JIC – Seorang anak laki-laki yang sejak kecil sudah ditinggalkan oleh ayahnya, sejak ayahnya meninggal ibunyalah yang merawat, mendidik, membesarkannya. Ia adalah anak tunggal, untuk membiayai hidup dan sekolah anak yang dicintainya, ibu dari anak ini bekerja sebagai pembantu di rumah-rumah.
Pada suatu ketika ibunya menemui laki-laki ini untuk mengirimnya ke luar negeri, ibunya dengan berat hati namun ia melepaskan kepergian anak yang dicintainya dengan derai air mata dan berkata: “Ingatlah, wahai putraku, terhadap dirimu dan jangan memutus beritamu dariku. Berkirimlah surat kepadaku hingga aku merasa tentram dengan kesehatanmu.”
pemuda itu akhirnya berhasil menyelesaikan studinya setelah menempuh jarak yang panjang dan ia pun kembali ke tanah air. Namun ia kembali dengan pribadi yang lain karena terpengaruh dengan peradaban barat.
Pemuda ini kemudian mendapatkan pekerjaan yang berkelas, dan mulai mencari seorang istri. Apa yang diinginkannya Allah kabulkan, ia memperoleh seorang Istri. Meskipun ibunya telah memilihkan seorang gadis yang baik agamanya lagi memelihara dirinya. Akan tetapi pemuda ini hanya ingin menikah dengan wanita kaya dan cantk parasnya.
Beberapa bulan setelah menikah ternyata wanita yang dipilihnya memperdaya ibu dari pemuda tersebut bahkan pemuda tersebut membenci ibunya. Suatu hari ketika ia tiba di rumah, ia melihat istrinya menangis, ia pun bertanya akan penyebabnya. Istrinya menjawab, “Cukup sampai di sini aku dan ibumu berada di rumah ini. Aku tidak bisa bersabar terhadapnya lebih diri itu.”
Pemuda itu pun gelap mata dan mengusir ibu yang telah merawatnya sejak kecil dengan susah payah tanpa seorang suami, ibunya lalu pergi dengan derai air mata sambil berkata, “Semoga Allah membahagiakanmu, wahai putraku.”
Setelah beberapa jam kemudian ia tergerak keluar rumah untuk mencari ibu yang telah diusirnya secara zhalim dan melampaui batas. Ia tidak berhasil mendapatkan ibunya. Ia pun kembali ke rumah.
Dalam satu masa ia tak sedikitpun mendapatkan kabar tentang keberadaan ibunya, dalam masa itu pula ia tertimpa suatu penyakit yang menjijikan. Setelah itu pemuda tersebut dilarikan ke rumah sakit. Ibunya yang telah cukup lama tidak ada kabar, tiba-tiba datang untuk menjenguknya. Namun lagi-lagi istrinya mengusir ibunya, “Putramu tidak ada di sini. Apa yang engkau inginkan dari kami. Pergilah dari kami.” Ibunya pun pergi.
Pemuda itu pun keluar dari rumah sakit namun menyebabkan kondisi kejiwaannya berkurang. Ia telah kehilangan pekerjaan, dan rumah (harta), serta hutang pun menumpuk. Istrinya membebaninya dengan tuntutannya yang banyak. Dan akhirnya istri yang ia inginkan dengan paras yang cantik memilih untuk meninggalkannya karena ia telah kehilangan harta dan pekerjaannya. Istrinya berkata, “Selama engkau telah kehilangan pekerjaan dan hartamu serta kedudukan di masyarakat tidak kembali lagi kepadamu, maka aku nyatakan dengan tegas kepadamu: Aku tidak menginginkanmu. Aku tidak menginginkanmu. Ceraikanlah aku.”
Kata-kata itu bagaikan petir yang menyambar. Dan pemuda itu pun menceraikannya. Saat ia terbangun dari tidurnya, ia keluar dalam keadaan bersedih untuk kembali mencari ibunya yang telah pergi akibat istrinya.
Dan Allah pertemukan keduanya, betapa terkejutnya setelah ia tahu bahwa ibunya tinggal di Ribath. Ribath adalah tempat berkumpul orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan tidak memiliki orang yang mengurusi mereka. Ibunya terlihat pucat karena tangis. Ia kemudian tersungkur di kaki ibunya dan menangis dengan tangisan yang pahit menyesali atas perbuatan yang telah dilakukan. Setelah itu ia membawa ibunya pulang ke rumah dan berjanji bahwa ia akan senantiasa berbakti pada ibunya. Dan ia kembali bertobat kepada Allah dengan sebenar-benar tobat.
Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi kita semua, dengan berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang dihadapi. Rasulullah bersabda, “Ridho ALLAH tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka ALLAH tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
Sumber: pelbagai sumber