down” itu kembali kuat.

Disebut ‘tak sesuai adat’

Namun, SKB itu diuji oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat ke Mahkamah Agung, dengan alasan aturan itu tak sesuai dengan adat di wilayah itu, juga UU yang berlaku.

Dalam salinan permohonan yang diterima BBC, pemohon menuliskan pentingnya penggunaan pakaian Muslimah, di antaranya seperti menghindari siswi dari digigit nyamuk demam berdarah, menghapus jurang antara yang kaya dan miskin, hingga menghindari perempuan dari pelecehan seksual.

Namun, mereka tidak melengkapi pernyataan itu dengan data atau dokumen pendukung.

Hakim Mahkamah Agung, yang ketiganya adalah laki-laki- Yulius, Is Sudaryono, dan Irfan Fachrudin- kemudian mengabulkan gugatan uji materiil atas SKB itu.

Sejauh ini, salinan lengkap putusan itu belum diumumkan dan diberikan ke kementerian terkait.

Yang baru disebarkan pihak Mahkamah Agung baru amar putusan saja.

Pihak SMKN 2, Padang, Sumatera Barat, tidak merespons ketika ditanyai soal implikasi putusan ini pada aturan sekolah mereka.

JILBAB

SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO

Keterangan gambar : (Foto ilustrasi) SKB Tiga Menteri digugat oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat.

Sementara itu, Peneliti Human Rights Watch, Andreas Harsono, menyorot putusan itu dan dampaknya di kemudian hari.

“Kalau tidak diatasi segera akan makin massal pemaksaan anak perempuan, perempuan dewasa, guru sekolah negeri untuk memakai jilbab.

“Sekarang saja [kasusnya] sudah cukup besar. Sekarang 24 dari 34 provinsi [ada kasus pemaksaan]. Namun, ada kantong-kantong sekolah negeri yang tidak melakukan pemaksaan,” ujarnya.

HRW sebelumnya pernah melakukan wawancara, antara lain pada 140 siswa dan guru perempuan di beberapa sekolah negeri di kota di Sumatera, Jawa dan Sulawesi.

Sebagian besar dari mereka mengalami tekanan psikologis, bahkan dilaporkan ada yang berusaha bunuh diri akibat diskriminasi karena tak berhijab.

Sumber : bbcindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

one × four =