TERUNTUK DISA

0
205

WAKTU itu pukul 11.00, terhitung masih pagi menurutku. Karena biasa-nya aku pergi ke kampus selepas Dzuhur. Walau sang mentari sudah memanas sejak tadi, aku tak henti terus berzikir untuk menenangkan hati yang juga ikut panas ini. Aku harus cepat sampai ke gedung fakultasku di paling ujung setelah perpustaka-an, ada kabar tak enak yang ku dengar hari ini. Sekali lagi, ini masih pukul 11.00 saat itu.

Fauzia Muslimah, salah satu pemenang lomba penulisan Muslimah Inspiring Stories
Fauzia Muslimah, salah satu pemenang lomba penulisan Muslimah Inspiring Stories

JIC – Namanya Disa, lengkapnya Nur Disa Putri. Terkadang kalau sedang iseng, aku sering memanggilnya Putri, tapi entah kenapa saat aku memanggilnya dengan nama itu, dia langsung menyubit lenganku sambil mengomel tak suka.

“Lho, kenapa Putri… kamu kan cantik, putih, idola cowok-cowok satu kelas, karena kita masih mahasiswa baru tahun ini, tunggu saja satu semester, kamu akan jadi idola satu kampus, gak hanya satu fakultas lho yah….,” kataku sambil seraya cekikikan menggodanya. Dialah teman terbaikku. Anaknya baik dan sopan. Em, bisa ku katakan dialah orang pertama yang selalu ada saat aku pertama kali melakukan sesuatu yang baru selama di kampus ini.

Saat pertama masuk kelas, anak kampung yang berhasil mendapatkan satu kursi di Universitas di Ibu Kota dengan beasisswa ini masih canggung, dia dengan senyum manisnya itu mengajakku duduk di sampingnya. Dari sana, dialah yang saat ini kami sudah melangkah di semester lima kuliah, dia selalu ada di sampingku.

Selain itu, ada lagi moment first time ku yang selalu ditemani dia. Saat itu aku ingin sekali bisa menulis, bisa melihat karyaku ada di surat kabar atau minimal terbit di tabloid kampus, tapi aku masih takut mengirimkannya. Disa yang diam-diam mengirimkan artikel dan cerpen karyaku ke media kampus dan juga media lokal setempat.

Alhamdulillah, kini hampir 10 artikelku sudah terbit. Disa lah, sekali lagi selalu ada untuk anak perantauan sepertiku/ dia yang menolongku pergi ke tukang urut saat akau ditabrak motor saat menyebrang jalan, dia yang mengajari terus semangat untuk berkarya melalui tulisan, dan dialah yang menjadi inspirasiku. Nur Disa Putri.

Tak terasa kami pun sudah berada di semester lima. Aku seperti biasa terus beradaptasi dengan Jakarta tentang udara dan juga makhluk-makhluk di dalamnya. Perihal Disa, parasnya yang cantik nan mempesona membuatnya semakin dikenal para lelaki di kampus, mulai dari abang senior sampai adik-adik mahasiswa baru antri meminta nomor handphonenya.

Tapi ya, namanya juga Disa walaupun ramah dan baik, dia anak yang tertutup. Ketika aku banyak berbagi dengannya perihal keadaan keluargaku di Maninjau sana, Disa tak balik menceritakan tentang keluarganya. Sempat aku ingin bertamu ke rumahnya, sekedar ingin berkenalan dengan mamanya, tapi dia selalu punya beragam alasan; “Rumahku berantakan, Za…kapan-kapan saja ya” , “Emm, nanti saja deh kalau Papaku sudah pulang dari luar kota, biar kamu sekalian ketemu” , “Haduh nanti kesorean kalau harus ke rumahku dulu, jam 4 kan kita harus pergi ke rumah Pa Anwar untuk menyerahkan tugas. Gini deh, aku traktir mie ayam saja”. Dan segudang alasan yang lainnya. Itulah Disa. Si gadis misterius yang pernah aku kenal selama ini.

Lima semester mengenalnya sudah cukup membuatku hafal tentang dia. Tatapan kosong Disa, caranya berbicara saat presentasi di depan kelas, wangi vanila dari parfumnya, dan irama langkah dia berjalan aku pun bisa mendengarnya. (Bersambung…)

Sumber: Muslimah Inspiring Stories

Pusat Data JIC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here